Mengenal Hawala sebagai Modus Kejahatan yang Diduga Digunakan Firman Hertanto Pencucian Uang Judi Online

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Firman Hertanto menjadi tersangka judi online yang menampung aliran uang dari berbagai rekening. Ia diduga menggunakan keuntungan judi online untuk membangun Hotel Aruss di Semarang.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Helfi Assegaf, menghadap ke ruangan Kepala Kepolisian RI, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pada awal Januari 2025. Helfi menghadap ke Listyo Sigit untuk melaporkan penyelidikan kasus pencucian uang yang melibatkan Firman Hertanto alias Aseng. 

Firman Hertanto adalah pengusaha asal Semarang, Jawa Tengah, yang dituduh menjadi bandar judi online papan atas dan terjerat kasus pencucian uang. Pada kasus pencucian uang, polisi menetapkan Firman dan PT Arta Jaya Putra yang mengelola Hotel Aruss di Semarang sebagai tersangka. Adapun, Firman menjabat sebagai komisaris di PT Arta Jaya.

Hotel Aruss diduga digunakan sebagai tempat pencucian uang. Fulus pembangunan hotel selama 2020-2022 ditengarai berasal dari bisnis judi online. Polisi sudah menyita Hotel Aruss dan belasan rekening yang diduga menampung keuntungan judi online. Nilai uang di rekening itu mencapai Rp103 miliar. 

Helfi menjelaskan, proyek pembangunan Hotel Aruss bernilai Rp40,5 miliar dan berasal dari rekening judi. Transaksi berlangsung selama 2020-2022. Aliran uang disamarkan dengan cara berjenjang dan menggunakan 17 rekening sebelum beralih ke rekening Firman. Ada lima rekening utama yang mengarah langsung ke rekening Firman. 

“Saat pemeriksaan, tersangka mengakui penggunaan dana itu,” kata Helfi, pada 16 Januari 2025.

Kelima rekening dikuasai empat orang berinisial OR, RF, MG, dan KB. Rekening tersebut digunakan sebagai penampungan yang secara rutin menerima setoran dari para agen dan bandar judi. Semua rekening agen terhubung dengan ribuan rekening lain yang digunakan dalam transaksi permainan di situs judi, seperti Dafabet, Agen138, dan judi bola. Namun, rekening itu hanya nomine yang meminjam identitas orang lain.

Di era perbankan modern, uang bisnis judi ditengarai tidak langsung masuk ke rekening Firman. Ia memanfaatkan perusahaan cangkang berinisial VEI Ltd di British Virgin Islands untuk bertransaksi. Data Offshore Leaks menyebutkan perusahaan ini didirikan pada 2005.

Penggunaan perusahaan cangkang merupakan modus lazim untuk menampung dan mengaburkan aliran uang dari Indonesia. Uang yang masuk ke rekening perusahaan ini seolah-olah berasal dari kontrak pembelian komoditas ekspor-impor. Uang tersebut lalu masuk kembali ke Indonesia menggunakan layanan penukaran uang valuta asing. Para pemain itu juga memiliki perusahaan valas sendiri.

Pada kejahatan transaksi keuangan, praktik itu dikenal dengan sebutan “Hawala”. Bentuk praktik ini adalah rekayasa pencatatan transaksi dilakukan di luar negeri, sedangkan uang berpindah dari perusahaan valas ke berbagai rekening bank.

Hawala 

Berdasarkan ejournal.undip.ac.id, menurut The Free Dictionary Com, Hawala adalah sistem pengiriman uang, terutama bagi kalangan umat Islam, yang memiliki kewajiban keuangan antara dua pihak untuk diselesaikan dengan mengirimnya ke pihak ketiga.

Cara kerja ini sama seperti ketika uang yang menjadi tanggungan debitur kepada kreditur dibayarkan oleh orang yang berutang kepada debitur. Biasanya, transaksi hawal didasarkan pada kepercayaan dan tidak meninggalkan catatan tertulis. 

Sistem ini sulit dideteksi karena didasarkan pada kepercayaan. Selain itu, transaksi ini juga dilakukan di luar perusahaan yang benar-benar terlibat dan tidak ada orang lain perlu mengetahuinya. Proses dari sistem ini menggunakan dana yang bisa langsung dibayarkan.

Pada transaksi ini, tidak ada birokrasi yang terlibat sehingga penyiksaan membuka rekening bank bisa dihindari dan hanya sedikit atau tidak ada jejak kertas. Jika menyimpan catatan, mereka akan menunjukkan tanggal, beberapa inisial atau nomor identifikasi pelanggan ke hawaladar. Namun, identitas tidak terungkapkan kepada pihak ketiga.

Hawala adalah sistem transfer uang secara informal yang didasarkan pada kehormatan dari jaringan luas pedagang uang. Biasanya, hawala dilakukan di Timur Tengah, Afrika Utara dan Timur Laut, serta Asia Tenggara.

Namun, sebenarnya, hawala telah dinyatakan ilegal di beberapa negara bagian Amerika Serikat dan negara lain karena terbukti telah digunakan sebagai bentuk pencucian uang. Bahkan, hawala juga dapat digunakan untuk memindahkan kekayaan dengan jumlah besar. Dengan demikian, cara ini yang digunakan Firman Hertanto mencuci uang.

Riky Ferdianto turut bekrontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan Editor: Akal-akalan Pencucian Uang Komisaris PT Arta Jaya Firman Hertanto yang Menjadi Tersangka Judi Online

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online