TNI mengisi jabatan sipil secara implisit adalah bentuk pengembalian peran ganda militer di Indonesia. Hal ini disebut peran ganda karena mengacu kepada UNdang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 20024 tentang tentara Nasional Indonesia, TNI pembentukannya ditujukan sebagai alat pertahanan negara.
Mereka bekerja sebagai penegak kedaulatan, melindungi keselamatan bangsa, dan menjalankan operasi militer saja. Namun, pengisian jabatan sipil tidak pernah menjadi tugas mereka selain dalam 10 instansi sipil yang memang berhubungan dengan ketahanan, kedaulatan, dan militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada pun 10 instansi tersebut diatur dalam pasal 47, yakni Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Pelarangan adanya peran ganda militer ini didasari oleh Reformasi 1998 yang melihat bahwa pengejahwantahan peran ganda atau Dwifungsi ABRI pada rezim orde Baru merugikan rakyat Indonesia. Peran-peran strategis TNI dalam jabatan sipil akhirnya dihapuskan di masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid untuk mengatasi konflik-konflik yang muncul dari dwifungsi ini.
Imparsial mengkritik rencana pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Pasalnya, aturan pelaksana dari revisi Undang-Undang ASN tersebut juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.
"Kami memandang bahwa jika pengaturan teknis tentang penempatan TNI dan Polri aktif benar diakomodir dalam PP tersebut, jelas hal itu akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Maret 2024.
Adanya penghapusan ataupun pengurangan jabatan militer ini didasari oleh banyak faktor. Salah satunya adalah konflik atas kejelasan profesionalisme kinerja militer di Indonesia. Gufron Mabruri mengatakan, penempatan militer, TNI dan Polri aktif dalam jabatan sipil akan menjadi ancaman demokrasi.
Akibatnya, nanti militer tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai alat pertahanan dan elemen penegak hukum dalam masyarakat. Jika TNI mengisi jabatan sipil, yang akan dikhawatirkan adalah kemungkinan legitimasi hukum tidak bisa lagi terjaga karena adanya tangan militer yang sudah berbeda jauh dengan ranah sipil.
Polemik mengenai pengembalian militer bisa masuk ke dalam jabatan sipil juga ditentang oleh Presiden ke-IV Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menyebutkan bahwasannya TNI ataupun militer bisa masuk ke dalam jabatan sipil jika dia tidak memegang tanggung jawab militer apa pun lagi.
"Itu salah satu doktrin yang kami keluarkan dulu pada saat reformasi. Kalau mau berpolitik, pensiun," ucap SBY yang pernah menjabat Ketua Tim Reformasi ABRI kala itu, Ahad 23 Februari 2025.
Namun, bentuk pernyataan SBY ini berlawanan dengan Presiden Prabowo yang memilih Sekretaris Kabinet dari panglima militer TNI yang masih aktif, Mayor Teddy Indra Wijaya. TNI mengisi jabatan sipil ini juga semakin banyak terjadi. Termasuk dalam pelaksanaan program unggulan kabinet Merah-Putih seperti makan Bergizi Gratis dan ketahanan pangan.
Amelia Rahima Sari, Novali Panji Nugroho, dan Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.