Bagaimana Jerman dan Spanyol Menjadi Benteng Terkuat Huawei di Eropa

1 week ago 12

Selular.ID – Dimotori oleh Inggris, Perancis, Belanda, Belgia, dan Luksemburg, negara-negara Eropa sejak lima  tahun terakhir telah berupaya “mengusir” Huawei di Eropa dengan alasan keamanan.

Meski demikian, seruan untuk mengganti jaringan yang dibangun Huawei dengan vendor Eropa seperti Ericsson dan Nokia, tidak semudah membalik telapak tangan. Jerman misalnya, tetap menjadi salah satu pasar infrastruktur 5G terbesar Huawei di luar China.

Sebelumnya pada Juli 2024, pemerintah Jerman membuat kesepakatan dengan operator telekomunikasi negara tersebut untuk mengecualikan penggunaan peralatan buatan vendor China, Huawei dan ZTE dalam jaringan 5G, mulai akhir 2026.

Dalam pengumumannya, pemerintah menyatakan akan melakukan penghentian secara bertahap dalam dua bagian.

Tahap pertama akan mengharuskan operator untuk menghapus teknologi buatan China dari jaringan selular inti 5G pada akhir 2026.

Bagian-bagian yang dibuat oleh Huawei dan ZTE seperti antena, jalur transmisi, dan menara harus dihilangkan dari jaringan akses dan transportasi pada akhir 2029.

Menteri Dalam Negeri Jerman (saat itu) Nancy Faeser menggambarkan langkah ini sebagai upaya perlindungan penting bagi keamanan digital di negara dengan perekonomian terbesar di Eropa.

“Kami melindungi sistem saraf pusat Jerman sebagai lokasi bisnis dan kami melindungi komunikasi warga, perusahaan, dan negara. Kita harus mengurangi risiko keamanan dan, tidak seperti masa lalu, menghindari ketergantungan sepihak. Kita harus menjadi lebih mandiri dan lebih tahan krisis,” ujar Nancy.

Namun pernyataan tegas Nancy seolah tak berbekas. Serasa menguap seiring dengan pergantian pemerintahan Jerman, pasca pemilu yang digelar Februari lalu.

Suksesi pemimpin negara itu, dari kanselir sebelumnya Olaf Scholz ke kanselir saat ini Friedrich Merz, mengubah berbagai rencana yang pernah disusun. Faktanya, hingga kini Huawei masih tetap bercokol kuat di Jerman.

Seperti dilansir dari laman Light Reading, cengkraman Huawei di Jerman memang tidak main-main.

Menurut berbagai perkiraan pihak ketiga, termasuk riset pasar oleh perusahaan analis Denmark, Strand Consult, raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen tersebut menguasai sekitar 60% lokasi stasiun pangkalan 5G Jerman, sementara sisanya dibagi antara Ericsson dan Nokia.

Kehadiran Huawei yang terbilang dominan di negeri Bavaria dan pasar Eropa lainnya jelas membuat Justin Hotard, yang menjadi CEO Nokia pada April lalu, merasa jengkel.

Dalam konferensi pers di Finlandia beberapa minggu yang lalu, ia mempertanyakan mengapa vendor China masih diizinkan mengakses begitu banyak wilayah Eropa tanpa batasan.

Sedangkan di sisi lain, Nokia dan kompatriotnya, Ericsson sangat dibatasi di China, di mana mereka diperkirakan hanya memiliki pangsa pasar gabungan kurang dari 3%.

Baca Juga: Huawei Unggul dalam Sentimen Media, Kalahkan ZTE dan Nokia

Spanyol Justru Menjalin Kerjasama dengan Huawei

Sejatinya tak hanya Jerman yang masih tetap mempertahankan Huawei. Negara kuat Eropa lainnya, yaitu Spanyol juga bertidak serupa. Malahan kebijakan yang ditempuh Spanyol seperti melawan arus.

Untuk diketahui, pada Agustus 2025, Komisi Eropa (EC) telah memperingatkan Spanyol atas keputusannya untuk memberikan kontrak penyadapan senilai €12 juta kepada Huawei.

Keputusan ini bertentangan dengan sikap jangka panjang Eropa yang melarang vendor berisiko tinggi memasang peralatan telekomunikasi baru di blok tersebut.

Financial Times (FT) melaporkan bahwa EC telah memperingatkan Spanyol agar tidak bergantung pada Huawei, dengan menyatakan bahwa perusahaan tersebut “mewakili risiko yang jauh lebih tinggi” dibandingkan pemasok telekomunikasi lainnya.

Komentar EC muncul setelah pekan lalu terungkap bahwa Spanyol telah menandatangani kontrak dengan Huawei agar vendor tersebut menyediakan perangkat keras untuk menyimpan data penyadapan, yang digunakan untuk penegakan hukum dan oleh badan intelijen Spanyol.

Kabar tentang kontrak tersebut telah mendorong dua anggota parlemen senior AS untuk meminta pemerintah AS meninjau pembagian data intelijennya dengan Spanyol.

FT melaporkan bahwa Spanyol adalah salah satu negara Uni Eropa yang paling ramah terhadap China. Kedua negara memperingati 20 tahun hubungan bilateral, ditandai dengan pertemuan Presiden China Xi Jinping dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Wisma Tamu Negara Diaoyutai pada Jumat (11/4/2025)

Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan AS terhadap China, memberikan kesempatan kepada kedua negara untuk memperluas kerjasama, tidak hanya perdagangan namun juga bidang-bidang strategis lainnya, seperti pendidikan, pertahanan, dan lainnya.

Sudah menjadi rahasia umum jika Perdana Menteri Pedro Sanchez memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan Presiden AS Donald Trump.

Hal itu terutama dipicu keberpihakan tanpa batas AS terhadap Israel dalam konflik berkepanjangan di Gaza.

Spanyol bahkan menjadi segelintir negara Eropa yang resmi mengakui Palestina sebagai negara, dan mendorong solusi dua negara dalam mengakhiri penderintaan warga Palestina.

Di sisi lain, Huawei, yang selalu menegaskan bahwa peralatannya tidak digunakan untuk memata-matai, menyatakan bahwa produknya di Spanyol “mematuhi secara ketat hukum dan peraturan setempat, serta kriteria dan standar penerimaan produk yang berlaku”.

Baca Juga: Jalin Kontrak dengan Huawei, Spanyol Bersitegang dengan Uni Eropa

Melepas Huawei Membutuhkan Biaya Super Besar

Kembali ke persoalan Jerman dan Huawei. Harus diakui bahwa pendekatan Jerman terhadap Huawei dalam pengembangan jaringan 5G terbilang kompleks, karena harus menyeimbangkan masalah keamanan dengan pertimbangan praktis.

Meskipun ada tekanan untuk mengecualikan Huawei karena risiko keamanan, Jerman juga menghadapi potensi penundaan dan biaya tinggi yang terkait dengan penghentian total peralatan perusahaan tersebut.

Selain itu, beberapa pihak berpendapat bahwa pelarangan menyeluruh tidak dapat dibenarkan tanpa bukti konkret adanya aktivitas jahat, dan bahwa fokus pada sertifikasi dan strategi mitigasi risiko, alih-alih pengecualian total, merupakan pendekatan yang lebih masuk akal.

Tak dapat dipungkiri, persoalan ini menjadi rumit karena menyangkut biaya yang tidak sedikit. Melepas Huawei akan menelan dana hingga sekitar €2,5 miliar (US$2,9 miliar), menurut perkiraan bank terkemuka Inggris, Barclays tahun lalu.

Hal itu pastinya akan membebani keuangan operator. Meski demikian, skema pergantian jaringan Huawei ke vendor lainnya bukan hal mustahil.

“Jika pelarangan dilakukan secara bertahap dan diizinkan selama siklus hidup pemutakhiran alami peralatan, dampaknya bisa minimal karena akan menjadi bagian dari belanja modal tahunan,” demikian pernyataan dalam catatan riset saat itu, yang menunjukkan bahwa Deutsche Telekom sendiri menghabiskan sekitar €300 juta (($347 juta) setiap tahun untuk pembangunan RAN.

Meskipun operator secara terbuka menolak larangan tersebut, baik Deutsche Telekom maupun Vodafone baru-baru ini memperkenalkan vendor RAN baru, yang mungkin merupakan tanda bahwa mereka sedang mempersiapkan undang-undang yang lebih ketat.

Di era 5G, Deutsche Telekom sebelumnya menggunakan Huawei di dua pertiga lokasinya dan Ericsson di sisanya.

Namun tahun lalu, perusahaan tersebut mengungkapkan rencana untuk mengganti Huawei dengan Nokia, ditambah beberapa radio dari Fujitsu Jepang, di sekitar 3.000 lokasi, setelah mengklaim jangkauan nasional sekitar 36.500 lokasi.

Dalam sebuah acara digelar Dublin, Irlandia, minggu lalu, Lipps mengatakan kualitas teknologi Nokia dan Fujitsu setara atau bahkan lebih baik daripada Huawei.

Deutsche Telekom juga akan memulai tender yang mencakup 30.000 lokasi di luar Jerman dan akan menuntut dukungan untuk spesifikasi Aliansi O-RAN dalam produk, ujarnya. Hal itu saat ini akan mengecualikan Huawei.

Vodafone, yang juga mengandalkan gabungan Ericsson dan Huawei di Jerman, menunjuk Samsung sebagai vendor RAN ketiga beberapa minggu lalu menyusul hasil tender yang sangat dinantikan di seluruh Eropa.

Chaebol Korea Selatan tersebut akan menyumbangkan produk untuk lokasi yang benar-benar baru serta menggantikan Ericsson dan Huawei di beberapa lokasi yang sudah ada.

Dengan berbagai dinamika yang tengah terjadi, regulator dan operator di luar Jerman akan mengamati perkembangan di sana dengan penuh minat.

Beberapa berharap untuk meniru langkah legislatif tahun lalu yang mewajibkan operator untuk hanya menghapus sistem manajemen konfigurasi Huawei.

Jika hal itu pada akhirnya dihapuskan dan digantikan oleh kewajiban yang lebih ketat, bisnis jaringan Huawei di Eropa bisa jadi akan berada di posisi yang jauh lebih goyah.

Meski demikian, hal itu tidak bisa dilihat secara hitam atau putih. Seperti dilema yang dihadapi Jerman dan Spanyol, pada akhirnya banyak negara Eropa untuk bersikap pragmatis.

Di tengah banyak persoalan geopolitik yang mengguncang dunia belakangan ini yang berujung pada ketidakpastian ekonomi, pilihan melanjutkan kerjasama adalah keputusan paling realistis.

Baca Juga: 6 Alasan Sulitnya Mengusir Huawei dan ZTE Dari Eropa

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online