TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Kompolnas Poengky Indarti menilai kritikan band Sukatani kepada polisi adalah bentuk kebasan berekspresi. Polri, kata dia, seharusnya memperkuat pengawasan dan menindak tegas anggotanya yang diduga melakukan tindakan transaksional dalam bertugas, bukan malah membungkam kebebasan berekspresi rakyat.
“Hal tersebut merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi, yang disampaikan melalui seni. Sehingga tidak layak untuk dilarang, diproses hukum, dan diadili,” kata Poengky melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 22 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan ini disampaikan Poengky sebagai respons atas penarikan lagu band punk Sukatani bertajuk 'Bayar Bayar Bayar' yang berisi kritik untuk polisi dari seluruh platform pemutar musik.
Sukatani sebelumnya menarik lagu berjudul 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik. Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personel band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025.
Dalam unggahan itu, dua personel Sukatani, gitaris Muhammad Syifa Al Lufti dan vokalis Novi Citra Indriyati, menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan institusi kepolisian. Mereka tampil tanpa topeng. Padahal dalam melancarkan aksi panggungnya, Sukatani memilih untuk jadi anonim di depan publik.
Menurut Lutfi, Sukatani meminta maaf atas muatan lirik dalam salah satu lagu dalam album Gelap Gempita itu. Lutfi mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” kata dia.
Adapun Poengky mengaku baru mendengar penggalan lagu tersebut dari media sosial dan membaca liriknya di media massa. Meski begitu, dia memiliki pandangan bahwa karya tersebut merupakan luapan perasaan grup musik asal Purbalingga tersebut atas realitas yang terjadi di masyarakat.
“Ternyata diduga masih ada anggota Polri yang justru melakukan pelanggaran hukum, dengan minta dibayar, disuap, dan pungli,” ujarnya.
Dibanding menekan hak suara mereka yang merupakan bagian dari rakyat, Poengky menilai polisi seharusnya berkaca dari kritik yang disampaikan dalam karya yang diredam itu. Menurut dia, perilaku pembungkaman tersebut justru merupakan penyimpangan dari tugas-tugas mulia anggota polisi yang seharusnya mengayomi masyarakat.
Dia menyebut, lagu, sebagai wujud seni, bisa menjadi sarana untuk mengemukakan kritik sosial. Lagu 'Surat Buat Wakil Rakyat', 'Umar Bakri', 'Bento', dan 'Galang Rambu Anarki' milik Iwan Fals, sebagai contoh. Sementara untuk musisi luar negeri, ada John Lennon dengan lagu 'Imagine' yang ia nyanyikan untuk mengkritik Pemerintah Amerika Serikat di Perang Vietnam.
Oleh karena itu, Poengky berharap seniman Tanah Air tidak patah arang dan malah memiliki semangat yang semakin membara untuk menggemakan kritik melalui karya seni. “Saya berharap masyarakat tetap berani menyuarakan kritik, agar praktik-praktik buruk yang merugikan rakyat dapat dibongkar dan dihapuskan,” ucapnya.
Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.