Peran orang tua dalam menjaga kesehatan Si Kecil tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan harian, tetapi juga memastikan anak mendapatkan perlindungan sejak dini melalui imunisasi. Salah satu imunisasi dasar yang sangat penting adalah Imunisasi Difteri.
Penyakit difteri bisa muncul kapan saja, terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Difteri adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui batuk atau bersin. Difteri adalah infeksi yang menyerang hidung dan tenggorokan.
Karena itu, memahami manfaat, jenis, dan jadwal pemberian imunisasi difteri menjadi langkah penting agar Bunda bisa memberikan perlindungan terbaik untuk Si Kecil.
Yuk, Bunda simak penjelasan lengkap di bawah ini mengenai apa itu imunisasi difteri, siapa saja yang membutuhkannya, hingga efek samping dari vaksinasi difteri.
Mengenal apa itu imunisasi difteri?
Imunisasi difteri adalah vaksinasi yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, yaitu infeksi bakteri yang menyerang hidung dan tenggorokan serta dapat menyebabkan peradangan parah.
Melansir dari laman Cleveland Clinic, vaksin ini biasanya diberikan melalui suntikan di lengan atau paha, baik pada bayi maupun orang dewasa.
Difteri dapat menyebabkan komplikasi berat seperti pneumonia, gagal nafas, kelumpuhan, hingga kematian. Meski jarang terjadi, risikonya masih ada terutama bagi mereka yang tidak mendapatkan vaksinasi lengkap.
Tujuan Imunisasi Difteri
Tujuan utama dari imunisasi difteri adalah memberikan perlindungan terhadap infeksi bakteri difteri yang bisa membahayakan jiwa. Sekitar 1 dari 10 penderita difteri dapat meninggal dunia bila tidak ditangani dengan cepat.
Selain melindungi individu, imunisasi difteri juga membantu membentuk kekebalan kelompok. Artinya, ketika sebagian besar masyarakat telah mendapatkan vaksin, risiko penyebaran penyakit menjadi jauh lebih rendah.
4 Jenis vaksinasi difteri
Mengutip dari laman CDC, terdapat beberapa jenis vaksin difteri yang diberikan berdasarkan usia.
1. Vaksin DTaP
Vaksin DTaP diberikan untuk bayi dan anak usia di bawah tujuh tahun. Vaksin ini melindungi dari tiga penyakit sekaligus: difteri, tetanus, dan pertusis (batuk rejan). Beberapa mereknya termasuk Daptacel, Quadracel, dan Vaxelis.
2. Vaksin DT
Vaksin DT diberikan untuk anak di bawah tujuh tahun yang tidak dapat menerima vaksin dengan kandungan pertusis. Vaksin jenis ini hanya melindungi dari dua penyakit, yaitu difteri dan tetanus.
3. Vaksin Tdap
Untuk anak usia 11-12 tahun, vaksin Tdap diberikan sebagai booster. Vaksin ini juga fleksibel untuk remaja, orang dewasa, dan ibu hamil. Vaksin ini penting diberikan pada trimester ketiga kehamilan untuk melindungi bayi dari pertusis di bulan-bulan awal.
4. Vaksin Td
Vaksin Td diberikan pada remaja dan orang dewasa sebagai booster setiap 10 tahun. Vaksin ini melindungi dari tetanus dan difteri.
Siapa yang harus mendapatkan imunisasi difteri?
Imunisasi difteri dianjurkan untuk semua usia, Bunda. Mulai dari bayi hingga dewasa.
- Bayi dan anak kecil (DTaP): usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, serta 4-6 tahun.
- Pra-remaja (Tdap): usia 11-12 tahun.
- Dewasa (Td atau Tdap): setiap 10 tahun.
- Ibu hamil: Tdap diberikan setiap kehamilan pada trimester ketiga.
Vaksin ini aman dan efektif bagi sebagian besar orang. Namun pada kasus tertentu, seperti alergi berat terhadap komponen vaksin, dokter mungkin memberikan rekomendasi yang berbeda.
Jadwal dan dosis imunisasi difteri
Jadwal pemberian imunisasi difteri di Indonesia sudah diatur secara berkala untuk memastikan setiap anak mendapatkan perlindungan lengkap sejak usia dini hingga remaja.
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, imunisasi difteri menjadi bagian dari program nasional, termasuk melalui kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang rutin dilakukan setiap bulan Agustus dan November.
Berikut jadwal dan dosis imunisasi difteri tetanus anak SD sesuai usia berdasarkan acuan dari Kementerian Kesehatan.
1. Kelas 1 (Usia sekitar 7 tahun)
Vaksin DT diberikan satu kali pada bulan November sebagai imunisasi lanjutan untuk perlindungan terhadap difteri dan tetanus.
2. Kelas 2 (Usia sekitar 8 tahun)
Vaksin Td diberikan satu kali pada bulan November.
3. Kelas 5 (Usia sekitar 11 tahun)
Vaksin Td diberikan satu kali pada bulan November sebagai booster untuk difteri dan tetanus.
Selain memberikan untuk anak sekolah, imunisasi juga disediakan untuk anak yang tidak bersekolah. Mereka dapat menerima vaksin di posyandu, Puskesmas, madrasah, pesantren, atau fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk
Anak yang tidak boleh mendapatkan imunisasi difteri
Tidak semua anak bisa langsung mendapatkan vaksin difteri/ Jika Si Kecil sedang sakit, seperti flu atau demam, biasanya dokter akan menyarankan untuk menunda imunisasi.
Selain itu, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan sebelum vaksin diberikan, seperti:
- Riwayat reaksi alergi berat setelah vaksin difteri sebelumnya.
- Alergi parah terhadap salah satu kandungan vaksin.
- Pernah mengalami demam tinggi, bengkak parah, atau nyeri hebat setelah vaksin difteri.
- Memiliki riwayat kejang, gangguan saraf, atau masalah neurologis lainnya.
- Pernah mengalami Guillain-Barre Syndrom (GBS)
Jika Si Kecil termasuk dalam beberapa kondisi di atas, dokter akan memberikan panduan atau opsi vaksin lain yang lebih aman.
Peringatan dan larangan imunisasi difteri
Sebelum memberikan vaksin difteri, penting bagi Bunda untuk memastikan kondisi Si Kecil sudah aman. Beberapa kondisi yang menjadi peringatan dan larangan imunisasi difteri, sebagai berikut:
Sebelum vaksinasi difteri
Sebelum vaksin difteri diberikan, pastikan:
- Anak dalam kondisi sehat, tidak sedang demam atau flu.
- Sampaikan pada tenaga kesehatan jika anak pernah mengalami alergi berat, kejang, atau GBS.
- Bawa buku atau catatan imunisasi untuk memastikan jadwal dosis sebelumnya.
Dokter akan memeriksa kondisi anak secara menyeluruh sebelum vaksinasi dilakukan.
Prosedur vaksinasi difteri
Prosedur vaksinasi difteri, sebagai berikut:
- Anak diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan kondisinya aman untuk divaksin.
- Vaksin diberikan melalui suntikan di lengan atau paha, tergantung usia.
- Setelah penyuntikan, anak biasanya diminta menunggu beberapa menit untuk memonitor kemungkinan reaksi awal.
Jika ada dosisi yang terlewat, vaksin bisa diberikan pada kunjungan berikutnya sesuai arahan tenaga kesehatan.
Setelah vaksinasi difteri
Setelah menerima vaksin, anak mungkin mengalami beberapa reaksi ringan. Bunda disarankan untuk:
- Mengawasi kondisi anak 24-28 jam setelah vaksin.
- Memberikan kompres hangat di area suntikan jika terasa nyeri.
- Memastikan anak beristirahat cukup dan minum air yang cukup.
Jika muncul reaksi berat seperti sesak napas atau pembengkakan ekstrem, segera hubungi layanan kesehatan.
Efek samping dan komplikasi vaksinasi difteri
Kebanyakan anak tidak mengalami efek samping serius. Reaksi yang muncul biasanya ringan dan hilang dalam beberapa hari. Efek samping yang mungkin terjadi:
- Demam ringan
- Badan lemas atau mudah lelah
- Nafsu makan menurun
- Mual atau muntah
- Sakit kepala
- Nyeri, bengkak, atau kemerahan di area suntikan
Pada kasus yang sangat jarang, dapat muncul reaksi lebih serius seperti:
- Demam sangat tinggi
- Kejang
- Bengkak pada seluruh lengan atau kaki (biasanya pada dosis ke-4 atau ke-5 DTaP)
Meski jarang, reaksi ini tetap memerlukan perhatian medis ya, Bun.
Memastikan Si Kecil mendapatkan imunisasi difteri sesuai jadwal adalah langkah penting dalam mencegah penyakit berbahaya. Semoga bermanfaat!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)
.png)
22 minutes ago
1

















































