TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menggugat praperadilan Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP mengenai pemasangan pagar laut yang berada di kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa hukum LP3HI, Boyamin Saiman, mengatakan gugatan ini karena pernyataan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono yang dinilai belum dapat menetapkan tersangka dari proses penyidikan dan penyegelan pagar laut tersebut. Adapun gugatan ini telah resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 01/Pid.Prap/2025/PN.Jkt.Pst.
"Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan belum menetapkan tersangka bahkan memberikan tenggat waktu 20 hari untuk memberikan kesempatan terduga pelaku muncul memberikan pengakuan," kata Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 20 Januari 2025.
Menurut dia, pemberian tenggat waktu selama 20 hari oleh KKP justru menimbulkan masalah baru. Boyamin mengatakan masalah ini seperti adanya oknum lain yang akan melakukan pembongkaran pagar laut, sehingga menyebabkan mekanisme pembongkaran tidak sesuai prosedur yang berlaku.
"Tindakan ulur waktu dari KKP menimbulkan masalah baru di mana terdapat pihak lain melakukan pembongkaran yang mana hal ini justru yang dikehendaki masyarakat," kata dia.
Karena itu, alasan lembaganya menggugat praperadilan KKP yang dianggap memberikan waktu bagi para pelaku pembangunan pagar laut. Boyamin beserta kuasa hukum LP3HI menantang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan (PPNS) KKP untuk datang dalam gugatan tersebut.
"Semoga Minggu depan telah terdapat jadwal sidang dan semoga tanpa harus menunggu persidangan, semestinya KKP telah menetapkan tersangka tanpa harus menunggu tenggat waktu 20 hari," tutur Boyamin.
Berdasarkan surat permohonan gugatan praperadilan yang diterima Tempo, terdapat 11 pokok perkara dari gugatan tersebut, di antaranya membahas tentang pagar laut. Munculnya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, misalnya, yang telah diketahui sejak September 2024 lalu.
Dalam surat permohonan gugatan ini juga menjelaskan bahwa terdapat oknum yang mengetahui ketika pagar laut ini telah berdiri sepanjang 10 kilometer. Menurut LP3HI, pembangunan pagar laut juga merugikan nelayan yang harus berputar untuk mencari ikan di laut.
Mereka menganggap pembangunan pagar laut juga telah melanggar Undang-Undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan. Pada pasal 73 ayat 1, misalnya, yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap garis pantai dan ekosistem pesisir tanpa izin dari pemerintah.
Selain itu, pasal 75 ayat 1 UU nomor 32 tahun 2014 turut menyatakan setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tanpa izin lokasi atau izin pengelolaan dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi pidana yang dapat dikenakan berupa pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.