Negara dengan Tingkat Ibu Menyusui Terburuk Sedunia

Jakarta -

Meskipun menyusui sangatlah direkomendasikan, masih terlalu sedikit anak yang mendapat praktik menyusui yang direkomendasikan. Apa saja negara dengan tingkat ibu menyusui terburuk sedunia?

Sejak lahir hingga usia 6 bulan, memberi bayi hanya ASI menjamin mereka mendapatkan sumber makanan yang secara unik disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi mereka. Selain itu, ASI menjadi sumber nutrisi yang aman, bersih, sehat, dan mudah diakses, di mana pun mereka tinggal. 

Menyusui bayi baru lahir dalam satu jam pertama kehidupan  yang dikenal sebagai inisiasi menyusui dini sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi baru lahir dan untuk memulai menyusui dalam jangka panjang. 

Jika pemberian ASI ditunda setelah kelahiran, konsekuensinya dapat mengancam jiwa mereka dan semakin lama bayi baru lahir dibiarkan menunggu, semakin besar risiko kematiannya seperti dikutip dari laman Unicef.

Negara dengan tingkat ibu menyusui 'terburuk'

Secara global, kurang dari setengah dari semua bayi baru lahir (46 persen) disusui dalam waktu satu jam setelah lahir. Sehingga, banyak bayi baru lahir yang menunggu terlalu lama untuk mendapatkan kontak dengan ibu mereka.

Praktik ini sangatlah bervariasi di berbagai wilayah. Prevalensi IMD di Afrika Timur dan Selatan (69 persen) hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Asia Selatan (39 persen), Asia Timur dan Pasifik (40 persen), dan Afrika Barat dan Tengah (41 persen). 

Padahal, memberi bayi baru lahir makanan selain ASI berpotensi menunda kontak pertama mereka dengan ibu dan dapat mempersulit mereka untuk memulai menyusui. Namun, 1 dari 3 bayi baru lahir masih menerima makanan atau cairan di hari-hari awal kehidupan, saat tubuh mereka paling rentan.

Penting diketahui bahwa bayi yang tidak disusui secara eksklusif dapat berisiko lebih besar meninggal karena diare atau pneumonia daripada yang disusui. Selain itu, menyusui mendukung sistem kekebalan bayi dan dapat melindungi mereka di kemudian hari dari kondisi kronis seperti obesitas dan diabetes. 

Namun, terlepas dari semua manfaat potensial, kurang dari 1 dari 2 (48 persen) bayi berusia 0–5 bulan di seluruh dunia disusui secara eksklusif. Asia Selatan memiliki prevalensi tertinggi pemberian ASI eksklusif dengan 60 persen bayi disusui secara eksklusif. Sebaliknya, hanya 26 persen bayi berusia 0–5 bulan di Amerika Utara yang disusui secara eksklusif.

Jadi, apa yang diberikan kepada bayi di bawah usia 6 bulan?

Grafik area menggambarkan pola pemberian makan untuk bayi antara lahir dan usia 5 bulan. Dalam pola yang ideal, hampir semua bayi di bawah usia 6 bulan harus disusui secara eksklusif. Namun, di suatu negara mungkin ada beberapa praktik yang tidak ideal seperti sebagian besar bayi menerima air, yang dengan demikian, tidak disusui secara eksklusif.

Seiring dengan transisi anak dari pola makan hanya ASI ke pola makan ASI dan makanan padat, ASI tetap menjadi sumber nutrisi penting yang penting. Namun, hanya tiga dari lima anak (59 persen) berusia 12–23 bulan yang menerima manfaat ASI.

Seperti diketahui, ada indikator standar untuk praktik pemberian makanan pada bayi dan anak kecil yang dikembangkan sesuai dengan prinsip panduan WHO tentang pemberian makanan pada anak yang disusui dan tidak disusui. Panduan ini digunakan untuk menilai praktik ini di dalam dan di seluruh negara serta untuk mengevaluasi kemajuan dalam area program ini.

Praktik menyusui

Secara global, persentase bayi di bawah usia enam bulan yang disusui secara eksklusif telah mencapai 48 persen, mendekati target World Health Assembly 2025 sebesar 50 persen. Angka pemberian ASI eksklusif sepuluh poin persentase lebih tinggi dari satu dekade sebelumnya, yang menunjukkan bahwa kemajuan yang signifikan mungkin terjadi dan telah terjadi di berbagai wilayah dan negara. Global Breastfeeding Collective telah menetapkan target untuk mencapai 70 persen pada tahun 2030.

Berdasarkan data survei yang dikumpulkan pada tahun 2016-22, 46 persen bayi baru lahir mulai menyusui dalam waktu satu jam setelah lahir, jauh dari target sebanyak 70 persen . Sementara 71 persen perempuan terus menyusui bayinya setidaknya selama satu tahun, pada usia dua tahun, angka menyusui turun menjadi 45 persen. 

Kolektif tersebut bertujuan untuk mencapai masing-masing 80 persen dan 60 persen. Oleh karena itu, upaya nasional untuk mendukung pemberian ASI secara berkelanjutan harus ditingkatkan. Dari 100 negara yang telah memperbarui data mereka tentang pemberian ASI eksklusif sejak Global Breastfeeding Scorecard pertama kali diterbitkan pada tahun 2017, sebanyak 70 negara mendokumentasikan adanya peningkatan. Dari jumlah tersebut, 22 negara mendokumentasikan peningkatan lebih dari sepuluh poin persentasenya. 

Perlunya tindakan prioritas

The Global Breastfeeding Collective telah mengidentifikasi tujuh prioritas kebijakan bagi negara-negara untuk melindungi dan mendukung pemberian ASI. The Global Nutrition Summit tahun 2021 mengumumkan komitmen berani dari pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan gizi, khususnya melalui pemberian ASI eksklusif. Investasi dan tindakan lebih lanjut diperlukan untuk mendukung ibu menyusui bayinya. 

Dalam segi pendanaan, Bank Dunia memperkirakan bahwa investasi sebesar USD 4.70 per bayi lahir diperlukan untuk mencapai target the World Health Assembly’s (WHA) untuk pemberian ASI eksklusif.

Data saat ini tidak tersedia tentang investasi pemerintah dalam pemberian ASI, tetapi Scorecard melacak pendanaan donor untuk pemberian ASI. Data diperbaharui untuk tahun 2021. Hanya 2 persen negara, hanya di Afrika dan di Asia, yang menerima setidaknya USD 5 per kelahiran untuk mendukung program menyusui.

Lebih dari 85 persen negara menerima USD 1 per kelahiran. Manfaat investasi dalam menyusui sangatlah signifikan, namun kesenjagangan pendanaan masih besar. Tidak boleh ada bayi yang tertinggal, di mana pun mereka dilahirkan.

Dukungan bagi ibu menyusui

Sebaiknya, ibu harus mendapatkan cuti berbayar selama 6 bulan atau lebih setelah melahirkan. Kenya menjamin waktu istirahat menyusui di tempat kerja. Pada 2017, parlemen Kenya mengesahkan UU Kesehatan 2017, yang memajukan hak menyusui bagi ibu-ibu Kenya di tempat kerja. Semua pemberi kerja dengan minimal 30 staf diharuskan untuk:

1. Mendirikan tempat menyusui dengan peralatan dan fasilitas yang diperlukan
2. Melarang keras promosi, pemasaran, atau penjualan pengganti ASI di tempat menyusui
3. Memberikan karyawan yang menyusui waktu istirahat berbayar untuk makan, menyusui, atau memerah ASI hingga satu jam dari setiap delapan jam kerja.

Dari kebijakan tersebut, tingkat pemberian ASI eksklusif di Kenya melonjak dari 32 persen pada tahun 2008 menjadi 60 persen pada tahun 2022.

Setelah kembali bekerja, para ibu juga memerlukan waktu istirahat kerja dan fasilitas yang sesuai untuk menyusui atau memerah dan menyimpan ASI. Hal ini membantu para ibu untuk terus menyusui setelah cuti hamil. Hanya 20 persen negara yang menetapkan ketentuan wajib untuk waktu istirahat berbayar dan fasilitas menyusui.

Data regional menunjukkan bahwa 31 persen negara di Amerika memenuhi rekomendasi ILO. Tidak ada negara di Oseania yang memiliki undang-undang tentang kebijakan tempat kerja yang direkomendasikan untuk mendukung ibu menyusui. The Collective telah menetapkan target 50 persen negara yang mewajibkan akomodasi ini pada 2030.

Memberikan konseling tentang pemberian makanan bayi dan anak kecil (PMBA) oleh praktisi perawatan kesehatan yang terampil sangat penting untuk membersayakan perempuan untuk menyusui dengan pengetahuan praktis. 

Pada 2022, sebanyak 22 persen negara melaporkan bahwa setidaknya tiga perempat pengasuh anak di bawah usia dua tahun telah diberi konseling tentang PMBA yang tepat. The Collective telah menetapkan target 60 persen pada 2030.

Semoga informasinya membantu ya, Bunda.

(pri/pri)