200 Hari Pemerintahan Prabowo, Menteri dari Polri Dinilai Cenderung Prioritaskan Pendekatan Top-Down

7 hours ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Kabinet pemerintahan Prabowo Subianto memasuki 200 hari masa kerjanya pada Kamis, 8 Mei 2025. The Indonesian Institute (TII) merilis hasil studinya yang mengevaluasi jalannya 200 hari pemerintahan Prabowo.

Salah satu yang menjadi evaluasi ialah skor kinerja menteri Kabinet Merah Putih yang memiliki latar belakang aparat keamanan. Manajer Riset dan Program TII Felia Primaresti menyimpulkan, para menteri Prabowo yang berasal dari institusi kepolisian cenderung tidak inisiatif dalam bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, ia menilai adanya kecenderungan dari menteri berlatar belakang kepolisian menerapkan pola pendekatan top-down. Pendekatan top-down menitikberatkan jajaran pemimpin teratas sebagai pembuat keputusan.

Padahal, menurut dia, kebijakan publik itu kerap berkaitan dengan persepsi. "Persepsi yang baik bisa dibangun jika masyarakat percaya kepada pemerintah," kata Felia dalam keterangannya pada Kamis, 8 Mei 2025.

TII menyoroti dua pembantu di Kabinet Merah Putih dari institusi kepolisian, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan, serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Keduanya pernah memimpin insitusi Kepolisian RI atau Polri pada 2016.

TII memberikan skor akhir 7 dari total 20 kepada kinerja 200 hari Budi Gunawan. Feli menilai, gaya kerja mantan Kepala BIN ini lebih berorientasi pada stabilitas nasional dan komando. Budi Gunawan, kata dia, tak benar-benar melakukan koordinasi lintas kementerian selayaknya tugas menteri koordinator.

Dia mengatakan, kurangnya koordinasi lintas kementerian itu membuat peran strategis Budi Gunawan tak efektif. Terutama peran-peran yang seharusnya bersifat trans-sektoral.

"Akibatnya peran Menko Polkam yang seharusnya lebih kolaboratif dan integratif, justru tereduksi menjadi semacam penunggu arahan," ucapnya.

Sementara, kinerja Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian selama 200 hari pemerintahan mendapatkan skor 8 dari 20. Felia mengatakan, pendekatan yang digunakan Tito masih negara-sentris.

Padahal, kata dia, Tito punya latar belakang akademik yang mumpuni di samping sebagai pensiunan polisi. Menurut dia, kebijakan yang terlalu berorientasi pada kontrol justru bisa menghambat pembangunan politik yang inklusif.

"Pendekatan kebijakan Tito tetap mengedepankan aspek keamanan dan kontrol birokratis, bukannya kolaborasi deliberatif atau keterlibatan masyarakat luas," ujarnya.

Adapun evaluasi TII dilakukan dengan penilaian berdasarkan lima indikator. Di antaranya komunikasi publik, partisipasi publik, kolaborasi lintas sektor, konsistensi kebijakan, dan key performance indicator. Masing-masing indikator itu memiliki empat sub-indikator.

Total skor evaluasi dari indikator yang dipakai berjumlah 20 poin. Penilaiannya dilakukan bertahap melalui metode campuran dan pembobotan evaluasi sesuai konteks dan konten kebijakan.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online