Kesenjangan Penghasilan, Cerita Hakim Ad Hoc PT Bandung Masih Kos agar Hemat

23 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Tinggi Bandung Lufsiana menceritakan ketimpangan penghasilan dan kesejahteraan antara hakim karier dan hakim adhoc di Indonesia. Dia menyebut banyak hakim ad hoc terpaksa tinggal di kos karena tunjangan perumahan yang diberikan tidak cukup untuk menyewa tempat tinggal yang layak.

"Hakim tidak boleh kos, kata presiden, tapi kenyataannya, banyak hakim adhoc masih tinggal di kos karena fasilitas yang minim," ujar Lufsiana kepada Tempo, Kamis 20 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lufsiana mengaku harus tinggal di kos di Bandung karena penugasannya jauh dari kampung halaman. "Saya kelahiran Palembang, rumah saya di Surabaya, tapi karena tugas di Bandung, saya harus ngekos di belakang pasar dekat Pengadilan Tinggi supaya hemat transportasi," katanya.

Menurut dia, bantuan tempat tinggal yang diberikan kepada hakim ad hoc hanya cukup untuk menyewa kamar kos kecil, jauh dari standar perumahan yang layak bagi pejabat negara. Hal ini berbeda dengan hakim karir yang memiliki fasilitas perumahan lebih baik.

Hakim ad hoc yang bertugas di daerah dengan biaya hidup tinggi seperti Indonesia timur, ujar  Lufsiana, juga tidak mendapatkan tunjangan kemahalan. Mereka pun tidak memperoleh uang makan, yang seharusnya menjadi hak semua pejabat negara.

Keresahan berikutnya, hakim ad hoc yang telah mengabdi selama 10 tahun pun tidak mendapat hak pensiun. Lufsiana mengatakan, pesangon yang diberikan hanya dua kali uang kehormatan—jauh dari standar pejabat negara lainnya seperti anggota DPR dan hakim MK yang berhak mendapatkan pensiun setelah lima tahun bertugas. "Setelah 10 tahun mengabdi, kami hanya diberi dua kali gaji. Hakim MK, anggota DPR, dapat pensiun. Kami? Tidak," kata Lufsiana.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh terus membiarkan diskriminasi ini terus terjadi. "Kami ini hakim juga. Sama-sama menegakkan hukum. Bedanya, kami dibayar murah, dipajaki, dan tak punya pensiun," ujarnya.

Walaupun tidak sama, ia pun meminta pemerintah untuk memperhatikan hakim ad hoc secara proporsional, "Jangan terlalu jauhlah bedanya."

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online