Jakarta, Pintu News – Selama lebih dari satu dekade, investor crypto meyakini bahwa harga Bitcoin bergerak mengikuti siklus halving empat tahunan. Namun kini, pola tersebut tampaknya mulai runtuh. Meski aliran dana ke spot ETF mencapai rekor tertinggi dan korporasi besar menambah cadangan Bitcoin mereka, pergerakan harga tak lagi selaras dengan teori lama tersebut.
Menurut analis on-chain James Check, Co-Founder Checkonchain Analytics, pasar kini didorong oleh likuiditas global, arus investasi institusional, dan pertumbuhan derivatif, bukan lagi oleh pengurangan pasokan dari halving. “Bitcoin sekarang merespons dunia, bukan sebaliknya,” ujarnya, menegaskan bahwa siklus tradisional crypto kini telah bergeser ke rezim likuiditas baru.
ETF Jadi Motor Baru Pasar: Permintaan Besar Tapi Tak Cukup Dorong Harga
Pada September 2025, CoinShares mencatat arus masuk ETF crypto senilai $1,9 miliar (sekitar Rp31,5 triliun), dengan hampir setengahnya berasal dari Bitcoin. Meskipun angka ini menunjukkan minat yang luar biasa, James menilai sebagian besar aliran dana ini bukan uang baru, melainkan rotasi dari produk lama seperti GBTC (Grayscale Bitcoin Trust) ke ETF baru yang lebih efisien.

Total nilai dana ETF yang masuk telah mencapai sekitar $60 miliar (Rp995 triliun), namun pasar tetap terkonsolidasi karena realized profit-taking dari investor lama mencapai $30–100 miliar per bulan (Rp497–Rp1.657 triliun). Artinya, tekanan jual dari pemegang jangka panjang menahan laju kenaikan harga. “Permintaannya luar biasa besar, tapi sisi jual juga luar biasa kuat,” jelas James.
Data Bursa Tak Lagi Akurat: Pasokan Jangka Panjang Lebih Relevan
Sebelumnya, investor crypto kerap menggunakan exchange inflow untuk membaca sinyal pasar — misalnya, menurunnya aliran Bitcoin ke bursa diasumsikan sebagai tanda kelangkaan pasokan. Namun James menilai data tersebut kini kurang valid. “Saya jarang menggunakan data bursa karena cakupannya tidak lengkap,” katanya, menyoroti sulitnya melacak alamat wallet yang tersebar luas di berbagai platform.

Sebagai gantinya, James menyarankan fokus pada pasokan long-term holders (LTH) yang kini mencapai 15,68 juta BTC, atau sekitar 78,5% dari total suplai beredar, dan seluruhnya dalam kondisi profit. Data ini lebih menggambarkan tingkat kelangkaan sesungguhnya dibandingkan saldo bursa, karena mencerminkan tingkat kepercayaan jangka panjang investor terhadap Bitcoin.
Pengaruh Penambang Bitcoin Kini Hampir Tak Terasa
Jika dahulu aktivitas mining dianggap faktor utama tekanan jual di pasar, kini perannya semakin kecil. Dengan hanya 450 BTC (sekitar Rp7,46 miliar) yang diterbitkan per hari, pengaruhnya jauh tertinggal dibandingkan pergerakan 10.000–40.000 BTC (Rp166–Rp663 juta) yang dijual atau dipindahkan oleh investor lama saat pasar bullish.

James menegaskan, “Halving sudah tidak penting, bahkan sudah tidak relevan selama beberapa siklus terakhir.” Pasar saat ini lebih dipengaruhi oleh arus institusional, ETF, dan treasury korporasi ketimbang pasokan harian dari para penambang. Dengan demikian, narrative lama soal halving sebagai pemicu reli besar tampaknya sudah tak berlaku lagi di era post-ETF ini.
Dari Siklus ke Rezim Likuiditas: Struktur Baru Pasar Bitcoin
Checkonchain menemukan dua titik balik besar dalam sejarah Bitcoin: puncak harga tahun 2017 dan transisi 2022–2023, ketika aset ini menjadi lebih “dewasa” dan mulai diperlakukan seperti indeks global. Kini, volatilitasnya menurun, dan korelasinya dengan aset makro seperti emas dan saham makin tinggi — menunjukkan bahwa Bitcoin sudah menjadi bagian dari struktur keuangan global.

Alih-alih fokus pada siklus halving, James menyarankan untuk memantau biaya dasar institusional (marginal cost basis) dan likuiditas pasar. Data Checkonchain menunjukkan zona Rp1,23–Rp1,32 miliar ($75.000–$80.000) kini menjadi area kuat pembentukan harga dasar (bear market floor). Menurutnya, Realized Price lama yang dihitung dari seluruh koin, termasuk koin hilang seperti milik Satoshi, sudah tidak relevan lagi dalam era modern ini.
Derivatif dan ETF Jadi Poros Utama Pasar Crypto Global

Selain ETF, pasar derivatif kini menjadi pendorong utama harga. Produk seperti opsi dan kontrak berjangka (futures) di atas ETF spot kini menciptakan lapisan baru likuiditas. BlackRock’s IBIT menjadi contoh sukses, menguasai hampir 90% pangsa pasar ETF crypto di AS sejak meluncurkan produk opsi pada akhir 2024.
AS kini menjadi pusat dominasi global untuk ETF crypto, menyerap hampir semua aliran dana baru di pasar institusional. “Yang paling penting bukan ETF-nya sendiri, tapi ekosistem opsi dan derivatif di atasnya,” ujar James. Fenomena ini menegaskan bahwa pasar crypto kini digerakkan oleh instrumen keuangan tingkat lanjut, bukan sekadar adopsi ritel seperti masa lalu.
Kesimpulan
Era baru Bitcoin telah dimulai — siklus halving kini bukan lagi peta jalan utama. Likuiditas global, arus dana ETF, dan pertumbuhan derivatif kini menjadi kompas baru bagi investor crypto. Dengan area Rp1,23–Rp1,32 miliar sebagai potensi lantai pasar bear berikutnya, investor disarankan untuk mengatur strategi yang fleksibel. Seperti kata James, “Tidak ada metrik sempurna untuk memprediksi masa depan — yang bisa kamu kendalikan hanyalah keputusanmu sendiri.”
Itu dia informasi terkini seputar crypto. Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan berita crypto terkini seputar project crypto dan teknologi blockchain. Temukan juga panduan belajar crypto dari nol dengan pembahasan lengkap melalui Pintu Academy dan selalu up-to-date dengan pasar crypto terkini seperti harga bitcoin hari ini, harga coin xrp hari ini, dogecoin dan harga aset crypto lainnya lewat Pintu Market.
Nikmati pengalaman trading crypto yang mudah dan aman dengan mengunduh aplikasi kripto Pintu melalui Google Play Store maupun App Store sekarang juga. Dapatkan juga pengalaman web trading dengan berbagai tools trading canggih seperti pro charting, beragam jenis tipe order, hingga portfolio tracker hanya di Pintu Pro.
*Disclaimer
Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Pintu mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar. Sebagai catatan, kinerja masa lalu aset tidak menentukan proyeksi kinerja yang akan datang. Aktivitas jual beli crypto memiliki risiko dan volatilitas tinggi, selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli bitcoin dan investasi aset crypto lainnya menjadi tanggung jawab pembaca.
Referensi:
- BeInCrypto. Bitcoin ETF Cycle Liquidity 2026. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2025
- Featured Image: Bitcoin News