Kisah Rosna, Penenun Songket dari Solok yang Menembus Pasar Global

1 week ago 7

loading...

Di usia senjam Rosna semakin produktif menenun kisah sukses dari helai-helai songket Melayu hingga tembus ke pasar mancanegara. Foto/Dok. SindoNews

JAKARTA - Namanya Rosna, seorang perempuan tangguh yang di usia senja justru semakin produktif menenun kisah sukses dari helai-helai kain songket Melayu hingga ke pasar mancanegara. Pepatah Minang tiado rotan akar pun jadi, tiado kayujanjang dikapiang (tidak ada kayu, tangga pun dibelah), tampaknya tepat menggambarkan semangat perempuan pelosok Solok, Sumatera Barat ini.

Kisan ini dimulai saat Rosna berusia 29 tahun. Dengan tujuh anak yang harus diberi makan dan suami yang bekerja sebagai montir truk, Rosna merantau ke Pekanbaru dengan bekal tekad dan semangat pantang menyerah.

Awalnya, hidupnya penuh dengan pekerjaan serabutan—apa saja yang penting halal. Namun, titik balik datang di usia 41 tahun ketika ia mengikuti pelatihan menenun kain songket dari Dinas Ketenagakerjaan Pekanbaru. Ia sempat ragu. Tangan sudah tak secepat dulu, usia tak muda lagi, tapi tekadnya berbicara lain. "Kalau orang lain bisa, kok saya tidak?" kata Rosna, Rabu (9/4/2025).

Tiga bulan pertama, ia tekun belajar merapikan benang, menyambung motif, dan menguasai teknik dasar. Pelan tapi pasti, ia berhasil membuat kain tenun pertamanya. Sejak itu, pesanan mulai berdatangan, meski tak selalu stabil. Namun bagi Rosna, setiap helai kain adalah langkah menuju kehidupan yang lebih baik.

Tahun-tahun berlalu, hingga akhirnya pintu rezeki terbuka lebih lebar. Anak pertamanya, Dhea, yang bekerja di rumah tenun songket dan manufaktur, memperkenalkan hasil tenun Rosna ke jaringan ekspor. Kini, songket Melayu buatannya telah sampai ke Malaysia, Turki, hingga Dubai.

Tak hanya itu, ia juga mendapatkan alat tenun dari pemerintah daerah dan memulai produksi mandiri di rumah. Dalam sebulan, Rosna bisa menghasilkan 5 hingga 6 set kain tenun dengan omzet hingga Rp9 juta—semuanya tergantung tingkat kerumitan motif yang dikerjakan.

Perjalanan Rosna tak selalu mulus. Di tengah pesanan yang menggunung, ia sempat hampir menolak order karena kekurangan modal untuk membeli benang. Di titik inilah, tetangga menjadi penyelamat. Dari obrolan ringan di beranda rumah, ia tahu soal Amartha—platform pembiayaan mikro berbasis komunitas.

"Awalnya ibuk sempat ragu, tapi pas petugas Amartha datang dan bantu urus pengajuan. Alhamdulillah cair juga modal usaha," ujarnya.

Sejak 2021, ia menjadi mitra binaan Amartha. Selain pendanaan, Rosna juga mendapat pendampingan usaha, termasuk cara memasarkan kainnya lewat marketplace.

Kini, ia kembali tinggal di kampung halamannya di Solok. Rumah sudah direnovasi, suami mengelola ladang bawang, dan anak-anak turut membantu produksi maupun pemasaran. Di tengah rumah mungilnya, terdengar denting alat tenun, seolah jadi lagu pengiring harapan yang tak pernah padam.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online