Kasus Tata Kelola Minyak Mentah, Riva Siahaan Didakwa Rugikan Negara Rp285 Triliun

4 hours ago 2

loading...

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan merugikan negara dengan nilai mencapai Rp285 triliun. Foto: Jonathan Simanjuntak

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan merugikan negara dengan nilai mencapai Rp285 triliun. Riva didakwa dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah produk kilang mentah pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama tahun 2018-2023.

Surat dakwaan itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

Dalam sidang itu, jaksa menjelaskan kerugian terdiri dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara disebabkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Riva. Dia melakukannya bersama mantan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusuma dan mantan Manajer Impor dan Ekspor Produk Trading pada Trading and other business Direktorat Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Edward Cone.

Baca juga: Ini Peran Riza Chalid Dalam Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa termasuk berkaitan dengan penyimpangan dalam pengadaan produk impor kilang/BBM dan penjualan solar non subsidi. Nilainya yakni USD2.732.816.820,63 (Rp45,33 trilun) dan Rp25.439.881.674.368,30 (Rp25 triliun).

Selain merugikan keuangan negara, perbuatan Riza dan kawan-kawan juga merugikan perekonomian negara. JPU menilai perbuatan Riva Cs sebesar Rp171.997.835.294.293 (Rp171 triliun) dan USD2.617.683.340,41 atau setara Rp43,3 triliun.

"Kerugian perekonomian negara karena kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar Rp43,3 triliun berupa keuntungan ilegal didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri," ungkap Jaksa.

Dari hasil penyidikan Kejaksaan Agung, kasus dugaan korupsi ini berkaitan dengan pemenuhan minyak mentah di dalam negeri pada tahun 2018-2023. Ketentuan awal mewajibkan bahwa pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan minyak bumi dalam negeri.

Dengan demikian PT Pertamina diwajibkan mengutamakan kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi dari luar negeri. Kejagung mengungkap sejumlah tersangka justru melakukan pengkondisian pada rapat optimalisasi hilir.

Pada intinya pengkondisian itu berkaitan untuk menurunkan produksi kilang dan membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap. Dengan demikian, impor minyak mentah dari luar negeri pun dianggap dibutuhkan.

Di sisi lain, pengkondisian juga meliputi produksi minyak mentah di dalam negeri. Produksi minyak mentah oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online