Koalisi Masyarakat Sipil Siapkan Uji Formil dan Materiil UU TNI

6 hours ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyambut baik pencabutan gugatan uji materi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau UU TNI yang diajukan Guru Besar Universitas Pertahanan Kolonel Muhammad Halkis di Mahkamah Konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perwakilan koalisi, Al Araf, mengatakan setelah permohonan dicabut, maka koalisi akan berfokus pada langkah selanjutnya, yaitu mengajukan permohonan gugatan uji formil dan materiil UU TNI yang baru disahkan DPR pada 20, Maret lalu.

"Tetapi, sebelumnya kami telah siap untuk menghadapi gugatan ini apabila tidak dicabut permohonannya oleh pemohon," kata Al Araf saat dihubungi pada Jumat, 25 April 2025.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyampaikan pandangan senada. Ia menilai pencabutan permohonan uji materi UU TNI ini merupakan langkah tepat yang dilakukan Halkis sebagai pemohon.

Alasannya, dia menjelaskan, pasal yang digugat oleh Halkis sudah tidak lagi relevan, mengingat telah disahkannya RUU TNI menjadi UU oleh DPR. "Jadi, kalau alasannya lost object, saya rasa itu sudah sesuai karena memang sudah tidak bisa lagi diteruskan," kata Isnur.

Justru, menurut Isnur, apabila permohonan gugatan uji materi ini tetap dilanjutkan oleh pemohon, bahkan mahkamah, tentu mekanisme peradilan yang dilakukan mesti dipertanyakan. "Karena sejak awal tujuannya sudah aneh," ujar dia.

Adapun dalam agenda sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 33/PUU-XXIII/2025, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan majelis menerima surat pencabutan permohonan perkara gugatan uji materi UU TNI.

Halkis selaku pemohon yang hadir melalui telekonferensi membenarkan ihwal surat pencabutan permohonan perkara itu. Namun, dia tak menjelaskan rinci alasan dicabutnya gugatan uji materi ini.

"Betul, melalui kuasa hukum, kami telah meminta pencabutan perkara karena loss object," ujar Halkis. Suhartoyo kemudian menimpali dengan mengatakan, majelis tidak perlu melanjutkan agenda persidangan pemeriksaan perkara Nomor 33/PUU-XXIII/2025.

Selanjutnya, kata dia, Majelis akan membawa hasil persidangan kepada rapat permusyawaratan hakim atau RPH. Ia pun memberikan ruang bertanya kepada pemohon sebelum mengakhiri persidangan.

Namun, Halkis dan kuasa hukumnya mengatakan tak akan mengajukan pertanyaan. "Cukup," katanya.

Sebelumnya, dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Halkis mengajukan gugatan uji materi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi dengan alasan ketentuan yang ada mengekang hak prajurit sebagai warga negara.

Menunjuk Izmi Waldani dan Bagas Al Kautsar sebagai kuasa hukum, Halkis mendaftarkan gugatan yang teregistrasi nomor 41/PAN.ONLINE/2025. Pasal yang ia gugat adalah Pasal 2 huruf d; Pasal 39 ayat (3); dan Pasal 47 ayat (2).

Pasal 2 huruf d yang mendefinisikan tentara profesional sebagai prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, kata Halkis, tidak tepat secara logika.

Alasannya, pendekatan yang digunakan dalam definisi itu menggunakan pendekatan negatif, tidak menjelaskan tentara profesional secara positif. Sehingga, kata Halkis, terjadi kesalahpahaman dalam memahami profesionalisme militer.

"Tentara profesional harus dimaknai sebagai prajurit yang menjalankan tugas secara netral, berbasis kompetensi, dan memiliki hak dalam aspek ekonomi, serta jabatan publik," kata dia.

Sedangkan, ketentuan Pasal 39 ayat (3) yang melarang prajurit untuk berbisnis, menurut dia, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Halkis mencontohkan, di Amerika Serikat dan Jerman, prajurit justru diperbolehkan untuk memiliki usaha dengan mekanisme pengawasan yang jelas. Tetapi, aturan ini justru tidak berlaku di Indonesia.

Begitu pun Pasal 47 ayat (2) yang mengatur batasan prajurit aktif menduduki jabatan sipil, ia menilai ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Dia mengklaim, jika mahkamah mengabulkan permohonan ini, maka akan terjadi perubahan besar dalam konsep profesionalisme militer ke arah yang lebih jelas, dengan berbasis prinsip konstitusi serta keadilan.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online