Selular.id – Operator seluler di Indonesia sedang menanti pelaksanaan lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz yang dijanjikan pemerintah.
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan dukungannya terhadap langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk menggelar lelang kedua spektrum tersebut, namun dengan harapan harga dasar spektrum bisa terjangkau bagi anggotanya.
Marwan O. Baasir, Direktur Eksekutif ATSI, menegaskan bahwa asosiasinya mendukung penuh rencana Komdigi menggelar lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz.
“Prinsipnya mendukung langkah Komdigi untuk lelang frekuensi 700 MHz dan 2,6 GHz,” ujar Marwan yang Selular kutip, Kamis (30/10/2025).
Pernyataan ini disampaikan menyusul telah diselenggarakannya lelang frekuensi 1,4 GHz oleh Komdigi yang diperuntukkan bagi layanan jaringan akses nirkabel pita lebar (fixed broadband).
Meskipun Komdigi telah melakukan konsultasi publik terkait penggunaan frekuensi 700 MHz dan 26 GHz sejak 2023, hingga saat ini belum ada tanda-tanda konkret kapan lelang akan digelar.
Kedua spektrum ini direncanakan akan dialokasikan pemerintah khusus untuk penyelenggara jaringan bergerak seluler, yang menjadi perhatian utama para operator telekomunikasi.
Dari sisi kesiapan ekosistem, kedua frekuensi ini dinilai sudah matang untuk diimplementasikan.
Frekuensi 700 MHz dikenal cocok untuk cakupan luas dan daerah pedesaan karena karakteristiknya yang mampu menembus bangunan dengan baik.
Sementara frekuensi 26 GHz sangat ideal untuk kecepatan sangat tinggi, terutama untuk mendukung layanan 5G yang membutuhkan bandwidth besar.
ATSI berharap harga dasar spektrum ini tidak mahal, mengingat kondisi industri seluler yang masih menghadapi tantangan beban biaya regulasi yang tinggi.
Marwan menjelaskan bahwa industri seluler saat ini masih “berdarah-darah” karena beban biaya regulasi yang terlampau tinggi, sehingga membebani pelaku usaha telekomunikasi dalam menggelar layanan.
“Semoga harganya affordable atau terjangkau bagi anggota ATSI,” harap Marwan.
Permintaan ini penting mengingat investasi dalam akuisisi spektrum frekuensi merupakan komponen biaya signifikan bagi operator seluler.
Kesiapan Ekosistem dan Manfaat Frekuensi
Frekuensi 700 MHz menawarkan keunggulan dalam hal cakupan yang luas, membuatnya ideal untuk memperluas jangkauan jaringan ke daerah-daerah terpencil dan pedesaan.
Karakteristik frekuensi rendah ini memungkinkan sinyal menjangkau area yang lebih luas dengan jumlah menara yang lebih sedikit dibandingkan frekuensi tinggi.
Sementara itu, frekuensi 26 GHz termasuk dalam kategori high-band atau millimeter wave, yang menyediakan bandwidth sangat lebar untuk mendukung kecepatan data ultra-tinggi.
Frekuensi ini menjadi kunci untuk pengembangan layanan 5G advance yang membutuhkan kapasitas besar dan latency sangat rendah.
Komdigi juga telah melalui tahapan konsultasi publik untuk penggunaan frekuensi 2,6 GHz.
Pita mid-band ini memiliki keunggulan kapasitas dengan bandwidth yang tersedia sebanyak 190 MHz.
Frekuensi 2,6 GHz dengan moda Time Division Duplex (TDD) memiliki ekosistem perangkat 4G dan 5G terbanyak ke-2 secara global.
Pemerintah berharap penggunaan pita frekuensi radio 2,6 GHz untuk 4G/5G dapat menghadirkan konektivitas broadband yang lebih berkualitas bagi masyarakat.
Seberapa penting lelang spektrum frekuensi 700 MHz dan 26 GHz bagi perkembangan telekomunikasi Indonesia menjadi pertanyaan mendasar yang perlu dijawab melalui implementasi nyata.
Tantangan Regulasi dan Keterjangkauan Harga
Permintaan ATSI agar harga lelang frekuensi terjangkau bukan tanpa alasan.
Industri telekomunikasi seluler menghadapi berbagai tantangan regulasi yang membebani operasional mereka.
Biaya spektrum yang tinggi dapat berdampak pada kemampuan operator untuk berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur jaringan.
Kondisi ini menjadi perhatian serius mengingat pengamat terkejut Telkom gagal menang lelang frekuensi 1,4 GHz yang baru saja digelar.
Kegagalan operator besar dalam lelang frekuensi sebelumnya menunjukkan kompleksitas dan tingginya kompetisi dalam akuisisi spektrum.
Di sisi lain, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek interferensi frekuensi, terutama mengingat sinyal 2 GHz Starlink-SkyFive berisiko ganggu frekuensi 4G dan 5G.
Koordinasi dan pengaturan yang tepat diperlukan untuk memastikan semua layanan dapat beroperasi optimal tanpa saling mengganggu.
Keterjangkauan harga spektrum menjadi faktor kritis dalam menentukan seberapa cepat operator dapat menggelar jaringan baru dan meningkatkan kualitas layanan existing.
Harga yang terlalu tinggi berpotensi memperlambat digitalisasi, khususnya di daerah-daerah yang selama ini belum terjangkau jaringan berkualitas.
Dengan lelang frekuensi 1,4 GHz yang telah selesai, perhatian kini beralih kepada kapan Komdigi akan mengumumkan jadwal lelang untuk frekuensi 700 MHz dan 26 GHz.
Operator seluler menanti kepastian ini untuk dapat merencanakan strategi pengembangan jaringan mereka ke depan.
Keberhasilan lelang frekuensi ini akan menentukan arah perkembangan telekomunikasi Indonesia, khususnya dalam percepatan deployment 5G dan perluasan cakupan jaringan broadband.
Semua pihak berharap proses lelang dapat berjalan transparan dan menghasilkan outcome yang menguntungkan semua stakeholder.
.png)




























