Selular.ID – Pandemi covid-19 telah berakhir. Namun residunya masih terasa hingga kini. Ekonomi berjalan lambat, membuat penjualan smartphone di Indonesia menurun tajam.
Jika tahun-tahun sebelumnya, rata-rata permintaan di pasar pasar domestik bisa mencapai 50 juta unit, namun kini anjlok hanya sekitar 35 juta unit.
Melemahnya daya beli masyarakat, menjadi penyebab anjloknya penjualan.
Hal itu membuat siklus pergantian smartphone bertambah panjang. Meski vendor-vendor tetap rajin mengguyur pasar dengan model-model terbaru.
Walaupun permintaan pasar tidak sedang baik-baik saja, namun Indonesia tetap menyimpan potensi yang besar.
IDC menyebutkan bahwa, segmen premium kelak bakal menjadi salah satu lumbung utama bagi para vendor. Terutama mereka selama ini konsisten bermain di segmen mid to high end.
Pasalnya, perangkat dengan harga lebih tinggi dalam rentang harga di atas Rp 9 juta memiliki kinerja yang lebih baik sepanjang 2022, tumbuh 36,9% YoY.
Trend itu menunjukkan, konsumen kini bersedia membayar lebih mahal untuk perangkat berkualitas tinggi, sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Dengan permintaan yang masih tinggi, khususnya segmen mid to high end, wajar jika penurunan yang terjadi pada tahun lalu, tidak menyurutkan para terus berlomba memperebutkan pelanggan.
Namun surplus jumlah pemain, membuat pasar sangat kompetitif. Tak ada jeda waktu karena setiap pemain selalu mengintip kekuatan lawan.
Kondisi hyper competition memaksa setiap pemain untuk terus berinovasi, meluncurkan varian terbaru dan terus menerus melakukan brand activation demi peningkatan pangsa pasar.
Baca Juga: Motorola Kembali Ikut Ramaikan Pasar Smartphone Indonesia!
Mirip dengan lomba lari marathon, dibutuhkan stamina yang kuat untuk mengarungi kompetisi yang ketat.
Sehingga bagi brand-brand yang tidak memiliki visi jangka panjang, pasar Indonesia mungkin mirip dengan fatamorgana.
Terlihat prospektif, namun seperti halusinasi jika tidak digarap secara konsisten.
Faktanya, sudah banyak brand yang bergelimpangan, karena tak kuat menahan gempuran dari para pesaing.
Sebut saja Lenovo/Motorola, Coolpad, Hisense, Honor, Meizu, ZUK, Blackberry, Gionee, OnePlus, LG, dan Nokia (HMD).
Nasib yang sama juga menimpa brand lokal, seperti Nexian, HiMax, Mito, IMO, Andromax, Mixcon, Taxco, Evercoss dan Polytron. Semuanya sudah hilang di telan zaman.
Tak dapat dipungkiri, siklus pergantian teknologi selular dari 3G ke 4G, dan 4G ke 5G menjadi kuburan massal bagi brand-brand lokal.
Saat ini brand lokal tersisa hanya meninggalkan Advan. Namun untuk bisa survive, Advan mau tak mau harus putar haluan.
Brand yang pernah nangkring di posisi tiga, jajaran lima besar smartphone Q4-2017 versi IDC itu, tak lagi menggarap pasar smartphone.
Sejak tiga tahun terakhir, Advan kembali fokus pada bisnis yang pernah digarap sebelumnya, yaitu laptop dengan harga terjangkau namun dengan spesifikasi mumpuni.
Persaingan di bisnis laptop, memang tidak ‘seganas’ bisnis smartphone. Sehingga Advan punya peluang untuk tetap bertahan.
Dengan permintaan yang cenderung menurun, persaingan antar vendor smartphone, kini mengerucut pada beberapa merek-merek utama.
Diantaranya adalah Samsung, Oppo, Vivo, Xiaomi, dan Infinix. Di luar iPhone (Apple), merek-merek tersebut adalah langganan posisi lima besar.
Disusul merek-merek di layer kedua, seperti Realme, ZTE, Poco, Sharp, IQOO, Tecno, Asus, dan Itel.
Diantara merek-merek itu, Realme sejatinya cukup sukses membuat gebrakan. Vendor yang sebelumnya adalah sub brand Oppo itu, cukup lama menghuni posisi lima besar.
Namun persaingan yang ketat membuat Realme harus keluar dari kelompok elit.
Keluarnya Realme tercermin dari survey Canalys. 5 vendor teratas versi Canalys di Indonesia pada kuartal II-2022 adalah Samsung, Vivo, Oppo, Xiaomi dan Transsion. Padahal pada kuartal sebelumnya, nama Realme masih muncul di posisi kelima.
Dengan terlemparnya Realme, persaingan di layer kedua menjadi semakin sengit. Semua brand berusaha meningkatkan penjualan dan memperbesar pangsa pasar.
Menariknya, di tengah kerasnya persaingan yang menyebabkan sejumlah merek asal China dan brand-brand lokal telah gulung tikar, beberapa brand malah berencana untuk balik ke Indonesia.
Mereka adalah Honor, Lenovo/Motorola, dan ZUK. Honor sudah tidak lagi berjualan di Indonesia sejak akhir 2019. Lenovo/Motorola telah vakum setahun sebelumnya. Sedangkan ZUK sudah hengkang sejak 2015.
Kehadiran kembali ketiga brand itu, tentunya menambah deretan challenger yang sudah terbilang cukup banyak. Sekaligus memberi tekanan kepada merek-merek top.
Semuanya punya mimpi untuk bisa menyodok ke posisi puncak, mengalahkan vendor-vendor yang telah bertengger kuat selama ini.
Akankah terjadi perubahan di posisi 5 besar? Siapakah dari ke-8 merek challenger itu yang akan masuk ke dalam posisi elit?
Tentu saja waktu yang kelak membuktikan. Mana brand yang sukses dan mana yang hanya akan tetap menjadi pelengkap pasar ponsel di Indonesia.
Baca Juga: Honor Hadir di Indonesia Tanpa Adanya Smartphone Entry Level!