Ketua Dewan Pers Bicara Kekuatan Algoritma: Semua Sudah Masuk Penjajahan Digital

2 hours ago 1

loading...

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menilai sebagian besar kehidupan umat manusia telah dipengaruhi oleh algoritma. Foto/Achmad Al Fiqri

JAKARTA - Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menilai sebagian besar kehidupan umat manusia telah dipengaruhi oleh algoritma . Ia pun menilai kehidupan saat ini telah memasuki era digital colonialism.

Hal itu disampaikan Komaruddin usai melakukan serah terima jabatan (Sertijab) Kepengurusan Dewan Pers 2025-2028 di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025). Mulanya, Komaruddin menyinggung sebuah buku berjudul "The Age of Surveillance Capitalism" yang ditulis oleh Shoshana Zuboff.

"Buku itu mengatakan bahwa saat ini kita ini hampir-hampir kehilangan ruang privasi. Uangnya berapa, simpan di mana, belanjanya apa. Bahkan kita didorong untuk belajar apa," ujar Komaruddin.

Baca juga: Algoritma Google Berubah-ubah, Generasi Z Jadikan TikTok sebagai Mesin Pencari

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menganggap, algoritma telah mengarahkan kehidupan manusia, baik untuk belanja maupun berkegiatan. Ia pun menilai, hal itu merupakan tanda era digital colonialism.

"Semuanya itu sudah dipengaruhi, diarahkan oleh kekuatan algoritma yang untouchable dan uncontrollable. Jadi kita merasa punya duit, tapi duitnya itu pun ada pengontrol. Mana larinya untuk belanja apa," tutur Komaruddin.

"Sehingga ruang publik saat ini katanya, semua ini sudah masuk ya, yang namanya digital colonialism. Kolonialisasi digital, penjajahan digital. Masuk mata, telinga, pikiran, hati dan benda. Seakan-akan kita merdeka padahal kita ini digerakkan algoritma," imbuhnya.

Baca juga: Komaruddin Hidayat Resmi Jabat Ketua Dewan Pers, Ini Susunan Lengkap Pengurus Periode 2025-2028

Kendati demikian, Komaruddin menilai ada sisi positif dari pesatnya perkembangan teknologi, terkhusus untuk para pewarta. Apalagi, kata dia, sudah ada artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

"Tentu ini positifnya banyak. Memberikan pendidikan ruang publik, informasi membanjir. Kemudian buat kawan tidak capek-capek mencari berita, dan AI itu sekarang luar biasa memasuki ruang-ruang publik, bahkan sampai ruang pikiran, ruang hati. Sekarang ini para dosen pun terima kasih kepada AI, karena tidak pun capek-capek mengajar, cukup digantikan AI," ucapnya.

Dirinya sempat berpuasa medsos. Tetapi setelah menjadi Ketua Dewan Pers, ia menilai, puasa medsos tak bisa lagi dilakukan. "Karena harus tahu melalui semua informasi ini. Jadi puasa saya itu ya harus berhenti. Tapi saya yakin dengan kebersamaan, nawaitu kita yang ikhlas dan niat baik, kita bersama-sama bahwa Dewan Pers ini bagian dari departemen yang lain, dari siapa pun," tuturnya.

"Karena semuanya itu concern dengan membludaknya informasi. Apakah itu masuk kategori pers atau bukan pers. Tapi intinya bahwa di dalamnya berita, informasi, opini, persuasi, semuanya sudah membanjiri ruang publik. Dan Dewan Pers adalah salah satu instrumen bagaimana untuk mendidik, melatih, menjaga kewarasan publik dari banjirnya informasi ini," pungkasnya.

(rca)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online