AS Minta OpenAI Serahkan Data Pengguna ChatGPT untuk Pertama Kali

17 hours ago 2

Selular.id – Otoritas Amerika Serikat untuk pertama kalinya meminta OpenAI menyerahkan data pengguna ChatGPT dalam penyelidikan kriminal.

Homeland Security Investigations (HSI), unit di bawah U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE), mengajukan permintaan data tersebut untuk mengungkap kasus administrator situs eksploitasi anak di dark web yang telah diburu sejak 2019.

Permintaan data pengguna ChatGPT ini terungkap dalam surat perintah pencarian yang baru saja dibuka di pengadilan Maine pekan lalu.

Dokumen tersebut menunjukkan bagaimana lembaga penegak hukum mulai memanfaatkan data dari platform kecerdasan buatan dalam investigasi kriminal.

Menurut dokumen yang diperoleh Forbes, HSI sedang menyelidiki seorang administrator situs eksploitasi anak di dark web yang telah lama diburu.

Dalam upaya penyamaran, agen federal berinteraksi langsung dengan administrator tersebut di salah satu situs gelap.

Di tengah percakapan, tersangka tanpa sadar mengungkap bahwa ia menggunakan ChatGPT.

Dia bahkan membagikan beberapa prompt dan tanggapan dari ChatGPT, termasuk percakapan ringan seperti “Apa yang akan terjadi jika Sherlock Holmes bertemu Q dari Star Trek?”

Penggunaan ChatGPT dalam Investigasi Kriminal

Informasi tentang penggunaan ChatGPT oleh tersangka inilah yang mendorong pemerintah meminta OpenAI menyerahkan berbagai data terkait pengguna tersebut.

Permintaan mencakup riwayat percakapan lain, nama, alamat, serta data pembayaran yang terhubung dengan akun ChatGPT terkait.

Kasus ini menjadi contoh pertama bagaimana aparat hukum AS dapat menggunakan data prompt ChatGPT sebagai alat bantu penyelidikan.

Sebelumnya, lembaga seperti Google sudah beberapa kali diminta menyerahkan data pengguna berdasarkan kata kunci pencarian tertentu, namun belum pernah terjadi pada platform AI generatif seperti ChatGPT.

Perkembangan ini menunjukkan tren baru dalam penegakan hukum di era kecerdasan buatan.

Meski permintaan data ini terbatas hanya pada dua prompt, para ahli menilai kasus ini menunjukkan tren baru di mana aparat hukum mulai memanfaatkan platform AI untuk mencari bukti kejahatan.

Jennifer Lynch, penasihat hukum dari Electronic Frontier Foundation (EFF), mengatakan kasus ini menjadi pengingat penting bagi perusahaan AI.

“Ini menunjukkan semakin besarnya peran ChatGPT dalam penyelidikan kriminal. Karena itu, perusahaan seperti OpenAI perlu lebih berhati-hati dan membatasi data pengguna yang mereka kumpulkan,” katanya.

Pernyataan ini mengingatkan pada pentingnya perlindungan data pengguna di era teknologi AI generatif yang semakin canggih.

Proses Identifikasi Tersangka

Meski OpenAI diminta menyerahkan data pengguna, perusahaan bukanlah kunci utama dalam pengungkapan identitas pelaku.

Penyelidik ternyata berhasil mengidentifikasi tersangka melalui informasi pribadi yang ia ungkap sendiri selama obrolan penyamaran.

Tersangka mengaku pernah tinggal tujuh tahun di Jerman, menjalani pemeriksaan kesehatan militer, dan memiliki ayah yang pernah bertugas di Afghanistan.

Dari data tersebut, mereka menelusuri keterkaitan tersangka dengan pangkalan militer Ramstein Air Force Base di Jerman dan pekerjaannya di bawah Departemen Pertahanan AS.

Akhirnya, pemerintah menuduh seorang pria berusia 36 tahun bernama Drew Hoehner sebagai administrator situs tersebut.

Hoehner didakwa dengan satu tuduhan konspirasi untuk mengiklankan materi eksploitasi seksual anak (CSAM).

Hingga berita ini diturunkan, Hoehner belum mengajukan pembelaan, sementara pengacaranya belum memberikan komentar.

Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa HSI percaya Hoehner merupakan moderator atau administrator di sekitar 15 situs dark web berisi materi pelecehan anak, dengan total pengguna lebih dari 300.000 akun.

Situs-situs tersebut beroperasi di jaringan Tor yang mengenkripsi lalu lintas pengguna agar sulit dilacak.

Beberapa di antaranya bahkan memiliki kategori khusus untuk konten ilegal yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana teknologi AI berkembang pesat namun juga dimanfaatkan untuk tujuan ilegal.

Belum diketahui jenis data apa saja yang diserahkan OpenAI kepada pemerintah.

Namun catatan menunjukkan bahwa perusahaan mengirimkan satu berkas Excel spreadsheet berisi informasi pengguna.

Tidak ada rincian lebih lanjut, dan Departemen Kehakiman AS belum menanggapi permintaan konfirmasi.

Data itu kemungkinan akan digunakan untuk memperkuat bukti identitas tersangka di pengadilan.

Menurut data OpenAI, antara Juli hingga Desember tahun lalu, perusahaan melaporkan 31.500 konten terkait eksploitasi anak ke National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) sesuai kewajiban hukum di AS.

Dalam periode yang sama, OpenAI menerima 71 permintaan pemerintah untuk mengakses data pengguna, mencakup 132 akun.

Kasus ini terjadi di tengah perkembangan pesat teknologi AI, termasuk transformasi digital yang melanda berbagai sektor.

Penggunaan data dari platform AI dalam penyelidikan kriminal membuka babak baru dalam penegakan hukum digital.

Para ahli memperkirakan kasus serupa akan semakin sering terjadi seiring dengan meluasnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari.

Implikasi dari kasus ini terhadap privasi pengguna teknologi AI masih perlu diamati lebih lanjut.

Di satu sisi, data dari platform AI dapat membantu mengungkap kejahatan serius.

Di sisi lain, perlu ada keseimbangan antara kepentingan penegakan hukum dan perlindungan privasi pengguna.

Perkembangan regulasi dan kebijakan perlindungan data di era AI menjadi semakin penting untuk memastikan teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online