KPA Anggap Sertifikat HGB di Lokasi Pagar Laut Bentuk Akrobatik Hukum

3 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyoroti adanya status Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas perairan lokasi pagar laut di Kabupaten Tengerang, Banten. Pagar sepanjang 30 kilometer di laut utara Banten itu berada di area pengembangan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan terbitnya 263 bidang bersertifikat HBG dan 17 bidang SHM di lokasi itu menunjukkan adanya akrobatik hukum dan praktik mafia tanah. Menurut Dewi, pemecahan HGB menjadi bidang-bidang kecil dan banyak jumlah sertifikatnya biasanya akrobatik hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tujuannya, agar prosesnya cukup diurus di tingkat Kantor Pertanahan Tanggerang atau Kanwil Banten, tanpa perlu ke pusat," kata Dewi dalam keterangan resmi, Selasa, 22 Januari 2025.

Dia mengatakan, HGB tidak bisa diterbitkan di atas laut atau perairan. Sebab, mengacu pada PP No.18/2021 jo Permen ATR Nomor 18 tahun 2021 bahwa hak atas tanah berupa bangunan (HGB) hanya bisa terbit di wilayah pesisir pantai, bukan di atas laut.

Selain itu, di kawasan pesisir pantai sudah diatur bahwa hanya garis sempadan pantai yang boleh disertifikatkan dengan minimal jaraknya 100 meter dari titik surut. "Dengan demikian, pagar (bangunan) di laut jelas merupakan bentuk pelanggaran," kata Dewi.

Menurut Dewi, bila benar bahwa HGU tersebut berada di atas wilayah perairan, maka ada praktik aktrobatik hukum secara kolektif yang melatarbelakanginya. Dia menduga, perusahaan dan Pemda merubah tata ruang darat dan laut, sehingga garis batas laut berubah. "Otomatis sempadan pantai berubah," kata Dewi.

Dewi juga menduga BPN memberi izin tata ruang baru (PKKPR), karena ada perubahan dari Pemda. Menurut Dewi, ada pula kesengajaan melakukan pembelokan data dalam memberikan Risalah Panitia A dalam permohonan HGB. "Pasti ada pembelokan data mengenai riwayat tanah, kondisi tanah, batas tanah dan lain-lain yang disebut dengan data fisik," ujar Dewi. 

Menurut Dewi, terbitnya HGB di laut itu adalah gotong royong berjamaah dalam melakukan kesalahan hukum pertanahan dari sisi Pemda, BPN, KKP, termasuk KLHK (sekarang Kementrian Kehutanan). 

Atas situasi ini, KPA mendesak Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di bawah Komando Presiden Prabowo membongkar akrobatik HGB dan SHM di PIK 2 ini. Apalagi rakyat kecil, nelayan dan petani sudah menjadi korban akibat PIK 2. 

Menurut Dewi, memagari laut sehingga nelayan tidak bisa melaut merupakan bentuk pelanggaran hukum dan konstitusi. Pemagaran laut sepanjang 30 km telah melanggar konsitusionalitas nelayan di perairan-laut Tanggerang.

Dewi mengatakan area PIK 2 seharusnya dijadikan objek reforma agraria sehingga petani, nelayan dan masyarakat miskin di sana mendapatkan kepastian hak atas tanah bagi perumahan, pertaniannya dan wilayah tangkapnya. Perpres Reforma Agraria telah memberikan jalan bagi petani dan nelayan kecil untuk menjadi subyek reforma agraria.

Pada Senin, 20 Januari 2025, Menteri Nusron Wahid mengatakan setidaknya terdapat 263 bidang tanah dalam bentuk SGHB. Menanggapi hal itu, Nusron mengatakan, akan melakukan investigasi. 

Adapun Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membantah memberikan izin untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah berupa Hak Guna Bangunan (HGB) di lokasi berdirinya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

Sakti mengatakan, belum mendapatkan laporan atau memberikan izin diterbitkannya sertifikat HGB sejak 2023. “HGB bukan di kami. Kami tidak tahu. Saya tidak tahu ada HGB,” kata Sakti di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025.

Kantor Kepala Pertanahan Kabupaten Tangerang Yayat Ahadiat Awaludin mengatakan sertifikat HGB yang terbit di Desa Kohod luasnya mencapai 300 hektare.  

Sertifikat itu terbit pada Agustus 2023 setelah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Banten Tahun 2023-2043 terbit pada Maret 2023. 

Hammam Izzuddin, Adil Al Hasan, dan Erwan Hermawan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online