Pro Kontra atas Polemik Visa Haji Furoda

1 day ago 10

PEMERINTAH Arab Saudi tidak mengeluarkan visa haji furoda tanpa penjelasan hingga batas akhir layanan. Akibatnya, banyak jemaah calon haji Indonesia jalur nonkuota ini gagal berangkat ke Tanah Suci. Kementerian Agama (Kemenag) mencatat lebih dari 1.000 jemaah furoda tahun ini batal berangkat karena visanya tak kunjung terbit.

Haji furoda merupakan program ibadah haji yang diatur langsung oleh otoritas Kerajaan Arab Saudi. Kuota yang disediakan berbeda dengan jalur reguler yang diberikan kepada masing-masing negara.

Pada program haji furoda, jemaah calon haji sejatinya akan mendapatkan visa undangan khusus atau visa mujamalah yang berbeda dengan visa jemaah haji dengan kuota nasional atau reguler.

Sengkarut masalah visa haji furoda tersebut menyulut pro kontra dari berbagai kalangan.

Timwas Haji DPR Minta Kemenag Tak Lepas Tangan

Menanggapi polemik visa haji furoda tersebut, anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR Abdul Fikri Faqih meminta Kemenag tidak lepas tangan dalam menyelesaikan sengkarut polemik haji furoda pada penyelenggaraan ibadah haji 2025.

Dia mengatakan, meski penyelenggaraan haji furoda merupakan urusan antara biro perjalanan dan otoritas Arab Saudi, pemerintah harus tetap memposisikan diri dalam membantu menuntaskan polemik.

“Negara tetap memiliki kewajiban untuk hadir dan memastikan adanya perlindungan hukum bagi para jemaah,” kata Fikri dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo pada Senin, 2 Juni 2025.

Haji furoda atau haji mujamalah adalah salah satu dari program haji resmi di Tanah Air. Program ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU Haji).

Masalahnya, kata dia, dalam penerbitan visa jemaah, Kemenag sebagai wakil pemerintah tidak memiliki kewenangan mengatur. Sebab, dalam haji furoda, urusan penerbitan visa menjadi kewenangan penuh otoritas Arab Saudi yang disampaikan kepada biro travel penyelenggara.

Meski visa haji furoda bersifat business to business, Fikri mengatakan pemerintah harus tetap menjalankan kewajiban memberikan perlindungan kepada warga negara.

Dia menuturkan perlindungan itu dapat dilakukan dengan upaya mengakomodasi ketentuan haji furoda di dalam revisi UU Haji. Tujuannya, memberikan pengawasan dan pelayanan yang lebih optimal manakala terjadi polemik seperti saat ini.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan gagal berangkatnya ribuan calon haji jalur nonkuota itu menjadi momentum krusial pada DPR dan pemerintah untuk segera merevisi UU Haji.

“UU yang direvisi harus memprioritaskan perlindungan bagi mereka, karena mereka adalah warga negara Indonesia yang haknya wajib dijamin,” ujar dia.

YLKI Desak Pemerintah Beri Kepastian Pengembalian Dana

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian pengembalian dana (refund) kepada jemaah furoda yang gagal berangkat. YLKI menilai banyak calon jemaah dirugikan secara finansial.

YLKI juga menuntut pemerintah mengawasi secara ketat proses pengembalian dana agar konsumen mendapat kepastian waktu pengembalian. Mereka juga minta pemerintah segera menindak agen perjalanan yang masih menawarkan paket haji furoda, meskipun visa dari pemerintah Arab Saudi sudah tidak diterbitkan.

“Masyarakat harus dilindungi dari praktik penjualan yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah harus memastikan bahwa jemaah haji furoda bisa mendapatkan refund uang dengan prinsip fair, wajar, dan transparan,” kata Ketua YLKI Niti Emiliana dalam keterangan resmi pada Ahad, 1 Juni 2025.

Sebagai bentuk dukungan terhadap konsumen, YLKI membuka posko pengaduan haji yang berlokasi di kantor pusat mereka di Jalan Pancoran Barat VII Nomor 1, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pengaduan juga bisa dikirimkan melalui e-mail ke [email protected]. “Masukan dari para jemaah sangat penting sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji agar lebih baik ke depan,” ujar Niti. 

YLKI akan bersurat secara resmi ke pemerintah untuk meminta data lengkap jumlah serta nama jemaah furoda yang gagal berangkat, serta mengawasi proses pengembalian uang mereka.

Menag Berkomunikasi dengan Otoritas Arab Saudi

Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan keterlambatan penerbitan visa haji furoda bukan hanya dialami jemaah dari Indonesia. “Karena bukan hanya di Indonesia seperti itu ya, tapi di negara lain juga sama,” ujar Menag di Jakarta pada Selasa, 27 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.

Nasaruddin mengatakan pihaknya terus berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi mengenai permasalahan tersebut agar segera menemui titik terang. Namun, di sisi lain, dia memastikan visa jemaah calon haji reguler sudah terbit semua, meski pada saat awal-awal pemberangkatan terjadi keterlambatan penerbitan.

Keterlambatan penerbitan visa ini, kata Menag, bukan wewenang Kemenag, melainkan ranah otoritas Arab Saudi. Karena itu, Kemenag hanya terus mengomunikasikannya. “Ya komunikasi terus dan itu kebijakan Saudi Arabia,” kata Menag.

Adapun Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri Badan Penyelenggara Haji (BPH) Puji Raharjo mengatakan belum terbitnya visa haji furoda menjadi sinyal bagi masyarakat agar tidak tergiur dengan tawaran berhaji dengan harga murah dan iming-iming berangkat dengan visa furoda.

“Saya minta masyarakat tidak tergiur dengan tawaran berangkat haji tanpa visa resmi, seperti jalur haji furoda yang tidak menggunakan visa haji dari pemerintah Arab Saudi,” kata Puji.

Dia mengatakan pada penyelenggaraan haji tahun ini pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan ketat dan disiplin, sehingga jemaah calon haji yang mencoba masuk dengan visa nonhaji akan langsung dideportasi.

Puji meminta masyarakat Indonesia memastikan memegang visa haji resmi dari pemerintah Arab Saudi sebelum berangkat ke Tanah Suci.

Komnas Haji: Visa Haji Furoda Tak Terbit Bukan Tanggung Jawab Pemerintah

Sementara itu, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj meminta publik tidak menyalahkan pemerintah atas tidak terbitnya visa haji furoda pada musim haji tahun ini. Sebab, kata dia, hal tersebut berada di luar tanggung jawab pemerintah dan murni menjadi urusan bisnis antara jemaah dan penyelenggara perjalanan.

“Visa haji furoda belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi,” kata Mustolih dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, 30 Mei 2025.

Seperti dikutip dari Antara, Mustolih menjelaskan, berdasarkan UU Haji, pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi yang terdiri atas 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus. Sementara visa haji furoda merupakan jalur undangan yang diurus langsung oleh biro perjalanan dan tidak masuk dalam kuota nasional.

Menurut dia, kegagalan pemberangkatan jemaah furoda tahun ini justru harus dijadikan momentum untuk menata ulang sistem penyelenggaraan haji jalur furoda melalui revisi UU Haji, yang akan dibahas pemerintah dan DPR setelah musim haji 2025 berakhir.

Mustolih menilai minimnya transparansi informasi mengenai risiko dalam haji furoda dan kebijakan otoritas Arab Saudi yang bisa berubah sewaktu-waktu, juga patut menjadi perhatian bersama sebagai faktor penyebab kegagalan.

“Jadi pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum, dan perlindungan bagi jamaah dari potensi kerugian materiil maupun sosial,” kata dia menjelaskan.

Adapun, bagi jamaah yang mengalami hal tersebut, Komnas Haji menyarankan segera menyelesaikannya secara musyawarah dengan yang memiliki otoritas, karena masih ada peluang untuk mendapat pengembalian dana, penjadwalan ulang, atau pengalihan ke kuota haji khusus.

Andi Adam Faturahman, Daniel Ahmad Fajri, Hendrik Yaputra, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Ini Temuan Timwas Haji DPR dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji 2025

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online