Deepfake Picu Lonjakan Penipuan Mobile, Hal Ini Jadi Prioritas

11 hours ago 1

Selular.id – Praktik penipuan digital dengan teknik deepfake semakin mengkhawatirkan di Indonesia.

Saldo tabungan bisa lenyap, akun e-commerce hingga ride hailing dibajak, semua berawal dari manipulasi kecerdasan buatan yang sulit dibedakan dari aslinya.

Fenomena ini dipicu maraknya mobile fraud dan device spoofing, menjadikan kejahatan siber sebagai ancaman strategis terhadap fondasi kepercayaan digital.

Deepfake memanfaatkan algoritma mesin pembelajaran AI untuk menggabungkan atau memanipulasi gambar dan suara, menciptakan konten palsu yang meyakinkan.

Teknologi ini kini banyak dipakai untuk account takeover (ATO) yang menguras tabungan, mencuri data pribadi, dan merusak rasa aman dalam transaksi digital.

Riset Appdome mengungkap 58% konsumen menyebut penipuan mobile sebagai kekhawatiran terbesar, sementara lebih dari 40% mengaku pernah terpapar malware, peretasan, atau penipuan digital.

Dalam tiga tahun terakhir, kasus penipuan deepfake meningkat lebih dari 2.000%, dengan ATO naik 24% per tahun.

Indonesia menjadi salah satu negara paling rentan karena lebih dari 80% transaksi online dilakukan via aplikasi mobile.

Situasi ini diperparah dengan lonjakan konten deepfake di Indonesia yang mencapai 550%, memperlihatkan betapa daruratnya ancaman ini.

Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat 3,64 miliar serangan siber dalam tujuh bulan pertama 2025, melonjak drastis dari 361 juta kasus pada periode sama tahun sebelumnya.

Angka ini menunjukkan inovasi jahat melampaui upaya pertahanan organisasi.

Meski pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang memberi kewenangan BSSN menjatuhkan sanksi hingga 2% dari pendapatan tahunan atau sanksi pidana, pelaku kejahatan tetap memanfaatkan celah di sektor mobile.

Tingginya volume serangan membuktikan kejahatan siber bukan lagi ancaman abstrak. Penipuan berbasis mobile kini lebih canggih, sering, dan merugikan.

Banyak aplikasi belum mampu mendeteksi perangkat tidak dikenal secara real time, sehingga pengguna baru sadar setelah pembobolan terjadi.

Serangan ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) tahun 2024 menjadi contoh nyata bagaimana infrastruktur kritis bisa dikompromikan.

Ledakan Serangan dan Kesenjangan Keamanan

Dengan proyeksi 204,97 juta pengguna digital payment di Indonesia pada 2028, kebutuhan perlindungan aplikasi mobile kian mendesak.

Sayangnya, sebagian besar solusi keamanan masih bertumpu pada peringatan OS sederhana, bukan pemantauan berkelanjutan di level aplikasi.

Hal ini menciptakan banyak titik lemah yang dimanfaatkan penyerang.

Jan Sysmans, Mobile App Security Evangelist di Appdome, menekankan pentingnya identifikasi perangkat secara persisten di level aplikasi untuk menangkal penipuan deepfake.

“Proses otentikasi biometrik selama ini terlalu banyak mengandalkan asumsi, padahal tanpa verifikasi perangkat yang berkelanjutan, risiko login palsu sangat tinggi,” ujarnya, Selasa, 14 Oktober 2025.

Sysmans mencontohkan solusi seperti Appdome IDAnchor yang mampu langsung mendeteksi akses tidak sah terhadap aplikasi mobile.

Melalui notifikasi sederhana “Is this you?”, pengguna bisa segera tahu jika ada pihak lain mencoba menyamar.

Mekanisme ini dinilai efektif mencegah peretasan sebelum kerugian terjadi.

Pendekatan serupa juga dikembangkan melalui teknologi Deepfake Shield VIDA yang menjanjikan kemampuan melawan ancaman penipuan deepfake.

Prioritas Nasional dan Langkah Strategis

Indonesia diproyeksikan menjadi pasar ponsel terbesar kedua di Asia Pasifik, dengan prediksi 381 juta pengguna smartphone aktif pada 2030.

Artinya, pertahanan aplikasi mobile harus menjadi prioritas nasional.

Para pengembang aplikasi dapat mengadopsi teknologi seperti Appdome IDAnchor yang mengikat identitas pengguna dengan perangkat secara permanen, bahkan setelah aplikasi dihapus, OS diperbarui, atau perangkat di-reset.

Di sektor perbankan, e-commerce, hingga pembayaran digital, penerapan teknologi semacam ini akan membantu menekan kerugian finansial, menjaga reputasi, serta mendukung kepatuhan pada regulasi keamanan siber.

Kolaborasi antara otoritas dan pelaku industri semakin gencar, seperti terlihat dari inisiatif BI dan VIDA yang serukan lawan penipuan AI, deepfake, dan account takeover.

Pemerintah juga tengah mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Keamanan Siber (RAN Kamsiber).

Strategi ini berfokus pada perlindungan infrastruktur informasi kritis, peningkatan talenta keamanan siber, serta penguatan kapabilitas deteksi dan respons.

“Pengguna mobile sudah lelah menjadi pihak terakhir yang tahu saat terjadi pembobolan. Organisasi perlu memastikan identitas pengguna terlindungi sepanjang siklus hidup aplikasi – mulai dari pengembangan, distribusi, hingga perangkat,” tegas Jan Sysmans.

Langkah-langkah ini dinilai mampu menciptakan rantai kepercayaan digital jangka panjang, memperkuat ekosistem keuangan dan perdagangan digital Indonesia, serta menjaga keamanan masyarakat di era transaksi mobile yang semakin dominan.

Dengan tingginya ancaman deepfake dan mobile fraud, proteksi yang komprehensif menjadi kebutuhan mendesak bagi seluruh pemangku kepentingan.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online