TEMPO.CO, Medan - Universitas Sumatera Utara (USU) berhati-hati merespons wacana kampus diberikan kesempatan mengelola tambang. Hal itu disampaikan oleh Wakil Rektor I USU Edy Ikhsan melalui Dekan Fakultas Teknik USU Fahmi.
"Ini ada pernyataan Dekan Fakultas Teknik USU." kata Edy Ikhsan kepada Tempo, Rabu 29 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fahmi mengatakan wacana pengelolaan tambang oleh kampus harus disikapi hati-hati karena sesuatu yang baru dan tidak lazim. "Kampus berhati-hati jika izin pengelolaan tambang diberikan ke perguruan tinggi harus dapat defenisikan nilai tambah apa yang didapat kampus," ujarnya.
Berbeda dengan sikap pihak rektorat, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (BEM USU) menolak revisi Undang undang Mineral dan Batubara yang mewacanakan perguruan tinggi bisa mengelola tambang. Menurut Ketua BEM USU Muzammil Ihsan, hal itu bertentangan dengan fungsi utama perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat
"Juga membuka peluang besar bagi eksploitasi sumber daya alam secara masif yang berdampak buruk bagi lingkungan, masyarakat, serta masa depan pendidikan Indonesia." kata Muzzamil kepada Tempo, Rabu 29 Januari 2025.
Perguruan tinggi, ujar Muzzamil, seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan solusi bagi krisis lingkungan, bukan justru ikut serta dalam eksploitasi yang selama ini terbukti merusak alam dan mengorbankan hak-hak masyarakat lokal.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Muzzamil, sektor pertambangan adalah salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan di Indonesia. Aktivitas pertambangan sering kali mengakibatkan deforestasi, pencemaran air akibat limbah beracun, degradasi tanah, serta emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
"Belajar dari sejarah pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, pertambangan merupakan sektor yang rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Banyak kasus di mana izin tambang diberikan secara tidak transparan dan sering kali merugikan masyarakat setempat." kata Muzammil.
Jika kampus diberikan hak mengelola tambang, menurut Muzzamil, tidak hanya bertentangan dengan fungsi utama perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, tetapi juga membuka peluang besar bagi eksploitasi sumber daya alam secara masif. "Jika perguruan tinggi diberikan hak untuk mengelola tambang, bakal ada potensi besar konflik kepentingan antara akademisi, pemerintah, dan korporasi yang berkepentingan dalam bisnis tambang tersebut. Kami khawatir jika kampus lebih berorientasi pada keuntungan finansial dari tambang, independensi akademik dalam melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan korporasi bisa melemah." ujarnya.
Muzammil menilai kampus seharusnya menjadi institusi yang netral dan berfungsi sebagai pengawas kebijakan publik, bukan justru terlibat dalam praktik bisnis yang berpotensi mencederai integritas akademik. "Kami khawatir jika kampus lebih berorientasi pada keuntungan finansial dari tambang, independensi akademik dalam melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan korporasi bisa melemah." kata dia.
Ia mengatakan, BEM USU secara tegas menolak kampus dilibatkan mengelola pertambangan karena gerakan mahasiswa yang lahir dari kampus sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. "Jika perguruan tinggi ikut mengelola tambang, maka independensi kampus dalam mengkritisi kebijakan pemerintah akan terancam." kata dia.