TEMPO.CO, Jakarta - Direktur riset Setara Institute Ismail Hasani meminta Komisi I DPR RI mengkaji cost and benefit perpanjangan usia pensiun tentara dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI.
“Tetapi saya ingatkan penting untuk dikaji cost and benefit analysis. Penting juga dikaji transisi ketika batasan usia ini diadopsi,” kata Hasan saat rapat dengar pendapat umum dengan anggota Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, 4 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hasan, usia 62 tahun pada TNI tidak bisa dikatakan sama dengan profesi lain. Guru besar, misalnya, yang bisa tetap mengajar karena tidak membutuhkan aktivitas fisik yang besar.
“Jadi sebagai sebuah kebijakan hukum terbuka, saya kira penting dipertimbangkan cost and benefit analysis, ketersedian anggaran sehingga tidak mengganggu politik anggaran negara,” ujar Hasan.
Sebelumnya, rapat paripurna DPR pada 18 Februari 2025 menyetujui RUU TNI masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Wakil Ketua DPR Adies Kadir, yang memimpin rapat paripurna, mengatakan pembahasan RUU TNI selanjutnya ditugaskan kepada Komisi I DPR selaku alat kelengkapan dewan dengan ruang lingkup tugas mencakup bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.
Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengklaim RUU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi militer seperti era Orde Baru. Dia menyebutkan ada sejumlah catatan agar perluasan peran militer di ranah sipil tidak terjadi lagi.
Legislator dari Fraksi PDIP itu mengatakan UU TNI telah mengatur pos-pos jabatan sipil yang bisa diisi oleh anggota TNI. Namun militer tidak akan berperan seperti era sebelum UU TNI disahkan pada 2004.
“Dengan catatan dulu ya. Satu, Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada harus tetap seperti ini. Artinya, prajurit TNI yang ikut pilkada atau ikut pileg (pemilu legislatif) harus mundur,” kata Tubagus di kompleks parlemen, Senin, 3 Maret 2025.
Dia juga mengatakan Pasal 39 UU TNI yang melarang TNI berpolitik praktis dan menjadi anggota partai politik harus dijaga. “Selama itu, tidak usah khawatir. Tidak ada (dwifungsi TNI),” ujarnya.
Menurut dia, Komisi I DPR belum bisa memastikan poin-poin revisi dari UU TNI. Hingga saat ini, kata dia, DPR belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah. “Sekarang masih menunggu DIM. Seperti apa DIM-nya dan apa saja yang akan direvisi. Sebab dari pemerintah, ini inisiatif pemerintah,” tuturnya.
Hammam Izzuddin dan Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Revisi UU TNI, DPR Klaim Belum Dapat DIM dari Pemerintah