Kelelahan Kognitif dan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi

5 hours ago 5

loading...

Tifauzia Tyassuma, Dokter, Epidemiolog Perilaku dan Neuropolitika. Foto/Dok.SindoNews

Tifauzia Tyassuma
Dokter, Epidemiolog Perilaku dan Neuropolitika

SELASA lalu, 16 Desember 2025 saya mendapat undangan dari Polda Metro Jaya mengikuti gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya sebagai salah satu pihak yang berstatus tersangka. Saya datang dengan sikap kooperatif dan penghormatan penuh pada proses hukum yang sedang berjalan.

Namun, sebagai ilmuwan perilaku, pengalaman berada di ruang gelar perkara itu mendorong saya untuk menelaah Kembali apa yang pernah saya pelajari bertahun-tahun tentang apa yang disebut sebagai kelelahan kognitif (cognitive overload). Saya merasa penting menuliskan ini lebih dari sekadar urusan Gelar Perkara Khusus. Kelelahan Kognitif adalah salah akibat dari rekayasa untuk suatu tujuan khusus.

Gelar perkara berlangsung sekitar 7 jam. Diskusi dan perdebatan intens, dengan aliran informasi yang padat, argumen yang kompleks, serta tekanan emosional yang nyata. Dalam ilmu kognitif, kondisi semacam ini dikenal sebagai cognitive overload—ketika kapasitas memori kerja dan atensi manusia melampaui batas optimalnya. Dampaknya bukan sekadar lelah secara fisik, melainkan menurunnya ketajaman analisis, ketelitian detail, dan kemampuan evaluasi kritis.

Saya menggunakan istilah “ilusi transparansi” untuk menyebut resiko yang dapat timbul dari kelelahan kognitif manusia. Ilusi ini muncul ketika sebuah proses terasa terbuka dan jelas karena dijalani bersama, padahal secara kognitif para pihak tidak berada pada kondisi terbaik untuk menilai detail informasi secara jernih.

Kita merasa “sudah melihat” dan karenanya “sudah memahami,” sementara kemampuan untuk menguji, membandingkan, dan memverifikasi justru menurun drastis.

Fenomena ini sejatinya bukan hanya pengalaman pribadi semata, melainkan telah lama dibuktikan dalam riset psikologi kognitif. Studi klasik Daniel J. Simons dan Christopher F. Chabris (1999), “Gorillas in Our Midst: Sustained Inattentional Blindness for Dynamic Events,” yang dikenal sebagai The Invisible Gorilla Experiment, menunjukkan bahwa “melihat tidak sama dengan menyadari.”

Saat perhatian terserap oleh tugas berat dan berkepanjangan, otak menyaring stimulus lain—bahkan yang besar dan mencolok. Fenomena ‘buta perhatian” (inattentional blindness) ini juga ditemukan pada profesional terlatih, termasuk dokter radiologi.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online