Permintaan Chip AI Nvidia Blackwell Melonjak, Tapi Dilarang ke China

1 week ago 18

Selular.id – CEO Nvidia Jensen Huang mengungkapkan bahwa permintaan global untuk chip AI Blackwell milik perusahaan berada pada level yang sangat tinggi.

Namun, di tengah lonjakan permintaan ini, Huang menegaskan bahwa Nvidia tidak berencana menjual chip tercanggihnya ke China, menyusul kebijakan pemerintah AS yang melarang ekspor teknologi AI paling mutakhir ke negara tersebut.

Dalam kunjungannya ke Taiwan akhir pekan lalu, Huang menyebut kolaborasi erat dengan TSMC menjadi kunci kesuksesan Nvidia menghadapi gelombang kebutuhan chip AI global.

Berbicara pada acara yang digelar TSMC di Hsinchu, Huang mengungkapkan bahwa Nvidia kini tidak hanya memproduksi GPU, tetapi juga CPU, switch, dan jaringan pendukung untuk platform Blackwell.

“Kami sangat bergantung pada pasokan wafer dari TSMC. Mereka melakukan pekerjaan luar biasa mendukung kami,” ujar Huang, seperti dikutip dari Reuters.

Ia menambahkan bahwa permintaan chip saat ini jauh melampaui kapasitas produksi yang tersedia, menciptakan tekanan pada rantai pasokan global.

CEO TSMC C.C. Wei mengonfirmasi bahwa Huang telah memesan lebih banyak wafer untuk memenuhi permintaan yang meledak, meski menolak mengungkapkan jumlah pastinya.

Kerjasama strategis antara kedua raksasa teknologi ini telah membawa Nvidia menjadi perusahaan publik pertama di dunia dengan valuasi mencapai USD 5 triliun, menjadikan Huang dijuluki sebagai ‘Manusia Lima Triliun Dolar’.

Larangan Ekspor ke China

Meski bisnis sedang melesat dengan pesat, Huang dengan tegas menyatakan bahwa Nvidia tidak berencana menjual chip Blackwell ke China.

“Saat ini Nvidia tak berencana mengirim produk apa pun ke China,” tegasnya.

Keputusan ini sejalan dengan kebijakan pemerintahan Donald Trump yang melarang ekspor chip AI paling canggih ke China dengan alasan keamanan nasional.

Spekulasi sempat beredar bahwa Trump dan Presiden Xi Jinping akan membahas kemungkinan penjualan versi terbatas Blackwell saat pertemuan di Korea Selatan minggu lalu.

Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda kesepakatan antara kedua negara mengenai hal tersebut.

Huang bahkan menyebut bahwa pangsa pasar Nvidia di China kini nol persen, karena pemerintah Beijing tidak menginginkan Nvidia beroperasi di sana.

Situasi ini semakin mengukuhkan posisi Nvidia yang kehilangan pasar China secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

Keputusan untuk tidak memasok chip Blackwell ke China merupakan babak baru dalam ketegangan teknologi antara AS dan China yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Dukungan Rantai Pasokan Global

Huang juga menyinggung potensi kekurangan memori akibat permintaan yang melonjak drastis.

Namun ia memastikan bahwa tiga produsen memori besar dunia—SK Hynix, Samsung, dan Micron—telah meningkatkan kapasitas produksi secara besar-besaran untuk mendukung kebutuhan Nvidia.

Kolaborasi dengan TSMC semakin memperkuat posisi Nvidia dalam mempertahankan kepemimpinan di pasar chip AI.

Seperti yang pernah diungkapkan dalam peluncuran Blackwell sebelumnya, chip ini memang dirancang untuk menangani beban komputasi AI yang paling berat sekalipun.

Ekspansi Nvidia tidak hanya terbatas pada produk chip semata.

Perusahaan ini juga telah melakukan investasi besar-besaran ke OpenAI senilai Rp 1.600 triliun, menunjukkan komitmennya dalam membentuk masa depan teknologi AI global.

Langkah strategis ini semakin mengukuhkan posisi Nvidia sebagai pemain kunci dalam revolusi artificial intelligence.

Sementara itu, persaingan di pasar chip AI semakin ketat dengan munculnya pemain lain seperti MediaTek yang menargetkan pendapatan miliaran dolar dari chip AI pada 2027.

Namun, dengan teknologi Blackwell dan rencana pengembangan chip generasi berikutnya seperti yang terungkap dalam produksi 3nm TSMC untuk chip AI Rubin, Nvidia tampaknya masih memegang posisi terdepan.

Lonjakan permintaan chip AI Blackwell mencerminkan transformasi digital yang sedang berlangsung secara global.

Dari pusat data raksasa hingga aplikasi AI di perangkat edge, kebutuhan akan komputasi yang lebih powerful terus meningkat.

Meski menghadapi kendala geopolitik dengan larangan ekspor ke China, Nvidia tetap optimis dapat mempertahankan pertumbuhan berkat permintaan dari pasar lainnya.

Kebijakan Trump yang membatasi ekspor chip AI canggih ke China memang berdampak signifikan pada strategi bisnis Nvidia.

Namun, perusahaan tampaknya telah mengantisipasi hal ini dengan memperkuat posisi di pasar lain dan terus berinovasi dengan platform komputasi terbaru.

Masa depan Nvidia di pasar global akan sangat bergantung pada kemampuan mereka menjaga momentum inovasi sekaligus menavigasi kompleksitas politik perdagangan internasional.

Read Entire Article
Berita Nusantara Berita Informasi Informasi Berita Berita Indonesia Berita Nusantara online Berita Informasi online Informasi Berita online Berita Indonesia online