Kisah Kontroversial: Ibu Hamil Ditangkap Usai Alami Keguguran

2 hours ago 2

Jakarta -

Kisah keguguran seorang perempuan asal Ohio, Amerika Serikat, bernama Brittany Watts, menjadi sorotan nasional. Alih-alih mendapat simpati dan dukungan medis, ia justru berhadapan dengan hukum usai kehilangan kandungan. Kasus keguguran Brittany Watts memicu perdebatan luas mengenai hak pasien, pelayanan medis, serta penegakan hukum di Amerika.

Mengutip laman Ohiocapitaljournal, perempuan bernama  Brittany Watts, warga Warren, Ohio, mengalami komplikasi serius saat hamil. Ia didiagnosis menderita solusio plasenta (placental abruption), kondisi berbahaya yang berisiko menyebabkan perdarahan hebat, sepsis, hingga kematian.

Namun, meski dua kali datang ke Rumah Sakit St. Joseph Warren di Youngstown, Brittany Watts mengaku tidak mendapatkan penanganan medis yang semestinya. Watts menunggu berjam-jam sekitar delapan jam pada kunjungan pertama dan sepuluh jam pada kunjungan berikutnya tanpa arahan atau tindakan berarti.

Dari keguguran jadi tuduhan pidana

Akhirnya, setelah pulang ke rumah, Brittany Watts mengalami keguguran di kamar mandi. Saat kembali ke rumah sakit, staf melaporkan dugaan tindak pidana kepada polisi. Dalam proses investigasi, Watts dituduh telah melahirkan bayi hidup dan menyembunyikannya di lemari.

Watts kemudian didakwa dengan tuduhan penyalahgunaan jenazah, tetapi juri agung memutuskan untuk tidak mendakwa dirinya atas tuduhan tersebut.

Gugat rumah sakit

Tidak tinggal diam, Watts kemudian menggugat rumah sakit  St. Joseph Warren Hospital, perusahaan induknya Bon Secours Mercy Health, kota Warren, serta para petugas kepolisian, mencantumkan pelanggaran terhadap Amandemen Keempat dan Keempat Belas Konstitusi AS, serta pelanggaran terhadap Emergency Medical Treatment and Labor Act (EMTALA). 

Undang-undang federal yang menjamin hak setiap orang untuk mendapat perawatan darurat tanpa memandang status asuransi maupun kemampuan membayar.

Watts mengajukan gugatan tersebut pada Januari tahun ini di Pengadilan Distrik AS. Selain dugaan pelanggaran hak konstitusional, Watts juga menuduh staf rumah sakit melakukan kelalaian medis, pengungkapan tidak sah atas informasi medis rahasia, serta menyebabkan tekanan emosional.

Sementara itu, penegak hukum dituduh melakukan penuntutan jahat (malicious prosecution) dan penangkapan tanpa dasar hukum (false arrest), menurut gugatan tersebut.

Pengadilan masih memproses dengan berbagai dokumen hukum dan prosedur yang harus dipenuhi sebelum keputusan dapat dijatuhkan.

Perkembangan terbaru gugatan

Pada tanggal 1 Agustus ditetapkan sebagai batas waktu untuk menambahkan pihak dalam gugatan atau mengubah dokumen tertentu.  Sebelum tenggat itu berakhir, pengacara Watts mengajukan permohonan untuk menambahkan seorang pegawai dari departemen manajemen risiko rumah sakit serta seorang petugas polisi di rumah sakit sebagai pihak yang digugat.

Menurut permohonan yang diajukan, seorang perawat rumah sakit yang menangani Watts mengatakan bahwa ia menghubungi kedua individu tersebut untuk meminta saran terkait situasi yang dihadapi.

Menurut pengacara Watts, staf rumah sakit sempat berbicara dengan petugas kepolisian. Setelah itu staf rumah sakit menghubungi 911 dan melaporkan bahwa (Watts) melakukan tindak pidana ketika ia mengalami keguguran di rumah. 

“Jika keterangan (perawat) itu benar, maka kedua individu tersebut turut serta melanggar hak-hak (Watts), termasuk dengan memulai penuntutan jahat (malicious prosecution) dan melanggar hak privasi medisnya. Mereka memang pantas menjadi tergugat dalam kasus ini," kata pengacara Watts dalam dokumen pengadilan.

Dalam gugatan yang telah diamendemen, diklaim bahwa meski staf rumah sakit dan aparat penegak hukum yang terlibat “mengetahui bahwa Ms. Watts tidak melakukan tindak pidana, mereka tetap memastikan dirinya menghadapi tuntutan pidana atas pengalaman yang dialami ratusan ribu perempuan setiap tahunnya.”

Laporan status yang diajukan pengacara dari kedua belah pihak menyebut bahwa upaya mediasi yang dilakukan Bon Secours Mercy Health dan St. Joseph Warren Hospital berakhir tanpa hasil.

Tanggapan pihak rumah sakit

Para pihak dalam kasus ini, termasuk pihak rumah sakit, mengakui di pengadilan bahwa Watts diberi tahu bayinya masih terlalu dini secara usia kehamilan untuk memiliki peluang hidup yang masuk akal.  Selain itu, seorang dokter juga merekomendasikan induksi persalinan serta mendokumentasikan rencana melanjutkan perawatan bahkan sebelum Ms. Watts berada dalam kondisi kritis.

Watts juga diberitahu bahwa, "Penundaan dapat meningkatkan risiko perdarahan hebat atau sepsis. Rencana perawatan tidak dijalankan atau diselesaikan karena Watts meninggalkan Rumah Sakit St. Joseph Warren untuk kedua kalinya meski telah disarankan secara medis agar tetap dirawat,” demikian isi tanggapan gugatan yang diajukan Maret lalu.

Pemerintah kota Warren, aparat penegak hukum, serta staf rumah sakit menolak seluruh tuduhan kesalahan dalam kasus ini.

Begitulah kisah keguguran yang dialami oleh perempuan bernama Brittany Watts, asal Ohio, Amerika Serikat yang menjadi perhatian publik. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(pri/pri)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online