RAKYAT MERDEKA — Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur mengungkap bahwa sedikitnya 150 warga negara Indonesia (WNI) menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Sebagian dari mereka masih menjalani proses hukum, mulai dari penyidikan hingga persidangan dan tahap banding.
Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur, Danang Waskito, menjelaskan kondisi tersebut saat membuka kegiatan Review Penanganan Kasus WNI Terancam Hukuman Mati dan Non-Hukuman Mati di Malaysia pada Selasa (2/12). Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia terus mengupayakan perlindungan maksimal bagi semua WNI yang berhadapan dengan hukum di negara tersebut.
Danang menekankan bahwa Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur, KJRI Johor Bahru, dan KJRI Penang memainkan peran kunci dalam memastikan setiap WNI mendapatkan pendampingan hukum yang layak. Ketiga perwakilan itu berupaya memastikan proses yang dijalani para WNI tetap selaras dengan prinsip peradilan yang adil (fair trial).
Langkah-langkah pendampingan tersebut mencakup:
- menyediakan pengacara bagi WNI yang tidak mampu membiayai pembelaan,
- memantau jalannya persidangan dan menghadiri sidang-sidang penting,
- memastikan hak-hak terdakwa dihormati,
- melakukan kunjungan konsuler untuk mengecek kondisi fisik maupun psikologis para tahanan.
Selain itu, perwakilan RI menjalin komunikasi rutin dengan aparat hukum Malaysia untuk mendapatkan informasi yang akurat serta memperjuangkan perlakuan yang manusiawi bagi para WNI.
Advokasi Diplomatik hingga Permohonan Pengampunan
Tidak hanya pendampingan hukum, pemerintah juga menyiapkan langkah diplomatik untuk membantu WNI yang kasusnya masuk tahap berat. Bentuk dukungan ini biasanya dilakukan pada momen krusial, termasuk ketika mengajukan permohonan pengampunan kepada Yang di-Pertuan Agong atau Sultan Negeri.
Danang menjelaskan bahwa tantangan yang dihadapi di lapangan cukup besar. Setiap kasus memiliki kompleksitas tersendiri, mulai dari kesulitan pembuktian, hambatan bahasa, pemahaman hukum yang terbatas, hingga proses banding yang memakan waktu panjang.
“Koordinasi antarlembaga menjadi fondasi penting agar perlindungan hukum dan diplomasi untuk WNI bisa berjalan lebih efektif,” ujar Danang.
Sebagian Besar Kasus Terkait Narkotika
KBRI mengungkap bahwa mayoritas kasus yang menjerat WNI berkaitan dengan tindak pidana narkotika. Ada yang bertindak sebagai kurir, menjadi korban penipuan sindikat, atau terlibat tanpa memahami konsekuensi hukumnya. Selain kasus narkotika, terdapat pula perkara pembunuhan dan tindak pidana berat lainnya yang memerlukan perhatian intensif.
Setiap kasus memiliki latar belakang sosial dan hukum yang berbeda, sehingga pendekatan penanganannya juga harus disesuaikan.
Menurut Danang, perlindungan tidak bisa hanya bersifat reaktif. Edukasi hukum bagi calon pekerja migran harus ditingkatkan agar mereka memahami risiko serta konsekuensi hukum sebelum berangkat ke negara tujuan.
Ia berharap kegiatan yang dilakukan hari itu dapat memperkuat kerja sama lintas lembaga sekaligus menghasilkan solusi nyata bagi para WNI yang sedang menghadapi proses hukum di Malaysia.
Kemenkumham Soroti Peran Atase Hukum dan Isu Kewarganegaraan
Sekretaris Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Hantor Situmorang, menambah bahwa Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur juga memiliki tanggung jawab penting dalam isu yang berkaitan dengan status kewarganegaraan—sebuah perhatian khusus dari Presiden Prabowo Subianto.
Hantor menegaskan bahwa kegiatan ini membuktikan komitmen negara dalam mendampingi WNI yang menghadapi hukuman mati di luar negeri. Ia juga menyoroti pentingnya pemahaman hukum nasional agar komunikasi lintas negara dapat berjalan efektif, termasuk dengan otoritas hukum Malaysia dan para praktisi hukum setempat.
Selain itu, Direktorat Jenderal AHU juga menangani layanan hukum pidana internasional seperti Mutual Legal Assistance (MLA), ekstradisi, dan transfer narapidana.
.png)

















































