Perpres PCO Digugat ke MA, Istana: Tak Ada Tumpang Tindih Tugas dengan KSP

3 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menanggapi gugatan uji materiil terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Presiden atau Presidential Communication Office (PCO) ke Mahkamah Agung. Gugatan itu meminta Mahkamah Agung membatalkan Pepres tersebut karena bertentangan dengan wewenang Kantor Staf Presiden (KSP).

Prasetyo mengatakan belum mendapatkan salinan dari gugatan tersebut. Ia mengatakan pemerintah akan mempelajari gugatan itu apabila salinannya sudah diterima.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, menanggapi tuduhan tumpang tindih wewenang, Prasetyo memastikan tak ada tumpang tindih antara tugas Kepala Staf Presiden dengan Kantor Komunikasi Presiden. Ia mengaku setiap tugas setiap lembaga telah diatur sejak awal dalam Perpres.

"Karena perpres, PCO, kantor komunikasi kepresidenan, kemudian KSP, itu sejak awal sudah didesain sedemikian rupa bahwa tidak ada tugas-tugas yang tadi disebutkan, tumpang tindih itu tidak ada," ucap Prasetyo di Istana Kepresidenan, Senin, 21 April 2025.

Seorang advokat bernama Windu Wijaya mendaftarkan permohonan uji materiil atau judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan ke Mahkamah Agung pada 17 April 2025. Ia mengajukan terhadap empat pasal dalam beleid Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO). Objek gugatan adalah Pasal 3, Pasal 4, Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 52.

Windu Wijaya, advokat dari kantor hukum windu Wijaya & Associates, mengatakan gugatan ini didasarkan pada pertimbangan yuridis dan tata kelola pemerintahan, khususnya terkait keabsahan struktur kelembagaan negara ketika terjadi ketidaksesuaian antara “tugas” dan “fungsi” institusi pemerintahan.

“Dalam permohonan uji materi saya meminta kepada Mahkamah Agung untuk menyatakan Perpres itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan lembaga kantor komunikasi kepresidenan tidak sah menjalankan tugas dan fungsi,” kata Windu kepada Tempo, Senin.

Menurut Windu, perpres itu secara eksplisit mengalihkan fungsi komunikasi politik dari Kantor Staf Presiden ke Kantor Komunikasi Kepresidenan. Namun, Pasal 2 Perpres 83 Tahun 2019 yang menetapkan tugas komunikasi politik masih melekat pada KSP, tidak dicabut ataupun disesuaikan. “Hal ini menimbulkan ketimpangan normatif: KSP tetap memiliki tugas komunikasi politik, namun tidak lagi memiliki fungsi untuk melaksanakannya,” ujar Windu.

Akibatnya, kata Windu, terjadi kekosongan efektivitas norma, kebingungan administratif, serta potensi tumpang tindih dan dualisme kewenangan antar lembaga. Lebih substansial lagi, Perpres 82 Tahun 2024 menempatkan posisi juru bicara presiden dalam struktur koordinasi Kepala Kantor Kepresidenan. “Ini menimbulkan persoalan konstitusional karena peran juru bicara adalah manifestasi kehendak politik Presiden, dan seharusnya berada langsung di bawah kendali penuh Presiden, bukan dalam subordinasi kelembagaan lain,” ucap Windu. 

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online