Jakarta -
Bunda pernah merasa susah untuk bilang "tidak" ke anak karena takut mereka marah atau sedih? Tenang, hal ini wajar dan sebenarnya bisa diatasi dengan cara yang tepat.
Menetapkan batasan memang penting, tapi menyampaikan "tidak" tak cukup hanya dengan satu kata saja. Cara Bunda berkata akan menentukan apakah anak benar-benar mendengar atau tidak.
Menurut seorang terapis anak bersertifikat (Certified Child Life Specialist/CCLS), Kelsey Mora mengatakan bahwa kata "tidak" seharusnya dapat membuat anak merasa aman, didukung, dan dipahami, Bunda.
"Sebagai spesialis kehidupan anak bersertifikat dan terapis berlisensi, saya tahu bahwa mengatakan "tidak" dimaksudkan untuk membantu anak-anak merasa aman, didukung, dan dipahami," kata Kelsey Mora, dikutip dari laman CNBC Make It.
Lantas, bagaimana cara mengatakan "tidak" dengan tepat supaya didengar oleh anak?
Cara efektif bilang "tidak" ke anak agar didengar
Simak cara yang efektif mengatakan "tidak" supaya didengar oleh anak seperti dikutip berbagai sumber:
1. Mengubah kata "tidak" jadi cara mengajarkan anak
Alih-alih sekadar berkata "tidak", Bunda bisa menjadikan momen itu sebagai kesempatan untuk mengajarkan anak. Kalau Bunda hanya bilang "tidak" atau "berhenti" tanpa penjelasan, anak bisa merasa bingung atau ragu.
Misalnya saja, Bunda bisa berkata, "tidak boleh naik sepeda tanpa helm". Contoh lainnya, "tidak aman naik sepeda tanpa helm, jadi sepedamu akan saya simpan dulu".
Dengan cara ini, anak akan mengerti bahwa begitu memakai helm, mereka bisa bermain sepeda dengan aman. Dengan begitu, kata "tidak" menjadi sarana belajar anak, bukan hanya karena larangan saja, Bunda.
2. Ajari anak mengerti alasan di balik kata "tidak"
Anak-anak ingin tahu alasannya ketika diberi batasan, Bunda. Batasan akan lebih efektif kalau mereka bisa memahaminya. Kelsey Mora mengatakan selalu menerapkan batasan yang berkaitan dengan keamanan dan kebaikan pada kedua anaknya.
"Dengan kedua anak saya yang masih kecil, saya selalu menerapkan batasan yang berkaitan dengan keamanan dan kebaikan. Ini membantu saya untuk selalu mengingat kapan dan mengapa saya mengatakan "tidak", dan apakah batasan tertentu bisa dinegosiasikan atau tidak," katanya.
Misalnya, saat anak meminta digendong atau dipeluk saat Bunda mengemudi, Bunda bisa mengatakan, "Aku tidak bisa memegang tanganmu sekarang karena itu tidak aman, tapi begitu sampai rumah, aku bisa memelukmu".
Meskipun jawabannya tetap "tidak", anak akan tetap merasakan perhatian dan rasa aman dari Bunda. Saat mereka memahami alasan di baliknya, mereka lebih mudah menerima batasan meski tidak menyukainya.
3. Memberi anak pilihan di tengah batasan
Ketika anak mendengar kata "tidak", mereka kerap merasa kehilangan kendali dan kebebasannya. Hal ini wajar karena mereka sedang mencoba membentuk dirinya sendiri.
Bunda bisa membuat batasan dengan pilihan yang masih aman dan masuk akal. Misalnya saja, "sekarang kita tidak bisa ke taman, tapi kamu bisa pilih bermain di halaman belakang atau ruang bawah tanah,".
Atau Bunda bisa juga memberi opsi lain, seperti, "pilih satu kegiatan lagi sebelum kita pergi," supaya anak tetap merasa punya suara. Jika anak kesulitan memutuskan, Bunda bisa menawarkan, "kamu pilih sendiri atau Bunda yang pilihkan untukmu?".
Dengan begitu, anak akan merasa berdaya karena tetap bisa membuat pilihan di dalam batasan yang sudah Bunda tetapkan sebelumnya.
4. Pentingnya konsistensi dan batasan dari Bunda
Balita sering membuat Bunda kewalahan saat diberi batasan, dan perilaku ini tidak langsung hilang setelah mereka tumbuh. Meski begitu, Bunda, hal ini justru menunjukkan bahwa anak berkembang dengan sehat.
Anak-anak belajar tentang apa yang aman dan tidak dari batasan mereka. Jika batasan sering berubah, mereka akan kebingungan dan berusaha lebih keras lagi.
Sebagai orang tua, Bunda perlu selalu bersikap konsisten, tenang, dan jelas saat menetapkan aturan, bahkan saat anak sedang marah atau menolak sesuatu.
5. Ajari anak dengan menjelaskan reaksi kita
Kadang, Bunda bisa spontan berkata "tidak!" saat sedang panik atau khawatir. Reaksi seperti ini wajar, tapi perlu juga untuk memberikan penjelasan setelahnya.
Misalnya, saat anak menarik kalung yang ingin putus, Bunda bisa memberinya penjelasan, "Aku khawatir kalung itu akan rusak. Kalung ini penting dan butuh biaya untuk diperbaiki".
Anak pun akan memahami dan bisa meminta maaf, seperti, "Maaf Bunda, itu tidak sengaja, aku tidak akan mengulanginya lagi". Dengan memperbaiki reaksi dan menjelaskan alasan di baliknya, anak akan belajar tentang tanggung jawab dan empati.
6. Tetap teguh dengan aturan saat anak bertumbuh
Seiring anak tumbuh, batasan mungkin terlihat berbeda, tapi maksudnya tetap sama. Pesan inti yang Bunda sampaikan harus konsisten meski cara penyampaiannya bisa saja berubah.
Contohnya, menolak ajakan anak pergi ke taman sepulang sekolah bisa dijelaskan dengan, "Aku mengerti, tapi hari ini kita sudah ada rencana lain". Begitu juga saat mengakhiri kegiatan, Bunda bisa berkata, "kita sudah selesai sekarang," atau "saatnya pulang,".
Lebih lanjut, Bunda juga bisa mengakui perasaan anak sambil tetap bersikap tegas, misalnya, "tidak apa-apa kalau kesal, tapi itu tidak akan mengubah rencana. Aku tetap di sini bersamamu".
Dengan cara ini, anak belajar kalau batasan dan kasih sayang itu bisa berjalan beriringan, Bunda. Pelajaran ini pun akan berguna bagi mereka di setiap tahap kehidupannya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ndf/fir)
.png)
20 hours ago
8
















































