Bagini Cara Minimalisir Kontraksi Ekonomi Akibat PPN 12 Persen

3 months ago 43

INFO NASIONAL – Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Kenaikan ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dimana kenaikan ini dilakukan secara bertahap. Sebelumnya, pada 1 April 2022 telah ada kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen.

Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat mengalami kontraksi ekonomi namun dalam jangka pendek. “Kenaikan PPN berpotensi menimbulkan perlambatan ekonomi yang marginal dalam jangka pendek melalui penurunan konsumsi rumah tangga dan tekanan inflasi,” katanya kepada Tempo, belum lama ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, lanjut dia, dampak ini dapat diminimalkan melalui paket stimulus yang tepat sasaran, subsidi, serta insentif yang diberikan kepada sektor-sektor strategis. “Penting bagi pemerintah untuk memastikan pelaksanaan belanja yang efisien untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” kata dia.

Sementara itu, Pengamat Pajak Yustinus Prastowo meminta agar mencermati terjadinya penurunan konsumsi akibat dari kontraksi ekonomi yang disebabkan kenaikan tarif 12 persen. “Kita lihat itu, ada resiko di situ,” kata dia.

Tetapi menurut Yustinus, penurunan konsumsi masyarakat bisa diminimalisir. “Pemerintah harus genjot ekonomi. Pemerintah harus bisa mendorong sektor tertentu untuk digerakkan semisal semasa Covid-19 ada padat karya yang mendapatkan dukungan insentif sehingga orang bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan tambahan yang tidak dipajaki. Hal ini bisa dilakukan ke depan,” kata dia.

Yustinus juga mengingatkan, dengan adanya Makan Bergizi Gratis maka semestinya memberikan dampak pada permintaan kebutuhan pokok. “Selain itu, semestinya dapat juga meningkatkan penambahan lapangan kerja,” kata dia.

Pemerintah, kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, telah menyiapkan stimulus dan paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan yang akan semakin melindungi kelompok masyarakat tidak atau kurang mampu. Hal itu sebagaimana telah diumumkan dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian pada 16 Desember 2024.

Adapun paket insentif itu meliputi pertama, dukungan untuk Rumah Tangga dan Individu (PMK). Pemerintah akan menyalurkan bantuan pangan berupa beras bagi 16 juta keluarga penerima manfaat. “Setiap keluarga akan menerima 10 kg beras per bulan selama dua bulan, yaitu Januari dan Februari 2025,” kata dia dalam keterangan resmi, 21 Desember 2024.

Selain itu, terdapat PPN DTP 1 persen untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak Kita selama 1 tahun. Pemerintah juga akan meberikan diskon 50 persen untuk tagihan listrik diberikan kepada pelanggan dengan daya 2200VA atau lebih rendah selama dua bulan pertama di tahun 2025. “Terdapat juga diskon PPN DTP bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar atas Rp 2 miliar pertama,” kata dia. Adapun rinciannya, diskon 100 persen untuk bulan Januari-Juni 2025, dan 50 persen untuk bulan Juli-Desember 2025.

Kedua, pemerintah juga memberikan dukungan untuk pekerja yakni berupa perbaikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan bagi pekerja yang mengalami PHK. Ketiga, stimulus yang diberikan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berdasarkan perubahan PP no 55 Tahun 2022.

“Stimulus berupa pertama, perpanjangan masa berlaku bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) UMKM yang telah menggunakan tarif PPh Final 0,5 persen selama 7 tahun dan berakhir pada tahun 2024, diperpanjang untuk tahun 2025,” kata Dwi. Selain itu, bagi WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5 persen selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai PP 55/2022. UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun juga dibebaskan sepenuhnya dari kewajiban membayar PPh.

Keempat, pemerintah juga memberi dukungan untuk sektor industri dan padat karya (PMK). Menurut Dwi, pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan akan mendapat insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Terdapat juga bantuan 50 persen untuk Jaminan Kecelakaan Kerja sektor padat karya selama 6 (enam) bulan yang dibayar oleh BPJSTK. “Pemerintah juga memberika subsidi bunga 5 persen untuk pinjaman oleh perusahaan tekstil untuk revitalisasi mesin.”

Kelima, terdapat stimulus untuk sektor perumahan (PMK PPN DTP). Pemerintah, kata Dwi, memberikan diskon PPN DTP untuk pembelian rumah sebagai sektor dengan multiplier tinggi dengan harga jual hingga Rp 5 miliar untuk Rp 2 miliar pertama, dengan skema diskon 100 persen pada periode Januari – Juni 2025 dan diskon 50 persen pada periode Juli – Desember 2025.

Keenam, terdapat insentif untuk sektor otomotif (PMK PPN DTP). “Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) mendapat berbagai insentif, termasuk PPN DTP 10 persen untuk KBLBB, PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor CBU dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU.” Sedangkan  untuk kendaraan bermotor hybrid diberikan insentif berupa PPnBM DTP sebesar 3 persen.

Dwi mengatakan, pemberian paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan tersebut akan melengkapi  berbagai program pemerintah yang saat ini telah dianggarakan dalam APBN 2025, khususnya yang berkaitan langsung dengan masyarakat, seperti: pertama, pendidikan sebesar Rp 722,6 triliun antara lain untuk peningkatan akses dan kualitas pendidikan (PIP, KIP Kuliah, BOS, BOP Paud, dan beasiswa LPDP), makan bergizi anak sekolah.

“Kedua, perlindungan sosial sebesar Rp 504,7 triliun antara lain PKH, Kartu Sembako, PIP, dan KIP Kuliah,” kata dia. Sedangkan ketiga, kesehatan sebesar Rp 197,8 triliun antara lain percepatan penurunan stunting dan penurunan kasus TBC, pemeriksaan kesehatan gratis, dan program JKN.

Keempat, ketahanan pangan sebesar Rp 124,4 triliun antara lain ekstensifikasi lahan pertanian beserta sarana dan prasarananya, lumbung pangan dan akses pembiayaan petani, serta penguatan cadangan pangan nasional. “Total paket insentif ekonomi di atas sebesar Rp 1.549,5 triliun  atau 51,56 persen dari total penerimaan APBN 2025,” ujar Dwi. (*)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online