Pengamat: Fitnah ke Keluarga Jokowi Strategi Politik Jelang Pilpres 2029

6 hours ago 2

loading...

Gelombang narasi negatif atau fitnah terhadap mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beserta keluarganya dinilai merupakan strategi politik menjelang Pilpres 2029. Foto/Dok SindoNews

JAKARTA - Pengamat Hukum dan Politik Pieter C. Zulkifli menilai gelombang narasi negatif atau fitnah terhadap mantan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) beserta keluarganya merupakan strategi politik menjelang Pilpres 2029 . Dalam catatan analisis politiknya, Pieter menyoroti munculnya pola sistematis pembunuhan karakter yang berpotensi mencederai demokrasi.

Dia mengingatkan bila fitnah dibiarkan menjadi alat politik, maka yang hancur bukan hanya reputasi individu melainkan kepercayaan publik terhadap negara. "Gelombang fitnah terhadap mantan Presiden Jokowi dan keluarga diduga bukan sekadar kritik, tapi strategi politik menjelang Pilpres 2029," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).

Mantan Ketua Komisi III DPR ini berpendapat bahwa sepuluh tahun kepemimpinan Jokowi adalah fase paling dinamis dalam sejarah modern Indonesia. Dalam periode itu, bangsa ini menyaksikan percepatan pembangunan infrastruktur, transformasi digital, dan ketegasan diplomasi luar negeri yang menegaskan kedaulatan.

Baca juga: Di Sidang Kabinet 1 Tahun Pemerintahan, Prabowo Puji Teknik Jokowi Kendalikan Inflasi

Namun, kata dia, begitu kekuasaan berpindah tangan justru muncul gelombang narasi yang berupaya menggugat seluruh capaian tersebut dengan fitnah dan disinformasi yang sistematis. Dia mencontohkan ijazah palsu menjadi contoh kasus paling mencolok bagaimana tuduhan tanpa dasar bisa berkembang liar di ruang publik.

Padahal, kata dia, berulang kali Mahkamah Konstitusi (MK), perguruan tinggi, dan lembaga hukum menyatakan tidak ada kejanggalan, namun isu itu terus dihidupkan seolah-olah kebenaran bisa ditentukan oleh opini bukan fakta hukum. Menurut dia, fenomena ini juga menunjukkan betapa mudahnya ruang digital dikapitalisasi oleh kepentingan politik yang ingin menggiring persepsi publik.

Dia mengatakan, setiap keberhasilan selalu punya bayangan. Pieter Zulkifli mengatakan ketika kekuasaan mendekati akhir, muncul kelompok yang ingin menulis ulang sejarah dengan tinta negatif. Mereka tidak bicara data, tetapi menebar narasi bahwa semua pencapaian hanyalah pencitraan.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online