Kisah Pilu Korban dan Relawan Banjir di Sumatra 2025

2 hours ago 4

Banjir yang melanda Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara. (dok.BPBD Kabupaten Tapanuli Tengah) Kisah Pilu Korban dan Relawan Banjir di Sumatra 2025 / Foto: Banjir yang melanda Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara. (dok.BPBD Kabupaten Tapanuli Tengah)

Jakarta, Insertlive -

Memasuki pengujung tahun 2025, Indonesia dilanda duka karena bencana banjir dan longsor di Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh.

Ratusan jiwa melayang dan ribuan orang dinyatakan menghilang akibat bencana ini.

Dilihat pada Rabu (3/12) pukul 15.23 di laman BNPB, jumlah korban meninggal akibat bencana di Sumatra bertambah menjadi 804 jiwa, korban terluka 2.600 orang, dan 657 orang dinyatakan hilang.


Pakar menilai penyebab banjir bandang dan longsor di Sumatra adalah curah hujan yang tinggi dan daya tampung wilayah yang semakin menurun, sebagaimana dijelaskan pakar dari Institut Teknologi Bandung.

Pakar metereologi dan dosen dari Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Muhammad Rais Abdillah S Si, M Sc, menjelaskan penyebab utama banjir di Sumatra adalah curah hujan yang tinggi. Saat ini, Sumatra juga tengah berada pada puncak musim hujan.

Rais juga menyoroti sirkulasi siklonik di Sumatra bagian utara, yang menyebabkan curah hujan semakin parah.

Dosen Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB, Dr Heri Andreas ST MT menyebutkan daya tampung wilayah yang semakin menurun juga menjadi salah satu penyebab banjir bandang di Sumatra.

Menurutnya, kapasitas resapan air menurun setelah kawasan hutan banyak dialih fungsikan menjadi perkebunan dan pemukiman.


Bencana ini juga menyimpan kisah memilukan dari para korban. Salah satunya Erik Andesra, pria yang menyewa alat berat sendiri demi menemukan jasad sang ibunda.

Dalam video yang dibagikan akun Instagram BBC Indonesia, Erik menceritakan ketika banjir bandang melanda Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, ia segera menuju rumah sang ibunda.

Sesampainya di sana, Erik menemukan rumah ibunya sudah hancur tertimbun lumpur dan bebatuan. Berhari-hari Erik tak kunjung menemukan jasad ibunya.

Erik lantas menyewa alat berat secara mandiri untuk melakukan penggalian.

"Saya menunggu bantuan tidak kunjung tiba untuk menggali reruntuhan itu. Kalau hanya pakai tangan dan tenaga, kami tidak mampu. Jadi, kami terpaksa pakai alat berat. Itu alat beratnya saya rental sendiri," ungkap Erik.

Tak sia-sia, Erik akhirnya menemukan sang ibunda dalam keadaan tak bernyawa. Ia melihat jasad ibunya dalam balutan mukena.

"Mama saya meninggal dalam keadaan salat. Mayatnya ditemukan masih menggunakan mukena," kata Erik.

Selain itu, viral juga di media sosial seorang pria berjalan kaki puluhan kilometer demi mencari istri dan anaknya yang menghilang setelah banjir melanda Tapanuli Tengah.

Ia kemudian meminta tolong kepada Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu untuk mencari keberadaan istri dan anaknya.

Perjuangan serupa dialami Abdul Ghani, pria paruh baya yang berusaha mencari istrinya dan hanya bermodal selembar kertas bergambarkan wajah istrinya.

Dalam unggahan akun @kontributor_sumbar, Abdul Ghani disebut sudah lima hari putus kontak dengan istrinya. Ia pun bolak-balik ke posko bencana untuk mendapatkan kabar mengenai sang istri.

Sementara itu, korban banjir di Langsa, Aceh, kabarnya belum tersentuh bantuan pemerintah. Irwan, jurnalis Transmedia menceritakan kondisi memilukan di sana kepada CNN Indonesia.

"Untuk kondisi di Aceh Tamiang ini sangat parah, Pak, karena sudah seperti tsunami. Rumah-rumah pada hancur, tidak ada yang tersisa lagi," kata Irwan melalui sambungan telepon.

Korban di sana bahkan berusaha bertahan dengan sisa-sisa makanan yang terbawa arus banjir.

"Seperti Indomie yang sudah basah, kami panasi, kami rebus, kami makan. Kami sangat kehausan. Kami untuk bertahan hidup harus ambil air minum dari banjir itu. Kami panasi, kami minum bersama keluarga,"

"Kami sudah tiga hari belum makan, seperti di Palestina, Pak. Sangat susah, sangat sulit," tambahnya.

Irwan juga menyebutkan Bupati Aceh belum terlihat batang hidungnya. Sementara itu, Kapolda Aceh disebut sempat mengirim bantuan walaupun belum merata penyalurannya.

Kisah pilu juga dialami para relawan yang membantu penanganan bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra.

Mereka menghadapi tantangan berat, mulai dari keterbatasan alat saat pencarian jasad, hingga harus menyaksikan korban meninggal dunia di tenda pengungsian.

Kondisi korban di pengungsian memang memprihatinkan. Menurut laman Kementerian Kesehatan, Selasa (2/12), Sumatra Barat mencatat kasus demam tertinggi di antara tiga provinsi terdampak banjir dan longsor di Sumatra.

Dalam periode 25-29 November 2025, tercatat 376 kasus demam dari lima kabupaten, termasuk Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar. Selain itu, myalgia tercatat 201 kasus, gatal-gatal 120 kasus, hingga ISPA 116 kasus.

Di Sumatra Utara, tercatat 277 kasus demam, myalgia 151 kasus, dispepsia 94 kasus, ISPA 96 kasus, dalam periode 25 November sampai 1 Desember 2026.

Sulitnya situasi masyarakat dan perjuangan relawan dianggap sebagai imbas dari lambatnya respons pemerintah dalam mengatasi bencana banjir dan longsor di utara Sumatra.

Dilihat dari beberapa kisah di atas, bantuan dari pemerintah tampaknya memang belum merata. Sejumlah titik di wilayah terdampak bencana belum tersentuh bantuan.

Lambatnya respons pemerintah juga menjadi sorotan anggota legislatif. Dalam berita di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) DPR, Anggota DPR RI Yanuar Arif Wibowo menilai koordinasi antar-lembaga masih lemah, khususnya pada masa emas atau golden time.

Ia mendesak pemerintah untuk memperkuat mitigasi dan menyiapkan alat berat sebelum korban semakin banyak.

"Jangan menunggu korban jatuh baru bergerak. Mitigasi yang baik bisa mencegah kerusakan," katanya.

Lantas, apa saja langkah pemerintah untuk mengatasi banjir dan longsor di Sumatra?

Presiden RI Prabowo Subianto sudah memberikan instruksi agar situasi bencana di Sumatra diperlakukan sebagai prioritas nasional.

Pemerintah juga akan mempercepat penanganan bencana yang tidak hanya berfokus pada tanggap darurat, tetapi juga memasuki fase rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Seluruh lembaga telah diinstruksikan oleh Bapak Presiden untuk ekstra responsif dan memastikan fokus dalam penyelamatan korban, distribusi bantuan, dan pemulihan berbagai fasilitas dan layanan vital," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno, dikutip dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Selain itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa juga siap mengeluarkan dana tambahan untuk menangani banjir dan longsor di Sumatra.

Melansir CNBC Indonesia, anggaran penanganan bencana dalam RAPBN 2026 sebenarnya mengalami penurunan dari Rp2,01 triliun (APBN 2025) menjadi Rp456 miliar.

Namun, Purbaya mengatakan BNPB memiliki lebih dari Rp500 miliar dana siap pakai (DSP) untuk kebutuhan mendesak.

"BNPB itu masih ada sekitar Rp500 miliar lebih di BNPB yang siap. Terus kalau nanti butuh dana tambah, kita siap juga menambah, dan sudah ada di anggarannya," ujar Purbaya, Senin (1/12).

Kementerian Keuangan juga sudah menyiapkan anggaran untuk kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dalam kapasitas fiskal pemerintah.

"Termasuk untuk rehabilitasi nanti juga sudah kita siap," tambahnya.

(KHS/fik)

Tonton juga video berikut:


Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online