TEMPO.CO, Jakarta - Komisi bidang Penyiaran DPR menggelar rapat dengar pendapat bersama Kementerian Komunikasi dan Digital serta lembaga penyiaran pemerintah membahas revisi Undang-Undang Penyiaran.
Wakil Ketua Komisi bidang Penyiaran DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran saat ini diharapkan tetap dimanfaatkan hingga 50 tahun mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Makanya dilakukan rapat dengar pendapat untuk mendengar berbagai masukan, agar tidak terkesan asal, tapi memang benar-benar komprehensif," kata Dave di komplek Parlemen Senayan, Senin, 10 Maret 2025.
Sebelumnya, pembahasan revisi UU Penyiaran di DPR Periode 2019-2024 sempat mengalami penundaan. Saat itu, usulan pelarangan tayangan ekslusif jurnalisme investigasi dalam draf, menjadi sorotan dan kritikan pelbagai kalangan.
Dave menjelaskan, pembahasan RUU Penyiaran menjadi penting dilakukan lantaran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang berlaku saat ini dinilai usang dan terbelakang.
Menurut dia, aturan yang termaktub dalam Undang-Undang Penyiaran saat ini masih mengatur sistem penyiaran analog, sementara perkembangan teknologi telah memasuki era sistem penyiaran digital.
Dave melanjutkan, RUU Penyiaran juga menjadi penting untuk mengatur dan melindungi generasi muda dari paparan konten-konten yang dapat memberikan dampak buruk.
"Jadi ini gunanya, Undang-Undang Penyiaran kita harus bisa beri perlindungan dan pengamanan kepada anak-anak agar generasi ke depan tidak tergerus akhlaknya," ujar politikus Partai Golkar itu.