loading...
Penjajah Belanda pernah memenjarakan orang-orang yang berkaitan dengan keturunan Yahudi Jerman di kamp konsentrasi di Ngawi, Ambarawa, dan Pulau Onrust. Foto/Ilustrasi/Ist
PenjajahBelanda pernah memenjarakan orang-orang yang berkaitan dengan keturunan Yahudi Jerman, masyarakat keturunan Indo-Eropa yang berayah Jerman, serta misionaris Katolik dan Protestan berkebangsaan Jerman. Mereka yang ditahan bermukim di wilayah Hindia Belanda.
Secara keseluruhan 2.800 orang yang dicurigai mengalami penangkapan. Penahanan terutama dilakukan terhadap para anggota NSB, yakni partai di negeri Belanda yang bersimpati dan mendukung Nazi Jerman.
Baca juga: Kisah Naik Haji Diperketat oleh Penjajah Belanda, Dianggap Simbol Perlawanan
Dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda", di Pulau Jawa mereka ditempatkan di kamp konsentrasi di daerah Ngawi (Jawa Timur), Ambarawa (Jawa Tengah), dan Pulau Onrust di Jawa Barat.
Hal itu diawali dengan kekalahan Belanda pada Perang Dunia Kedua berdampak signifikan termasuk ke Indonesia. Perang dunia yang berlangsung pada Mei 1940 itu pasukan Jerman menyerbu dan melancarkan serangan kilat dan bertempur selama empat hari yang membuat Kerajaan Belanda menyerah pada 15 Mei.
Sehari sebelumnya konon Ratu Belanda dan pemerintah kerajaan telah mengungsi dahulu meninggalkan negerinya ke London. Secara tidak terduga, Hindia Belanda harus berjuang sendirian. Amsterdam, dan Den Haag tidak lagi menjadi panggung politik yang menentukan perjalanan daerah koloni.
Baca juga: Kisah Perempuan Sakti Petapa Gua Pantai Selatan Berjuang Melawan Penjajah Belanda
Ancaman nyata terhadap Hindia Belanda adalah kemungkinan perluasan ekspansi sekutu Jerman di Asia, yaitu Jepang.
Di Batavia, Konsul Jenderal Jepang menghadap Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer untuk menyampaikan, pernyataan ikut berbelasungkawa atas malapetaka yang menimpa Belanda. Di tengah ucapan simpati itu terselip beberapa usulan dan tekanan-tekanan.
Di Tokyo duta besar Belanda dipanggil oleh Menteri Luar Negeri Jepang, Arita, yang menyampaikan rasa puas pemerintahannya atas kelancaran perdagangan dan pasokan bahan baku dari Hindia Belanda. Niat dan kepentingan Jepang tampak jelas dalam pernyataan itu.
Ancaman Jepang bermula ketika awal tahun 1930-an suatu elite militer yang menguasai pemerintahan Jepang mengambil keputusan untuk memperluas pengaruhnya di wilayah sekitarnya.
Pelaksanaan keputusan itu menghadapi tantangan dari Cina dan negara-negara Barat. Pada tahun 1937 pecah perang antara Cina dan Jepang sebagai akibat dari politik ekspansi itu.
(shf)