Anggota Komisi II DPR: Revisi Paket UU Politik Tantangan 100 Hari Kerja Prabowo

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan perbaikan sistem politik, salah satunya dengan merevisi paket undang-undang (UU) tentang politik.

“Perbaikan sistem politik itu bisa dilakukan dengan revisi paket UU politik melalui sistem omnibus law, yang akan menggabungkan banyak UU, seperti UU Pemilu, Pilkada, Partai Politik, dan UU lainnya,” kata Toha dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebutkan banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem politik di Indonesia setelah pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Misalnya, mengenai pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).

“PKB mengusulkan agar pelaksanaan pileg dan pilpres dipisah, yaitu pileg dahulu baru kemudian pilpres," ujarnya.

Menurut dia, selama kedua pemilihan itu digelar serentak, maka masyarakat lebih berfokus pada pilpres, sebaliknya gelaran pileg kurang mendapatkan perhatian.

“Akhirnya, para caleg yang bertarung dalam pileg kurang mendapatkan atensi dari masyarakat. Pilpres lebih diminati,” ucapnya.

Dia menilai sistem pelaksanaan pilkada juga harus diperbaiki. Pemilihan gubernur secara langsung, kata dia, tidak efektif dan efisien karena memakan anggaran yang sangat besar.

“PKB mengusulkan pilkada tingkat provinsi atau pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD provinsi, tidak lagi melalui pemilihan langsung oleh masyarakat,” tuturnya.

Sebaliknya, dengan sistem pemilihan gubernur melalui DPRD, maka dapat menghemat anggaran yang harus dikucurkan. “Otonomi daerah sejatinya juga berada di tingkat kabupaten dan kota, bukan di tingkat provinsi," kata dia.

Toha menyebutkan tantangan pemerintahan Prabowo berikutnya adalah perpindahan ibu kota dan aparatur sipil negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara atau IKN. Menurut dia, perpindahan ibu kota ke IKN tidak mudah dan membutuhkan persiapan yang matang dari pemerintah, serta tidak boleh tergesa-gesa.

Dia menekankan target Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) harus lebih realistis dan menerapkan target pencapaian pembangunan yang terukur. Sebab, kata dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 untuk IKN masih sejumlah Rp 6,3 triliun dari rancangan anggaran sebesar Rp 400,3 triliun.

“Begitu juga soal perpindahan ASN ke IKN. Kemenpan RB harus menunggu arahan dan peraturan presiden (Perpres). Tidak mudah bagi ASN untuk pindah ke IKN. Selain soal infrastruktur, mereka juga harus beradaptasi dengan lingkungan,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Adies Kadir: Omnibus Law Politik Kemungkinan Dibahas Setelah Reses

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan pembahasan wacana omnibus law politik kemungkinan akan dilakukan setelah dibukanya kembali masa persidangan DPR atau usai rampungnya masa reses.

Masa reses DPR periode 2024-2029 berakhir pada Senin, 20 Januari 2025. Sedangkan masa persidangan akan dimulai kembali satu hari setelahnya atau pada Selasa, 21 Januari 2025.

“Mungkin di tanggal 22 (Rabu, 22 Januari 2025) diadakan rapat pimpinan, insyaallah Rabu, setelah reses,” kata Adies di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jakarta Barat, Jumat, 17 Januari 2025.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, dalam rencana agenda tersebut, para pimpinan fraksi partai akan melakukan pertemuan terlebih dahulu. Tujuannya untuk membahas persoalan lain, tidak hanya mengenai omnibus law politik.

Menurut Adies, pertemuan antara para pimpinan fraksi partai amat penting, karena untuk mengkaji lebih dalam ihwal wacana tersebut. “Di sisi lain juga banyak undang-undang prioritas yang lain, yang akan segera juga minta disahkan oleh komisi-komisi,” ujar dia.

Sebelumnya, Komisi II DPR yang mempunyai ruang lingkup tugas di bidang pemerintahan dalam negeri menyatakan akan mulai menyusun draf omnibus law politik pada tahun ini. Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan saat ini DPR sedang mendengarkan masukan informal ihwal wacana tersebut. Forum pemberian masukan formal dari masyarakat, kata dia, akan dilakukan setelah masa reses usai, atau pada 20 Januari.

Adapun anggota Komisi II DPR Ahmad Irawan mengatakan saat ini komisinya masih melakukan kajian mengenai untung dan ruginya penyusunan draf omnibus law politik. “Semuanya masih dikaji secara holistik dan komprehensif,” kata Ahmad.

Andi Adam Faturahman dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Respons Ombudsman dan Pemprov Banten atas Penerbitan Sertifikat Pagar Laut Tangerang

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online