TEMPO.CO, Jakarta - Penunjukan Mayor Jenderal atau Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama atau Dirut Perum Bulog menuai polemik. Pasalnya, Mayjen Novi Helmy masih berstatus sebagai prajurit TNI aktif di jabatan sipil alias tidak pensiun saat menerima jabatan sipil tersebut. Hal ini menuai sorotan dari beberapa pihak.
Menurut Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies atau ISESS Khairul Fahmi penunjukan Novi Helmy sebagai melanggar Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI. Menurut Fahmi, Bulog tak masuk daftar pengecualian bagi TNI boleh menjabat di ranah sipil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Seperti dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI. Artinya pengangkatan itu berada di luar ketentuan yang masih berlaku saat ini,” ujar Fahmi saat dihubungi, pada Senin, 10 Februari 2025.
Dia menjelaskan bahwa tugas utama seorang militer ialah sebagai alat pertahanan negara yang bertujuan untuk menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan melindungi kepentingan nasional dari ancaman luar. Sementara itu, menurut Fahmi, bahwa peran Bulog tidak berhubungan langsung dengan tugas pertahanan.
Pemerintah Perlu Merevisi UU TNI
Fahmi khawatir bila penempatan militer di ranah sipil ini akan terus dilakukan ke depan. Sebab itu, ia menilai bahwa kondisi itu membuat pemerintah harus merevisi UU TNI. Hal itu untuk mengakomodasi penugasan bagi perwira aktif di berbagai sektor yang dinilai punya relevansi strategis dengan tugas utama militer.
Menurut Fahmi, perlu adanya kejelasan dari segi aturan perihal peran-peran TNI dalam berbagai sektor strategis di luar pertahanan. Dia menyatakan bahwa hal itu bisa mencegah terjadinya ambiguitas hukum yang punya dampak pada profesionalisme TNI dan prinsip supremasi sipil.
“Kepastian hukum itu agar tidak mengundang persepsi ketidaksesuaian antara kebijakan dengan prinsip-prinsip profesionalisme militer dan supremasi sipil,” katanya.
Tak hanya itu, Fahmi juga meminta kepada pemerintah untuk tegas dalam menegakkan aturan. Dia mengatakan bahwa telah ada mekanisme yang mengatur untuk tentara aktif yang ditunjuk menjadi pejabat sipil untuk alih status menjadi aparatur sipil negara atau pensiun. Penunjukan Mayjen Novi Helmy, kata dia, punya konsekuensi berupa tantangan hukum.
“Namun, hal ini juga akan bergantung pada apakah pemerintah memilih untuk menegakkan atau mengubah ketentuan hukum yang ada,” katanya.
Lebih lanjut, menurut Fahmi, penunjukan tentara aktif sebagai bos perusahaan yang berperan menjaga ketahanan pangan ini berkaitan dengan prioritas pemerintah. Adapun pemerintah Presiden Prabowo Subianto memprioritaskan sektor ketahanan pangan. Misalnya ketika tentara-tentara dilibatkan dalam program Makan Bergizi Gratis atau MBG
Menurutnya, penempatan tentara dalam beberapa program (prioritas) tampaknya memang diarahkan untuk mengintegrasikan antara kebutuhan aspek strategis dengan kebutuhan mendasar masyarakat. Selain itu, ia menilai bahwa ada keinginan dari pemerintah untuk menciptakan sinergi antara tugas-tugas militer dan upaya memperkuat ketahanan nasional, pangan dan kesejahteraan sosial.
Mirip Orde Baru
Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan juga menyoroti sejumlah kasus penempatan TNI di ranah sipil. Di antaranya pada penertiban kawasan hutan, program Makan Bergizi Gratis, hingga pembentukan 100 batalion teritorial pembangunan. Dia menilai kebijakan itu bertentangan dengan kodrat militer sebagai alat negara di bidang pertahanan.
“Penguatan militerisme pada ruang-ruang sipil di awal pemerintahan Prabowo memperlihatkan watak dan subtansi dwifungsi militer yang kental,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 10 Februari 2025.
Pemerintah, kata Hasan, seolah menjadikan TNI sebagai solusi atas semua masalah pembangunan. Dia menilai bahwa pemerintah justru menganggap pelibatan militer di jabatan sipil untuk manifestasi akselerasi pembangunan. Paradigma ini, kata dia, memperlihatkan pejabat pemerintahan masih menempatkan kondisi Orde Baru.
“Sebagai patokan dalam pembangunan melalui dwifungsi ABRI ketika itu,” ucapnya.
Di sisi lain, Fahmi mengatakan bahwa penunjukan tentara aktif sebagai pejabat sipil tidak bisa serta-merta diartikan sebagai kebangkitan militerisme. Menurut dia, militerisme mengacu pada dominasi militer dalam kehidupan politik dan pemerintahan secara luas.
“Sedangkan dalam kasus ini, yang terjadi lebih merupakan keputusan spesifik pemerintah dalam menempatkan seorang perwira aktif di jabatan strategis,” kata dia.
Alasan Penunjukan Mayjen Novi Helmy sebagai Dirut Bulog
Adapun Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya, selaku Komandan Jenderal (Danjen) Akademi Militer (Akmil) TNI yang baru diangkat pengujung Januari itu ditunjuk sebagai Dirut Bulog oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: SK-30/MBU/02/2025.
Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Mayjen Hariyanto mengungkapkan penunjukan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog karena memiliki pengalaman di bidang logistik pangan. Ia juga mengatakan penunjukan itu berdasarkan pertimbangan dari Kementerian BUMN.
“Penugasan ini dilakukan atas permintaan dari Kementerian BUMN, yang melihat bahwa Mayjen TNI Novi Helmy memiliki pengalaman dan jaringan luas hingga ke tingkat Bintara Pembina Desa (Babinsa),” ucap Hariyanto ketika dihubungi Tempo melalui aplikasi perpesanan, Senin, 10 Februari 2025.
Sementara itu, penunjukan Novi sebagai Dirut Bulog juga telah mendapatkan persetujuan dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto. Hariyanto mengatakan persetujuan ini setelah lembaganya mempertimbangkan faktor strategis antara TNI dengan Kementerian BUMN.
“Panglima TNI telah menyetujui permintaan tersebut setelah mempertimbangkan aspek strategis dan kontribusi yang dapat diberikan oleh Mayjen TNI Novi Helmy di Bulog,” ujar dia.
Tanggapan Mayjen Novi Helmy
Mayjen Novi Helmy buka suara terkait status keaktifan dirinya sebagai anggota TNI meski telah menjabat sebagai Dirut Bulog. Saat ditanya status keanggotaan TNI-nya usai rapat soal evaluasi penyerapan gabah di Kementerian Pertanian pada Ahad, 9 Februari 2025, ia membenarkan dirinya masih aktif sebagai prajurit TNI. “Ya masih aktif (prajurit),” ujar Novi.
Menurut Novi, ia dipilih untuk menggantikan Wahyu Suparyono sebagai Dirut Perum Bulog yang baru menjabat lima bulan demi mendukung program prioritas Presiden Prabowo. Namun, ia tidak menjawab secara konkret apakah penunjukannya berasal langsung dari presiden atau menteri BUMN.
“Untuk melaksanakan tugas ini supaya kita cepat swasembada pangan,” ucapnya.
Novi sebelumnya merupakan Asisten Teritorial Panglima TNI sejak 21 Februari 2024 lalu. Setelah bertugas menjadi Dirut Bulog selama dua hari, Novi menyatakan akan fokus pada target penyerapan gabah petani sebanyak 3 juta ton hingga April 2025. Terkini, Novi mengungkap dari target 3 juta ton itu baru tercapai 45 ribu ton gabah yang diserap oleh Bulog.
“Pokoknya saya ditugaskan menjadi Dirut Bulog, kami laksanakan, gitu saja,” ujar Novi.
Tanggapan Mabes TNI
Markas Besar TNI menjelaskan alasan didapuknya perwira aktif Mayor Jenderal atau Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Penunjukan itu dilakukan atas dasar pertimbangan dan adanya persetujuan.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan, didapuknya Mayor Jenderal Novi Helmy merupakan permintaan dari Kementerian BUMN. "Untuk mendukung penguatan program ketahanan pangan nasional," kata Hariyanto melalui pesan singkat, Selasa, 11 Februari 2025.
Hariyanto melanjutkan, atas pertimbangan aspek strategis dan potensi besarnya kontribusi yang dapat diberikan TNI melalui Mayor Jenderal Novi Helmy, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pun menyetujui penunjukkan tersebut.
Novali Panji Nugroho, M. Raihan Muzzaki, Andi Adam Faturahman, dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.