6 Penyebab Gen Z Sulit Dapat Kerja

5 hours ago 1

Banyak Gen Z yang kini sulit mendapatkan pekerjaan. Mengapa demikian? Berikut penyebab Gen Z sulit dapat kerja.

Generasi Z yang kini memasuki usia produktif harus menghadapi tantangan semakin berat di pasar kerja modern. Meski tumbuh di era teknologi dan dikenal adaptif terhadap perubahan digital, banyak anak muda mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan pertama mereka.

Kondisi ini bukan hanya terjadi di Amerika Serikat, melainkan juga di Indonesia, di mana persaingan semakin ketat dan kebutuhan industri berubah sangat cepat. Perubahan tren rekrutmen, meningkatnya penggunaan kecerdasan buatan (AI), hingga tingginya standar kompetensi yang ditetapkan perusahaan, membuat Gen Z merasa tertinggal sebelum benar-benar memulai karier.

Tidak sedikit dari Gen Z yang telah menempuh pendidikan tinggi, melakukan magang, hingga mengikuti pelatihan tambahan, tetap belum berhasil memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang atau keahlian mereka. Ironisnya, situasi ini membuat sebagian Gen Z mempertanyakan kembali nilai penting pendidikan dan kesesuaian jurusan dengan profesi masa depan.

Di tengah lambatnya perekrutan dan meningkatnya angka PHK global, anak-anak muda generasi ini justru dituntut untuk lebih fleksibel, terbuka, dan siap bersaing dalam pasar kerja yang tidak lagi stabil. Fenomena Gen Z sulit dapat kerja juga tercermin dalam data.

Cengage Group mencatat hanya 30 persen lulusan 2025 yang berhasil memperoleh pekerjaan penuh waktu sesuai bidang mereka. Menurut laporan Cengage, sekitar 76 persen perusahaan merekrut jumlah karyawan entry-level yang sama bahkan lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.

Di Indonesia, situasinya tak kalah mengkhawatirkan. Berdasarkan Sakernas Februari 2025, pengangguran usia 15 sampai 24 tahun mencapai 16,16 persen, jauh lebih tinggi dibanding kelompok usia 25 hingga 29 tahun yang hanya 3,04 persen. Data tersebut mengonfirmasi bahwa Gen Z merupakan kelompok paling rentan mengalami stagnasi karier.

Penyebab Gen Z sulit dapat kerja 

Berdasarkan laporan Forbes dan sejumlah riset terbaru, penyebabnya beragam, mulai dari tekanan inflasi, kebijakan tarif, efisiensi biaya, hingga dampak AI yang membuat perusahaan meninjau ulang kebutuhan tenaga kerja manusia.

Di Amerika Serikat, gelombang PHK pada 2025 meningkat tajam, mencapai 1,1 juta pemutusan hubungan kerja sepanjang Januari hingga Oktober. Kondisi ini membuat karyawan yang sudah bekerja memilih bertahan sehingga perpindahan tenaga kerja semakin minim.

Menngutip CNBC, pasar kerja pun menjadi 'beku' sehingga membuat fresh graduate hampir tidak memiliki celah untuk masuk. Gen Z yang idealnya perlu mobilitas karier untuk meningkatkan gaji dan kompetensi, justru terjebak pada kondisi tanpa peluang. 

Berikut sejumlah penyebab Gen Z sulit mendapatkan pekerjaan.

1. AI menjadi tantangan baru

Kehadiran kecerdasan buatan membawa dampak ganda bagi industri. Tidak hanya mengubah proses rekrutmen, tapi juga menggantikan sejumlah peran entry-level yang sebelumnya menjadi pintu masuk anak muda.

Perusahaan kini bisa mengurangi perekrutan dengan memanfaatkan AI untuk mengisi kesenjangan operasional sementara. Banyak Gen Z merasakan langsung dampaknya.

2. Gen Z beralih ke profesi nonkantoran

Di tengah sulitnya mendapat pekerjaan kantoran, sebagian Gen Z justru menemukan jalan baru di bidang kejuruan. Chris Henderson merupakan lulusan 2022 awalnya ingin bekerja di bidang keuangan, tapi pasar kerja yang stagnan membuatnya memilih bekerja sebagai teknisi listrik dalam bisnis keluarga.

Keputusannya ternyata tepat. Setelah mengikuti pendidikan kejuruan selama dua tahun, pendapatannya kini mencapai USD 72 ribu per tahun. Ia bahkan melihat masa depan cerah seiring berkembangnya industri kendaraan listrik.

Contoh ini menunjukkan bahwa jalur karier tidak selalu harus mengikuti gelar pendidikan dan profesi kejuruan dapat menawarkan stabilitas yang lebih besar.

3. Kesulitan menentukan dan memetakan keterampilan

Banyak Gen Z mengaku tidak yakin dengan keterampilan apa yang mereka miliki atau bagaimana menyesuaikannya dengan kebutuhan perusahaan. Dalam survei, 40 persen Gen Z di AS tidak tahu bagaimana menilai skill mereka sehingga lamaran kerja yang diajukan cenderung tidak tepat sasaran.

Meski melamar ke banyak perusahaan, respon yang diterima sangat minim. Akibatnya, kepercayaan diri menurun dan sebagian mulai mempertimbangkan untuk mempelajari skill baru secara mandiri.

4. Tuntutan lowongan kerja berbasis AI

Perusahaan kini lebih banyak mencari kandidat dengan kemampuan AI, mulai dari analisis data, prompt engineering, hingga automasi proses. Namun sebagian besar Gen Z baru lulus kuliah belum memiliki pengalaman yang memadai dalam teknologi tersebut.

5. Kekhawatiran perusahaan terhadap etos kerja Gen Z

Beberapa perusahaan enggan mempekerjakan Gen Z karena stereotip bahwa mereka kurang disiplin, terlalu kritis, atau memiliki ekspektasi kerja yang dianggap tak realistis. Persepsi negatif ini membuat Gen Z harus bekerja lebih keras dalam membuktikan profesionalisme mereka. 

Penelitian menemukan bahwa perusahaan lebih memilih:

  • Pekerja lepas (45 persen)
  • Mantan pegawai pensiun yang kembali bekerja (45 persen)
  • Robot atau AI (37 persen)

6. Terlalu mengedepankan idealisme

Gen Z dikenal sangat menjunjung nilai-nilai pribadi seperti keseimbangan hidup, kesehatan mental, dan keaslian diri. Sebuah studi terhadap 77 ribu responden menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut sering kali berbeda jauh dari budaya kerja generasi sebelumnya.

Bagi perusahaan, kesenjangan nilai ini bisa menyulitkan ketika harus mencocokkan ekspektasi kedua pihak. Gen Z harus menentukan prioritas, yakni ingin mempertahankan idealisme atau siap berkompromi demi mendapatkan pekerjaan.

Meski menghadapi tantangan besar, Gen Z pada dasarnya masih punya peluang luas jika mampu menyesuaikan diri dengan perubahan pasar kerja. Banyak yang merasa perjalanan karier mereka dimulai lebih lambat, tapi bukan berarti gagal. Keterampilan baru, fleksibilitas, jejaring profesional, dan kesiapan beradaptasi akan menjadi kunci utama.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online