TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjerat Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dalam perkara dugaan kasus suap bersama-sama Harun Masiku terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Hasto, menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, berperan menyediakan uang suap. "Uang suap sebagian dari HK, itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini," kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih lanjut, Setyo menyatakan bahwa Hasto membantu pelarian Harun Masiku, kader PDIP yang juga menjadi tersangka kasus ini dan kini menjadi buronan.
“KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto dan kawan kawan yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi," kata Setyo.
Tentang Hasto Kristiyanto
Dilansir dari Antara, Hasto lahir di Yogyakarta pada 7 Juli 1966. Ia adalah putra dari pasangan Antonius Krido Pardjono dan Yohana Sutami. Saat kecil, Hasto dikenal memiliki minat besar terhadap budaya Jawa khususnya kisah-kisah wayang. Salah satu cerita favoritnya adalah Mahabharata, cerita ini membentuk pandangannya tentang perjuangan kebenaran melawan kebatilan.
Hasto menikah dengan Maria Ekowati dan dikarunia dua anak yaitu,Ignatius Windu Hastomo dan Agatha Puspita Asri.
Sejak remaja Hasto telah menunjukan minat mendalam terhadap politik dan budaya. Pada 1985, ia diterima di Fakultas Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM). Selama masa kuliah ia aktif berorganisasi hingga dipercaya menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UGM.
Hasto melanjutkan pendidikan S-2 di STIE Prasetya Mulya Business School (1997-2000) dan meraih gelar S-3 di bidang Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan, Bogor (2020-2022).
Adapun, disertasinya yang berjudul “Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara” turut memberikan kontribusi penting terhadap kajian geopolitik Soekarno.
Karier Profesional
Usai menamatkan pendidikan di UGM pada 1991, Hasto memulai karier di PT Rekayasa Industri, sebuah BUMN yang bergerak di bidang rekayasa dan konstruksi. Ia terlibat dalam berbagai proyek stategis termasuk pengembangan pabrik ammonia dan kelapa sawit, serta studi pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
Kariernya di Rekayasa Industri berlangsung hingga 2002, dengan posisi terakhir sebagai Kepala Divisi Agroindustri.
Karier Politik
Karier politik Hasto dimulai sebagai “tukang ketik” dalam rapat-rapat partai. Pada 2004, ia terpilih menjadi anggota DPR RI mewakili pemilihan Jawa Timur, dan duduk di Komisi VI. Sebagai anggota DPR, Hasto aktif dalam pembentukan sejumlah undang-undang penting, seperti UU Penanaman Modal (2007) dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (2008).
Selain itu, ia juga dikenal sebagai salah satu pengusul hak angket untuk isu-isu besar, seperti penolakan impor beras dan kenaikan harga BBM.
Lebih lanjut, Hasto mulai menjabat sebagai Sekjen PDIP pada 2014, menggantikan Tjahjo Kumolo yang diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri. Kepemimpinannya secara resmi dikukuhkan pada Kongres IV PDIP pada 2015.
Atas keberhasilannya membawa PDIP menjadi pemenang Pemilu 2019, sekaligus mendominasi Pilkada, Hasto diangkat kembali sebagai Sekjen untuk periode 2019-2024. Dengan ini, ia sekaligus menjadi satu-satunya Sekjen PDIP yang menjabat dua periode berturut-turut.
Peran vital dalam kampanye politik
Hasto menjadi sosok penting dalam kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI Jakarta 2012. Selain itu, pada Pilpres 2014 dan 2019, Hasto bertugas memimpin koordinasi politik untuk kemenangan Jokowi, baik sebagai Juru Bicara Tim Sukses maupun Sekretaris Tim Kampanye Nasional.
Pemikiran Sukarnois
Hasto Kristiyanto mejadikan ideologi Sukarnois sebagai dasar pemikiran politik serta dasar spiritual perjuangan. Pandangan ini ia tuangkan ke dalam berbagai bentuk kebijakan strategis partai, termasuk saat ia menyusun disertasi yang menyoroti relevansi geopolitik Sukarno terhadap pertahanan negara.