Tim Gabungan Kepolisian Datangi Lokasi Diduga Aliran Sesat di Maros

1 month ago 44

TEMPO.CO, Jakarta - Aliran menyimpang hebohkan warga di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Aliran tersebut dikenal dengan nama “Pangissengana Tarekat Ana Loloa” yang dipimpin seorang perempuan kelahiran 1969, Petta Bau.

Dikutip dari Polresmaros.com, tim gabungan yang terdiri dari Kapolsek Tompobulu Makmur, Danramil Tompobulu, Kepala Desa, serta pihak Kantor Urusan Agama (KUA) mendatangi kediaman pimpinan tarekat tersebut di Dusun Bonto-Bonto, Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu pada Jumat, 7 Maret 2025. Namun, setibanya di lokasi, petugas tidak menemukan pimpinan tarekat, Petta Bau, sebab yang bersangkutan sedang tidak berada di rumah, dan hanya ada sejumlah pengikutnya yang menjaga tempat tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Yang ada hanya beberapa pengikutnya saat tim gabungan tiba dan melakukan introgasi,” kata Makmur.

Meskipun tidak berhasil menemui pimpinannya, tim gabungan tetap melanjutkan investigasi dengan menginterogasi para pengikutnya untuk menggali lebih banyak informasi terkait aktivitas tarekat ini. Pihak kepolisian menemukan sejumlah barang yang mencurigakan di lokasi, termasuk spanduk yang berisi silsilah Tarekat Ana Loloa serta tasbih berukuran besar yang dipajang di dinding.

Berdasarkan keterangan para pengikutnya, Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa memiliki sekitar 50 anggota yang tersebar di Kecamatan Tompobulu dan beberapa wilayah di luar Kabupaten Maros. "Pengikutnya sekitar 50 orang, terdiri dari warga sekitar dan sebagian lainnya berasal dari luar Maros," ujar Makmur.

Makmur menjelaskan bahwa Pangissengana Tarekat Ana’ Loloa rutin mengadakan zikir bersama setiap malam Senin setelah salat Isya, yang langsung dipimpin oleh Petta Bau. Para pengikut tarekat ini juga diwajibkan membeli rompi khusus seharga Rp 250 ribu untuk digunakan saat beribadah.

Menurut keterangan pihak kepolisian, aliran ini dianggap menyimpang karena menambahkan jumlah rukun Islam yang seharusnya 5 menjadi 11 dan mengajarkan bahwa ibadah haji ke Makkah tidak sah, kecuali dilakukan di Gunung Bawakaraeng.

Polres Maros sebelumnya telah melakukan klarifikasi terhadap aliran ini pada Oktober tahun lalu, karena keberadaannya pertama kali terdeteksi di Dusun Bonto-Bonto, Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pihak kepolisian berencana mempertemukan pimpinan tarekat dengan pemerintah daerah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Maros. Mereka juga mengimbau agar pimpinan tarekat bersikap kooperatif dalam proses ini.

“Kami sudah mengimbau pimpinan tarekat Ana’ Loloa untuk kooperatif. Kami akan mempertemukan mereka dengan pihak pemerintah untuk penyelesaian lebih lanjut,” ujarnya.

Sebelumnya, beberapa aliran sesat juga sempat menggegerkan masyarakat Indonesia. Beberapa kelompok tersebut yang akhirnya mendapatkan fatwa sesat dari MUI, seperti Islam Jama’ah, Gerakan Fajar Nusantara, dan Ahmadiyah.

Fatwa sesat dari MUI didasarkan pada berbagai pertimbangan, dengan salah satu faktor utama adalah penolakan terhadap sunnah dan hadis Rasul. Oleh karena itu, setiap ajaran yang mengklaim sebagai bagian dari Islam tetapi menolak sunnah, mengingkari Rasul, atau bertentangan dengan akidah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat dikategorikan sebagai aliran sesat oleh MUI.

Ananda Bintang Purwaramdhona ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online