TEMPO.CO, Jakarta – Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan mengatakan Indonesia akan maju jika ada meritokrasi dalam aspek tata pengelolaan pemerintah. Anies mengatakan meritokrasi membuat publik percaya pada kompetensi, integritas, dan kedekatan.
Anies menceritakan soal sistem meritokrasi yang berjalan di zaman khulafaur rasyidin atau era khalifah setelah Nabi Muhammad meninggal dunia. Empat khalifah pertama dalam Islam, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, hidup pada tahun 632–661 M.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anies, meritokrasi dalam proses pengangkatan khalifah berjalan melalui musyawarah dan sidang syuro. Mantan rektor Universitas Paramadina ini menyebut, Umar dan Ali bahkan secara tegas mengatakan jangan sampai anak-anaknya ikut dalam proses pencalonan pengganti keduanya.
“Waktu itu belum ada Mahkamah Konstitusi. Untung belum ada MK,” kata Anies disambut tawa jemaah saat ceramah di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung pada Sabtu, 8 Maret 2025, dikutip dari siaran YouTube. Anies mengatakan saat ini sistem meritokrasi di Indonesia sudah hilang.
Meritokrasi, kata Anies, artinya tak ada perbedaan pandang dalam proses pengangkatan suatu pemimpin. “Walau pun dia anak, walau dia keponakan, kalau baik ya baik, kalau tidak ya tidak,” kata dia.
MK ditimpa skandal saat pemilihan presiden atau pilpres 2024. Presiden Joko Widodo ditengarai cawe-cawe mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, berkontestasi dalam pemilu. Gibran akhirnya menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto berhadapan dengan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Jalan Gibran menjadi calon wakil presiden itu penuh kontroversi. Awalnya dia tak memenuhi syarat pencalonan karena usianya masih 36 tahun. Sedangkan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu mengatur batas minimal calon presiden dan wakil presiden adalah 40 tahun.
Pasal tersebut lantas diuji materi ke Mahkamah Konstitusi pada 2023. MK, yang saat itu diketuai Anwar Usman, paman Gibran, mengabulkan uji materi tersebut dengan menambahkan frasa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah”.
Gibran, yang menjabat Wali Kota Solo, pun memenuhi syarat pencalonan. Kontroversi itu berlanjut dengan pemecatan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK karena Majelis Kehormatan MK menyimpulkan paman Gibran itu terbukti melanggar kode etik berat dalam putusan uji materi tersebut. Jokowi berulang kali menyangkal intervensi MK saat menjabat presiden.