Mengenal Fenomena Gray Work: Saat Teknologi Kantor Makin Canggih, Justru Produktivitas Menurun

2 hours ago 2

Bunda merasa produktivitas menurun karena teknologi semakin canggih? Hal ini tak hanya dialami oleh Bunda tapi juga banyak pekerja. Kemudian disebut fenomena gray work. Apa itu?

Perkembangan teknologi di tempat kerja, terutama dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI), manajemen proyek digital, dan berbagai aplikasi kolaborasi, seharusnya menjadi angin segar bagi produktivitas karyawan. Namun faktanya tak selalu demikian.

Bukan semakin mempermudah, namun justru banyak pekerja justru merasa kewalahan dengan tumpukan perangkat lunak yang harus mereka gunakan setiap hari. Fenomena inilah yang kini dikenal sebagai 'gray work'.

Menurut laporan 2025 Gray Work Report dari Quickbase, fenomena mengacu pada 'biaya tersembunyi' akibat data yang terpisah-pisah karena penggunaan terlalu banyak alat kerja. Akibatnya, pekerjaan bukannya semakin efisien, melainkan terhambat.

Survei tersebut menemukan bahwa 59 persen responden mengaku semakin sulit untuk produktif, meskipun 80 persen perusahaan telah meningkatkan investasi pada alat manajemen kerja. Lebih mengkhawatirkan lagi, 94 persen pekerja mengaku kewalahan dengan jumlah aplikasi yang harus mereka buka setiap hari.

"Mereka terjebak dengan perangkat dan sistem teknologi yang terputus dan tidak berfungsi. Mereka menghabiskan terlalu banyak waktu untuk gray work, waktu yang dihabiskan untuk memilah-milah berbagai aplikasi, dokumen, dan e-mail demi menemukan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka," ujar Ed Jennings, CEO Quickbase, mengutip Entrepreneur.

Hampir separuh responden mengatakan mereka menghabiskan lebih dari 11 jam per minggu hanya untuk mencari informasi yang tersebar di berbagai sistem. Kondisi ini tak hanya membuang waktu, tapi juga mengurangi ruang bagi pekerjaan yang benar-benar terdampak.

Fenomena gray work paling terasa di industri jasa keuangan, asuransi, dan layanan profesional. Hal itu menandakan bahwa kemajuan teknologi yang seharusnya menjadi solusi, justru menciptakan masalah baru berupa kerumitan, kebingungan, dan beban administrasi berlebih.

Tips mencegah gray work agar produktivitas tetap terjaga

Berikut cara mencegah gray work.

1. Ubah definisi pekerjaan

Banyak perusahaan masih terjebak dalam cara lama melihat pekerjaan, seperti linear, penuh tenggat, dan serba kaku. Padahal dunia kerja saat ini jauh lebih dinamis dengan banyak pemangku kepentingan, alur kerja sinkron, serta tuntutan global yang berubah cepat.

Jika perusahaan tetap memaksakan pola lama, gray work akan terus tumbuh karena teknologi yang dipakai tak mampu mengimbangi kompleksitas. Untuk itu, perusahaan bisa mulai mengadopsi platform low-code/no-code yang lebih fleksibel.

Dengan dukungan AI, aplikasi bisa dibuat cepat dan disesuaikan dengan kebutuhan tim tanpa harus menunggu keahlian teknis tingkat tinggi. Langkah ini akan membantu karyawan bekerja lebih produktif tanpa harus terjebak dalam proses manual berulang.

2. Redefinisi produktivitas

Tidak semua kesibukan adalah produktivitas. Banyak karyawan menghabiskan waktunya pada apa yang disebut 'productivity theater' atau aktivitas yang terlihat seperti bekerja, padahal tidak memberikan dampak nyata.

Sebagai contoh, rapat tanpa hasil atau pencatatan manual berulang. Perusahaan perlu mengajarkan karyawannya membedakan antara sibuk dan produktif.

Dengan konektivitas real-time, terutama di sektor lapangan seperti konstruksi atau manufaktur, data dapat langsung dicatat saat pekerjaan berlangsung. Ini memastikan setiap tindakan berkontribusi pada hasil yang nyata, bukan sekadar aktivitas tambahan untuk menghabiskan energi.

3. Manfaatkan otomatisasi dan kolaborasi

Gray work seringkali muncul karena pekerja terjebak melakukan tugas manual, seperti mencari file, mencocokkan data, atau memindahkan informasi antar aplikasi. Padahal teknologi otomatisasi kini mampu memangkas sebagian besar pekerjaan repetitif tersebut.

Penggunaan AI dalam otomatisasi alur kerja juga dapat mendorong kolaborasi lintas tim lebih efektif. Dibandingkan mengandalkan spreadsheet manual atau email berkepanjangan, data bisa langsung terintegrasi sehingga semua pihak memiliki akses pada informasi yang sama.

Hasilnya, keputusan lebih cepat diambil dan beban kerja berkurang signifikan.

4. Integrasi dan penyederhanaan alat kerja

Salah satu penyebab utama gray work adalah terlalu banyaknya aplikasi yang digunakan. Ketika satu perusahaan memiliki belasan bahkan puluhan perangkat lunak yang berdiri sendiri, karyawan dipaksa melompat-lompat di antara platform untuk mencari data.

Hal tersebut bukan hanya memakan waktu, melainkan juga memicu kesalahan. Solusinya dengan menyatukan sistem ke dalam platform yang lebih terintegrasi.

Ketika data terkumpul dalam satu tampilan terpadu, karyawan dapat mengambil keputusan lebih cepat dan percaya diri.

5. Perkuat kelola data

Data yang ada bukan hanya merugikan produktivitas, melainkan juga bisa menimbulkan risiko keamanan. Untuk itu, tata kelola data (data governance) harus ditempatkan sebagai prioritas utama.

Dengan aturan yang jelas, data bisa lebih terpercaya dan mudah diakses oleh pihak yang membutuhkan. Selain untuk keamanan, tata kelola data juga dapat menjadi keunggulan kompetitif.

Ketika pekerja bisa yakin bahwa data yang digunakan akurat maka akan bekerja lebih efisien dan menghasilkan output bernilai. Di tengah adopsi AI yang semakin luas, pondasi berupa tata kelola data yang kuat akan menjadi pembeda antara perusahaan siap melaju dan tertinggal.

Fenomena gray work membuktikan bahwa teknologi tidak otomatis membuat Bunda lebih produktif. Tanpa strategi yang tepat, karyawan kewalahan, waktu terbuang, dan tujuan bisnis melambat. 

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

(som/som)

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online