Amnesty Desak Kapolri Ungkap Pihak yang Intimidasi Band Sukatani

13 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar mengungkap pihak yang mengintimidasi band punk Sukatani karena lagu ‘Bayar Bayar Bayar’.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut intimidasi dan penarikan karya seni dari ruang publik merupakan pelanggaran terhadap kebebesan berekspresi. Menurut Usman, tidak mungkin musisi asal Purbalingga, Jawa Tengah, itu membuat video permohonan maaf kepada Kapolri tanpa adanya tekanan. 

"Polri harus mengungkap siapa pihak-pihak yang diduga menekan Sukatani untuk membuat video permohonan maaf dan menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari ruang publik,” kata Usman dalam keterangannya kepada Tempo, 21 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, Amnesty juga mendesak Polri menjamin kebebasan setiap warga negara dalam berkesenian, dan memastikan bahwa Sukatani terbebas dari segala bentuk ancaman maupun intimidasi dalam menyuarakan kritik sosial lewat karya-karya mereka. 
  
Usman menjelaskan, dalam perspektif HAM, musik adalah salah satu pilar penting bagi masyarakat dalam menyalurkan aspirasi mereka terhadap realita yang mereka alami. Sebab, hak untuk berkesenian adalah bagian yang tak terpisahkan dari hak asasi manusia. Hak atas kebebasan berekspresi lewat karya seni dijamin dalam Pasal 19 Konvesi Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan dalam pasal 27 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). 
  
Usman mengatakan seni menjadi salah satu ruang publik yang akhir-akhir ini menjadi target represi dan pembredelan oleh negara. Pada Desember lalu, karya seni Lukis Yos Seprapto juga diturunkan dari galeri. Beberapa hari yang lalu pertunjukan drama Wawancara Dengan Mulyono juga dilarang untuk dipentaskan. 

“Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya seni sebagai ekspresi HAM dan kritik sosial yang dapat membawa perubahan di masyarakat,” kata Usman. “Membungkam seni sama saja dengan membungkam hak asasi manusia.” 

Usman menyesalkan polisi yang semestinya bertugas melindungi HAM, malah menjadi pihak yang memberangus hak dasar warga negara dalam menikmati dan menyebarkan karya seni. 

“Ketakukan terhadap karya seni menunjukkan bahwa pemerintah dan aparat keamanan anti terhadap kritik yang disampaikan oleh masyarakat lewat karya seni secara damai,” tuturnya.

Usman menyebut bahwa pembredelan maupun pelarangan karya seni adalah salah satu praktek-praktek otoriter yang masih dilakukan oleh negara pasca reformasi 1998. “Ini harus dihentikan dan ruang seni harus bebas dari intervensi aparat maupun negara,” katanya. 

Sementara itu, Kepolisian Daerah Jawa Tengah mempersilakan Sukatani menyanyikan dan mengedarkan lagu bertajuk “Bayar Bayar Bayar”. Lagu yang sebagian liriknya berbunyi 'bayar polisi' itu sebelumnya telah ditarik dari semua platform musik.

Kabid Humas Polda Jateng Komisaris Besar Artanto menjawab pertanyaan ihwal boleh kah Sukatani manggung dengan lagu Bayar Bayar Bayar. "Ya, monggo (silakan) aja," ujarnya dalam keterangan video yang diterima Tempo pada Jumat, 21 Februari 2025.

Selain itu, Artanto juga mengatakan Sukatani bisa mengedarkan lagunya kembali. "Monggo aja, bebas, tidak ada masalah." 

Dia menuturkan, Polri menghargai kritik dalam lagu tersebut. Bahkan, lanjutnya, yang memberikan kritik membangun kepada Kepolisian merupakan teman Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Sementara itu, Subbidang Pengamanan Internal Bidang Profesi dan Pengaman Polda Jawa Tengah memeriksa empat personel Sub Direktorat 1 Reserse Siber Polda Jawa Tengah buntut dugaan represi kepada Band Sukatani.

“Perlu ditegaskan bahwa kami menjamin perlindungan dan keamanan dua personel Band Sukatani,” dikutip dari pengumuman resmi Polri melalui akun X resmi mereka @Divpropam Polri.
  
Pada Kamis 20 Februari 2025, Sukatani mengunggah sebuah video permohonan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri setelah lagu Bayar Bayar Bayar yang liriknya bayar polisi viral di berbagai platform media sosial. 
  
Tidak hanya itu, Sukatani juga menyatakan menarik lagu tersebut dari peredaran dan meminta pengikutnya untuk menghapus karya seni tersebut di platform-platform yang ada di sosial media.

Jihan Ristiyanti dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online