Profil Revolusioner India Mahatma Gandhi: Pemberontak yang Tak Pernah Meneriakkan Perang

6 hours ago 2

loading...

Tokoh revolusi India Mohandas Karamchand Gandhi atau Mahatma Gandhi, sosok yang memberontak pada kolonial Inggris tanpa mengobarkan perang. Foto/SINDO News

JAKARTA - Di zaman ketika pemberontakan kerap berarti senjata, peluru, dan kekerasan, tokoh revolusioner India Mahatma Gandhi muncul sebagai anomali.

Dia seorang pemberontak, tapi tak pernah meneriakkan perang. Dia memimpin perlawanan, tapi tak pernah mengangkat senjata. Justru dengan diam, doa, dan disiplin moral, Gandhi mengguncang fondasi imperium Inggris dan mengantar India menuju gerbang kemerdekaan.


Profil Mahatma Gandhi

Dia lahir dengan nama Mohandas Karamchand Gandhi pada 2 Oktober 1869 di Porbandar, Gujarat, India. Mengapa dipanggil "Mahatma"? Julukan Mahatma berasal dari bahasa Sanskerta, yakni Maha berarti besar, dan Atma berarti jiwa. Jadi Mahatma berarti "Jiwa yang agung".

Baca Juga: PM Pakistan kepada India: Kami Siap Perang dan Damai, Kesombonganmu Jadi Debu!

Julukan ini diberikan pertama kali oleh penyair Rabindranath Tagore pada tahun 1915, sebagai penghormatan atas moralitas dan perjuangan damai Gandhi.

Namun, Gandhi sendiri tidak suka disebut Mahatma, karena dia menganggap dirinya orang biasa dan tidak ingin dipuja secara berlebihan.

Gandhi pernah menamatkan pendidikan hukumnya di London. Namun, dia justru menemukan panggilannya bukan di ruang sidang, melainkan di jalanan Afrika Selatan.

Di negara itu, dia mengalami diskriminasi karena warna kulitnya. Insiden dikeluarkan secara paksa dari kereta kelas satu pada 1893 menjadi titik balik. Dia tak hanya melawan perlakuan itu—dia mulai mempertanyakan makna keadilan. Dari situlah lahir konsep "satyagraha" atau "kekuatan kebenaran", yang kemudian menjadi senjata utama perjuangannya.

Satyagraha: Perlawanan Tanpa Suara Tembakan

Kembali ke India pada 1915, Gandhi menyaksikan rakyatnya terperangkap dalam jerat kolonialisme. Alih-alih menyerukan perang, dia mendorong rakyat untuk berhenti tunduk. Aksi mogok, boikot produk Inggris, dan puasa menjadi taktiknya.

Puncaknya terjadi pada Salt March (1930), ketika Gandhi berjalan sejauh 385 km ke Dandi untuk membuat garam sendiri—menentang monopoli Inggris yang bahkan mengatur garam rakyat. Aksi ini sederhana, simbolik, dan nyaris senyap—tapi dunia mendengarnya.

Gandhi menolak jabatan dan kekuasaan. Bahkan ketika Kongres Nasional India memintanya mengambil posisi puncak, dia menolaknya. “Kepemimpinan bukanlah jabatan,” katanya semasa hidup.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online