TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman mengkritik langkah badan usaha milik negara (BUMN) Perum Bulog yang melibatkan Bintara Pembina Desa (Babinsa) dalam mengawal penyerapan gabah petani seharga Rp 6.500 per kilogram. Alex menilai instruksi tersebut berisiko disalahartikan oleh petani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kesan yang muncul di tingkat petani, aparat akan ‘memaksa’ mereka untuk menjual gabah atau berasnya pada Bulog,” kata Alex pada Kamis, 6 Februari 2025, dikutip dari keterangan tertulis.
Ia mengatakan Bulog hanya perlu turun tangan jika harga gabah yang ditawarkan petani sudah terlalu murah. Menurut dia, harga tebus sebesar Rp 6.500 per kg sesuai harga pembelian pemerintah (HPP). Meski demikian, ia menegaskan, Bulog harus membiarkan mekanisme pasar berjalan jika ada pedagang yang mau membeli dengan harga melebihi Rp 6.500.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengingatkan Bulog bahwa harga tebus tidak sama rata di seluruh wilayah Indonesia. Ia berkata, bisa saja ada pihak swasta di suatu daerah yang mampu membeli gabah di atas harga Rp 6.500.
“Jangan malah petani dikorbankan, ketika bisa menjual Rp 7.000 tapi terpaksa harus menjual Rp 6.500 sesuai harga Bulog,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan HPP gabah kering panen sebesar Rp 6.500 per kg. Kebijakan ini merespons harga gabah petani yang anjlok karena dibeli murah oleh pengusaha penggilingan padi.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun telah mengumpulkan para pengusaha penggiling gabah swasta untuk membahas pemberlakuan HPP tersebut. Menurut laporan yang diterima Amran, banyak praktik pembelian gabah di bawah HPP di wilayah Indonesia.
Kemudian, beredar kabar Bulog meminta petani berkomitmen menjual gabah kering seharga Rp 6.500 per kg dengan diawasi oleh Babinsa, Tim Jemput Gabah, dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Instruksi tersebut tertuang dalam dokumen berkop Bulog, bertajuk Surat Pernyataan Komitmen Pengadaan yang menyediakan kolom tanda tangan untuk Babinsa.
“Dengan ini menyatakan berkomitmen untuk menjual gabah kering petani (GKP) sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 6.500 per kilogram pada tanggal, bulan, tahun 2025 kepada Bulog,” demikian tertulis dalam surat yang harus diisi oleh petani.
Foto dari dokumen tersebut telah diperoleh Tempo dan ditunjukkan pada Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas. Saat itu, Zulhas membantah Babinsa mengawal penyerapan gabah kering oleh Bulog. Menurut dia, pengawalan oleh unsur militer di tingkat desa itu tidak bersifat mutlak.
“Tidak harus (dikawal Babinsa),” ujar Zulhas saat ditemui usai menginspeksi harga sembako di Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat, pada Rabu, 5 Maret 2025.
Kendati demikian, ia membeberkan ada kondisi khusus yang bisa mengecualikannya. “Tapi kalau belinya di bawah (HPP) ini, nah (pengusaha) bisa dipanggil (Babinsa),” ucap Zulhas.
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Perum Bulog Sudaryono juga mengatakan Babinsa tidak memiliki kewajiban mengawal Bulog menyerap gabah kering petani. “Enggak, Enggak ada kewajiban (Babinsa mengawal),” ujar Sudaryono saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 6 Maret 2025.
Namun, Sudaryono tak menampik prajurit TNI itu turut terlibat dalam proses penyerapan gabah. Ia hanya tidak menyebutkan apa kontribusi Babinsa dalam hal ini. “Kalau wajib (kawal), sih, enggak,” katanya.
Dian Rahma Fika Alnina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.