Selular.id – Ambisi Indonesia untuk mencapai kecepatan internet hingga 100 Mbps masih membutuhkan perjalanan panjang.
Laporan terbaru Speedtest Global Index untuk Agustus 2025 menunjukkan peningkatan kecil pada kecepatan internet Indonesia, namun posisinya masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, bahkan oleh Kamboja.
Pada peringkat global, Indonesia naik tiga peringkat ke posisi 83 dunia untuk kecepatan internet mobile dengan angka 45,01 Mbps.
Meski mengalami kemajuan, angka ini masih jauh di bawah capaian Thailand yang mencapai 124,33 Mbps.
Yang lebih memprihatinkan, Indonesia juga masih kalah dari Kamboja yang mencatatkan kecepatan 53,58 Mbps.
Pencapaian ini menunjukkan bahwa target kecepatan internet Indonesia masih jauh dari harapan, seperti yang pernah disampaikan oleh Ketua APJII mengenai rencana kecepatan internet Indonesia harus 100 Mbps.
United Arab Emirates (UAE) masih mempertahankan posisi puncak sebagai negara dengan internet mobile tercepat di dunia dengan kecepatan mencapai 614,42 Mbps.
Qatar menyusul di peringkat kedua dengan 511,35 Mbps, disusul Kuwait di posisi ketiga dengan 414,56 Mbps.
Untuk kawasan Asia Tenggara, Brunei Darussalam menjadi perwakilan terbaik dengan menempati peringkat 9 global dan kecepatan 184,86 Mbps.
Berikut daftar lengkap kecepatan internet mobile negara-negara Asia Tenggara berdasarkan Speedtest Global Index Agustus 2025:
- Brunei Darussalam: 184,86 Mbps
- Singapura: 164,75 Mbps
- Vietnam: 152,17 Mbps
- Malaysia: 143,56 Mbps
- Thailand: 124,33 Mbps
- Filipina: 59,64 Mbps
- Kamboja: 53,58 Mbps
- Indonesia: 45,01 Mbps
- Laos: 42,94 Mbps
- Myanmar: –
Posisi Indonesia yang masih di bawah Laos ini mengingatkan pada laporan sebelumnya di awal tahun, dimana kecepatan internet Indonesia masih di bawah Laos dan Kamboja.
Tren ini menunjukkan bahwa meski ada perbaikan, laju peningkatan kecepatan internet di Indonesia masih lebih lambat dibandingkan negara-negara sekawasan.
Fixed Broadband Indonesia Juga Masih Tertinggal
Pada kategori fixed broadband, kondisi Indonesia tak jauh berbeda. Speedtest masih menobatkan Singapura sebagai negara dengan kecepatan fixed broadband tertinggi di dunia dengan angka 394,30 Mbps.
Thailand bahkan berhasil naik satu peringkat ke posisi 9 global dengan kecepatan 262,42 Mbps, sementara Vietnam naik tiga peringkat ke urutan 10 dengan 261,80 Mbps.
Indonesia masih tercecer di peringkat ratusan dunia untuk fixed broadband. Meski naik dua peringkat, kecepatan fixed broadband Indonesia belum mencapai setengah dari target 100 Mbps, tepatnya hanya 39,88 Mbps.
Pencapaian ini masih jauh dari rencana Kominfo mengenai pelaksanaan kecepatan internet Indonesia minimal 100 Mbps yang seharusnya sudah mulai diwujudkan.
Berikut peringkat kecepatan fixed broadband negara-negara Asia Tenggara di Agustus 2025:
- Singapura: 394,30 Mbps
- Thailand: 262,42 Mbps
- Vietnam: 261,80 Mbps
- Malaysia: 154,03 Mbps
- Filipina: 105,17 Mbps
- Brunei Darussalam: 83,14 Mbps
- Kamboja: 49,32 Mbps
- Laos: 47,46 Mbps
- Indonesia: 39,88 Mbps
- Myanmar: 26,90 Mbps
Data terbaru ini mempertegas tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam mengejar ketertinggalan infrastruktur digital.
Peningkatan yang terjadi masih bersifat incremental dan belum mampu mengangkat Indonesia dari posisi terbawah di kawasan Asia Tenggara.
Situasi ini sesuai dengan laporan sebelumnya yang menempatkan peringkat kecepatan internet Indonesia nomor 62 dari 64 negara di tingkat global.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pengamat yang mendukung kecepatan internet Indonesia harus minimal 100 Mbps, tampaknya masih perlu diikuti dengan akselerasi implementasi di lapangan.
Pemerintah dan penyelenggara telekomunikasi dituntut untuk bekerja lebih keras dalam mempercepat pembangunan infrastruktur digital nasional agar tidak semakin tertinggal dari negara-negara tetangga.
Ke depan, percepatan penetrasi jaringan 5G dan perluasan jaringan fiber optik menjadi kunci utama untuk meningkatkan kecepatan internet Indonesia.
Tanpa langkah-langkah strategis yang lebih agresif, target kecepatan internet 100 Mbps mungkin akan tetap menjadi mimpi yang sulit diwujudkan dalam waktu dekat.