Kelompok Sipil Ungkap Bahaya Revisi UU TNI yang Tak Libatkan Publik

6 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI jelas berbahaya jika tidak melibatkan partisipasi publik. Proses yang serba cepat dianggap bisa melewatkan begitu saja aspirasi dari koalisi sipil.

“Ada kekhawatiran pasal yang dikritisi dimunculkan kembali di RUU yang akan disahkan,” kata Dimas Bagus melalui pesan suara kepada Tempo pada 16 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kontras, bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menilai paling tidak ada dua pasal berbahaya dalam RUU TNI yang diajukan saat ini. Pertama pasal 7 ayat 2 yang mengatur kewenangan dalam operasi militer selain perang. Fungsi pengawasan dan perbantuan TNI di tambah dalam ruang siber, narkotika, hingga perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.

Dimas juga menyoroti pasal 47 ayat 2 yang dianggap bermasalah. Dalam UU sebelumnya regulasi ini mengatur batas tugas TNI di lembaga-lembaga sipil. Cakupan jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit ada kemungkinan diperluas, seperti tercantum dalam Pasal 47 Daftar Inventarisasi Masalah undang-undang tersebut.

Dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI disebutkan bahwa prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di sepuluh kementerian/lembaga, yaitu di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Dalam aturan tersebut, personel aktif TNI dimungkinkan mengisi jabatan di Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.

Melalui revisi UU TNI, yang tertuang dalam DIM, pemerintah mengusulkan menambah lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif. Kelimanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

“Ini jelas ada upaya menambah peran yang semakin mendekatkan TNI pada fungsi yang ganda dari militer dan semakin menjauh kan tni dari prinsip profesionalitas,” kata Dimas.

Dia menyebut karena tugas pokok utama dalam menjaga pertahanan sangat berat. “Dengan beban lain, sangat dikhawatirkan TNI tidak fokus dan lebih bermain di area sosial politik seperti jaman orde baru.”

DPR sejatinya maraton menggelar rapat bersama pemerintah. Komisi I DPR pada awal Maret 2025 mengundang sejumlah ahli dan meminta masukan. Pada 11 Maret 2025, DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk membahas tindak lanjut perubahan aturan tentara di Indonesia. Sjafrie mengajukan empat pokok pembahasan revisi UU TNI kepada DPR.

Pertama, penguatan dan modernisasi alat utama sistem senjata atau alutsista. Kedua, memperjelas batasan penempatan TNI dalam tugas nonmiliter di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Keempat, mengatur batas usia pensiun TNI.

Menteri Sjafrie sempat berharap revisi Undang-Undang TNI bisa selesai sebelum legislator menutup masa sidang saat ini. Anggota DPR akan mulai reses ke masing-masing daerah pemilihan pada 21 Maret 2025.

Pada 14 dan 15 Maret 2025, Panitia Kerja Revisi UU TNI menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, kawasan Jakarta Pusat. Perwakilan dari Koalisi Sipil menggelar aksi menginterupsi langsung ke lokasi rapat panja kemarin.

Koalisi dosen yang tergabung dalam beberapa organisasi masyarakat sipil mengatakan, rapat panja revisi UU TNI dan pemerintah bertentangan dengan agenda reformasi TNI. Agenda reformasi TNI semestinya mendukung tentara profesional sebagai alat pertahanan negara sesuai amanat konstitusi dan demokrasi.

Gabungan lembaga sipil mencakup Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, dan Serikat Pekerja Kampus (SPK) mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan revisi UU TNI yang dilakukan sembunyi-sembunyi dan bertentangan dengan prinsip hukum dan HAM.

Kelompok itu juga menolak bangkitnya Dwi Fungsi ABRI yang semakin melanggengkan impunitas dari TNI dengan cara pengisian jabatan sipil dari TNI aktif. "Masyarakat sipil bersatu memberikan desakan kepada DPR-RI dan Pemerintah agar menjalankan konstitusi dan ketentuan hukum HAM dengan menolak revisi UU TNI,” tulis keterangan bersama koalisi itu.

Ketua Komisi bidang pertahanan DPR DPR Utut Adianto mengatakan pembahasan revisi UU TNI tidak didasarkan atas kepentingan segelintir orang maupun kelompok. Utut berujar, negara selalu dijadikan orientasi utama dalam membuat undang-undang. "Buat golongan tertentu kah? Buat diri saya kah? Ini saya pastikan untuk Merah Putih," katanya ditemui di sela-sela rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025.

Pilihan Editor:

Koalisi Dosen Tolak Revisi UU TNI: Berpotensi Langgar HAM hingga Kebebasan Akademik

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online