Jakarta -
Dunia medis baru-baru ini digemparkan dengan temuan baru terkait perawatan reproduksi berbantu atau Assisted Reproductive Technology (ART). Tim peneliti dari Oregon Health and Science University di Portland berhasil menciptakan sel telur manusia dari sel kulit, Bunda.
Penelitian ini berpotensi mengubah perawatan in vitro fertilization (IVF) atau bayi tabung di masa datang. Tak hanya itu, temuan ini juga nantinya dapat menjadi pilihan pasangan suami istri yang kerap gagal IVF.
Dilansir The Guardian, penelitian ini masih dalam tahap awal. Namun, jika para ilmuwan dapat menyempurnakan prosesnya, maka hasil penelitian akan menyediakan sel telur yang terkait secara genetik bagi perempuan yang tidak subur karena usia lanjut, penyakit, atau mendapatkan perawatan medis.
"Kelompok pasien terbesar yang mungkin mendapat manfaat adalah perempuan dengan usia lanjut," kata pemimpin penelitian Prof. Shoukhrat Mitalipov.
"Kelompok lainnya adalah mereka yang telah menjalani kemoterapi. Sebab, hal itu dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk memiliki sel telur yang layak," sambungnya.
Meskipun perempuan diharapkan menjadi penerima manfaatnya, sel kulit yang akan digunakan untuk menghasilkan sel telur tidak harus berasal dari calon ibu. Sel kulit juga bisa didapatkan dari laki-laki, Bunda.
"Kami menggunakan sel kulit perempuan dalam penelitian ini, tetapi kita juga dapat menggunakan sel kulit dari laki-laki," ujar Mitalipov.
Ide menciptakan sel telur dari sel kulit
Lebih lanjut, penelitian ini memanfaatkan kloning yang dipelopori pada tahun 1990-an di Roslin Institute di Skotlandia. Sebuah tim yang dipimpin oleh mendiang pakar Ian Wilmut menggunakan transfer inti sel somatik untuk menciptakan domba Dolly.
Proses tersebut melibatkan pengambilan inti sel dari sel domba dewasa dan menempatkannya ke dalam sel telur domba yang inti selnya telah dibuang. Sel telur yang dihasilkan lalu dibawa hingga lahir oleh induk pengganti Dolly.
Dari pendekatan tersebut, tim peneliti mengumpulkan sel-sel kulit dari perempuan dan mengambil inti sel dari masing-masing sel. Inti sel tersebut mengandung 46 kromosom yang membawa sekitar 20.000 gen yang menyusun kode genetik manusia. Setiap inti sel kulit ditempatkan pada sel telur donor sehat yang inti selnya telah dibuang.
Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah sel telur manusia yang sehat hanya mengandung 23 kromosom. Sebanyak 23 kromosom lainnya masuk ke dalam sperma saat pembuahan dan dibutuhkan agar sel telur yang telah dibuahi berkembang menjadi embrio hingga akhirnya menjadi bayi.
Dalam studi yang diterbitkan di Nature Communications ini, tim peneliti menjelaskan bagaimana mereka mengatasi masalah kromosom tersebut. Caranya adalah mengaktifkan sel telur yang telah dibuahi oleh sperma menggunakan senyawa yang disebut roscovitine.
Prosedur tersebut membuat sel telur memindahkan sekitar setengah kromosomnya ke dalam struktur yang disebut badan kutub, sehingga kromosom yang tersisa dapat berpasangan dengan kromosom dari sperma.
Seperti diketahui, dalam sel telur manusia yang sehat dan telah dibuahi, 23 kromosom dari ibu akan berpasangan dengan 23 kromosom dari ayah. Namun, tim peneliti menemukan bahwa kromosom dalam sel telur mereka terpisah dan berpasangan secara acak. Hal tersebut menyebabkan embrio tahap awal memiliki jumlah kromosom dan pasangan kromosom yang salah.
"Kompleks kromosom abnormal ini tidak diharapkan menghasilkan bayi yang sehat," kata salah satu penulis studi di Oregon, Prof. Paula Amato.
Nah, dari 82 sel telur yang dibuat di laboratorium Oregon, kurang dari 10 persennya berkembang ke tahap di mana embrio IVF biasanya ditransfer ke rahim ibu. Hal itu menunjukkan bahwa prosesnya tidak terlalu efisien.
Mitalipov menyebut penelitian ini sebagai 'bukti konsep' dengan lebih banyak tantangan di depan. Menyempurnakan teknik dan mendemonstrasikan keamanannya pada pasien mungkin membutuhkan waktu satu dekade lagi, Bunda.
"Sejauh ini, saya pikir ini akan lebih sulit daripada yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun, tetapi bukan berarti mustahil," ujarnya.
Pendapat positif dari pakar soal temuan studi
Temuan ini mendapat sorotan dari para pakar di dunia, Bunda. Beberapa di antaranya adalah ilmuwan dari University of Southampton, Prof. Richard Anderson dan Prof. Ying Cheong.
"Banyak perempuan tidak dapat memiliki keluarga karena kehilangan sel telur, yang dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk setelah perawatan kanker. Kemampuan untuk menghasilkan sel telur baru akan menjadi kemajuan besar. Akan ada masalah keamanan yang sangat penting, tetapi studi ini merupakan langkah maju untuk membantu banyak perempuan memiliki anak genetik mereka sendiri," ungkap Anderson.
"Dalam praktiknya, dokter semakin banyak menemui orang yang tidak dapat menggunakan sel telur mereka sendiri, sering kali karena usia atau kondisi medis. Meskipun ini masih merupakan penelitian laboratorium yang sangat awal, di masa depan hal ini dapat mengubah cara kita memahami infertilitas dan keguguran, dan mungkin suatu hari nanti membuka pintu untuk menciptakan sel seperti sel telur atau sperma bagi mereka yang tidak memiliki pilihan lain," kata Cheong.
Demikian temuan terbaru ilmuwan yang berhasil menemukan cara mengubah sel kulit menjadi embrio. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Bunda.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(ank/pri)