TEMPO.CO, Jakarta - Tim hukum Banjarbaru Hanyar (Haram Manyarah) mengatakan alasan KPU Kota Banjarbaru tidak sempat mencetak surat suara kolom kosong justru mengorbankan hak puluhan ribu pemilih. Hal tersebut diungkapkan dalam sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, Senin, 20 Januari 2025.
Ketua tim hukum Banjarbaru Hanyar, Muhamad Pazri, mengatakan ketentuan tentang batas waktu cetak surat suara tidak diatur secara spesifik dalam Undang-Undang Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2024 tentang Perlengkapan Pemungutan Suara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Artinya, jika batas waktu pencetakan surat suara tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka Termohon (KPU Banjarbaru) tidak dapat menggunakan alasan pembenaran berupa “tidak sempat mencetak” untuk menyimpangi mekanisme pemilihan calon tunggal melawan kolom kosong pada Pemilukada Kota Banjarbaru,” kata Pazri dalam keterangan tertulisnya.
Pazri mengatakan apabila memang tidak sempat mencetak suara, sudah menjadi kewajiban KPU untuk mencari cara dan jalan keluar agar suara suara-suara para pemilih tidak terbuang begitu saja dengan menjadi tidak sah. “Cara dan jalan keluar yang paling memungkinkan adalah suara-suara tidak sah akibat memilih Paslon Nomor 2 dianggap sebagai suara dari kolom kosong, sebagaimana aturan terkait pemilihan dengan calon tunggal melawan kolom kosong,” ujarnya.
Tim hukum Banjarbaru Hanyar mewakili dua penggugat sebagai kuasa hukum dalam sidang sengketa pilkada Kota Banjarbaru di MK. Kedua perkara tersebut telah teregister dengan perkara Nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan perkara Nomor 06 PHPU.WAKO-XXIII/2025. Perkara Nomor 05 diajukan oleh Muhamad Arifin, pemantau pemilihan dari Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan, sedangkan perkara Nomor 06 diajukan oleh dua pemilih di Pilkada Kota Banjarbaru, yakni Udiansyah dan Abd. Karim.
Dua perkara itu berkaitan dengan proses pemungutan suara yang tidak dilaksanakan dengan metode kotak kosong. Padahal, Pilkada Kota Banjarbaru tahun ini hanya diikuti oleh satu pasangan calon, yakni Erna Lisa Halaby-Wartono.
Pilkada Kota Banjarbaru sebelumnya memiliki dua pasangan calon, yaitu paslon nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono dan paslon nomor urut 02 Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah. Namun, Aditya-Said didiskualilfikasi oleh KPU berdasarkan surat rekomendasi Bawaslu Kalimantan Selatan sebelum pelaksanaan pencoblosan. Namun, KPU tidak memberlakukan metode kotak kosong dan surat suara yang digunakan masih memuat dua paslon pilkada Banjarbaru.
Dari hasil rekapitulasi suara, Lisa-Wartono meraih sebanyak 36.135 suara sah, sementara suara tidak sah mencapai 78.736 suara. Surat suara tidak sah itu di antaranya merupakan suara dari pemilih yang mencoblos Aditya-Said. KPU Kota Banjarbaru pun menetapkan Lisa-Wartono sebagai pemenang pilkada.
Dalam sidang perkara Nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025, mengutip laman resmi MK, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru selaku termohon menjelaskan bahwa mereka bimbang setelah satu paslon didiskualifikasi dalam Pilkada Kota Banjarbaru. Sebab, ketentuan Pasal 54C ayat (1) dalam UU Pilkada yang mengatur pemilihan satu pasangan calon dan kolom kosong tidak memecahkan masalah pasca didiskualifikasinya pasangan calon nomor urut 2.
Kuasa hukum KPU, Muh. Salman Darwis, mengatakan kebimbangan Termohon mengacu pada lima hal. Pertama, bagaimana apabila pembatalan tersebut dilakukan lebih atau kurang dari 20 hari sebelum pemungutan suara. Kedua, bagaimana status surat suara yang tercetak. Ketiga, apakah mencoblos pasangan calon yang sudah didiskualifikasi mutatis mutandis dapat dipersamakan mencoblos kolom kosong yang tidak bergambar. Keempat, apakah mencoblos surat suara pasangan calon yang telah didiskualifikasi dapat dinyatakan sebagai surat suara tidak sah. Kelima, apakah dimungkinkan bagi termohon untuk memundurkan jadwal pemungutan suara.
Menurut Salman, setidaknya butuh waktu kurang lebih tiga bulan bagi KPU Kota Banjarbaru untuk mencetak hingga mendistribusikan surat suara baru yang menghadirkan kolom kosong. Sedangkan anggaran yang diperlukan untuk proses tersebut dapat mencapai Rp 251 juta.
KPU Kota Banjarbaru juga tidak memiliki landasan hukum untuk memundurkan jadwal pemungutan suara. Karena dalam Pasal 120 dan Pasal 121 UU Pilkada, opsi menunda penyelenggaraan pemungutan suara dimungkinkan melalui dua mekanisme, yaitu melalui pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan sebagai akibat terjadinya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang berimplikasi pada sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan dan pemungutan suaranya paling lambat diselenggarakan 10 hari setelah pemungutan suara pada 27 November 2024.
"Adapun terkait percetakan suara itu tidak menjadi instrumen atau alasan bagi Termohon untuk memundurkan jadwal pemungutan suara," ujar Salman.
KPU Kota Banjarbaru berkonsultasi kepada KPU Provinsi Kalimantan Selatan dan KPU RI. Pada 23 November 2024, terbit Keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota. "Pada pokoknya menyatakan bahwa suara pasangan calon yang sudah didiskualifikasi dinyatakan sebagai surat suara tidak sah," ujar Salman.