Selular.id – Pernahkah Anda menghitung berapa uang yang keluar setiap bulan hanya untuk membeli paket data internet?
Di era yang serba digital ini, internet sudah menjadi kebutuhan pokok layaknya listrik dan air.
Namun, tahukah Anda bahwa mayoritas masyarakat Indonesia ternyata memiliki pola pengeluaran yang hampir seragam untuk kebutuhan satu ini?
Laporan terbaru dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berjudul “Survei APJII: Profil Internet Indonesia 2025” memberikan gambaran menarik tentang kebiasaan berinternet masyarakat Indonesia.
Survei yang dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 8.700 responden WNI berusia minimal 13 tahun di 38 provinsi ini mengungkap pola konsumsi internet yang patut menjadi perhatian berbagai pihak, mulai dari regulator hingga penyedia layanan.
Data yang dihimpun antara 10 April hingga 16 Juli 2025 ini tidak hanya sekadar angka statistik biasa, melainkan cerminan nyata dari bagaimana masyarakat Indonesia mengalokasikan anggaran untuk tetap terhubung dengan dunia digital.
Mari kita telusuri lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi dengan pengeluaran internet masyarakat Indonesia.
Rp 50.000-Rp 100.000: Zona Nyaman Pengguna Internet Indonesia
Fakta paling mencolok dari laporan APJII ini adalah dominannya pengguna internet yang menghabiskan dana antara Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per bulan untuk paket data mobile.
Sebanyak 52,27 persen responden berada dalam kategori ini, angka yang meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya 45,01 persen.
Peningkatan ini menunjukkan pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia.
Dengan semakin banyaknya aktivitas yang berpindah ke dunia digital—mulai dari kerja, belajar, hingga hiburan—masyarakat tampaknya rela mengalokasikan anggaran lebih besar untuk memastikan koneksi internet mereka tetap lancar.
Namun, pertanyaannya adalah: apakah peningkatan anggaran ini diikuti dengan peningkatan kualitas layanan yang memadai?
Budget Rendah Masih Bertahan, Tapi Mulai Tergerus
Di sisi lain, pengguna dengan anggaran rendah—kurang dari Rp 50.000 per bulan—masih cukup signifikan dengan persentase 34,52 persen.
Meskipun demikian, terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 36,52 persen.
Penurunan ini mengindikasikan bahwa semakin sedikit masyarakat yang mampu bertahan dengan anggaran internet yang sangat terbatas.
Fenomena ini bisa dipahami mengingat kebutuhan data yang semakin besar untuk berbagai aplikasi modern.
Streaming video, video conference, dan aplikasi berat lainnya membutuhkan kuota yang tidak sedikit.
Dengan anggaran di bawah Rp 50.000, pengguna mungkin hanya bisa mengakses internet untuk keperluan dasar seperti media sosial dan browsing sederhana.
Pengguna Premium: Kelompok Elite yang Semakin Menyusut
Yang menarik, kelompok pengguna dengan anggaran besar justru menunjukkan tren penurunan.
Hanya 12,20 persen responden yang memilih paket internet seharga Rp 101.000-Rp 250.000 per bulan, turun dari tahun lalu yang mencapai 16,43 persen.
Sementara untuk kategori di atas Rp 250.000 per bulan, persentasenya hanya 1,02 persen, turun dari 1,61 persen pada tahun sebelumnya.
Penurunan ini patut menjadi bahan evaluasi bagi para penyedia layanan. Apakah penawaran paket premium mereka sudah tidak lagi menarik?
Atau justru masyarakat merasa bahwa dengan anggaran menengah mereka sudah mendapatkan layanan yang cukup memadai?
Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab dengan tuntas untuk memahami dinamika pasar internet Indonesia.
Persepsi Harga: Mayoritas Merasa Tidak Ada Perubahan
Ketika ditanya tentang persepsi terhadap harga paket internet dibanding tahun lalu, respons responden terbagi cukup merata.
Sebanyak 48,39 persen responden menyatakan bahwa harga internet 2025 sama saja alias tetap dibanding tahun lalu.
Ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat tidak merasakan perubahan signifikan dalam struktur harga.
Namun, ada 43,49 persen responden yang justru merasa harga internet saat ini semakin mahal ketimbang tahun lalu.
Persentase ini cukup besar dan mengindikasikan bahwa hampir separuh pengguna internet Indonesia merasakan beban finansial yang lebih berat untuk kebutuhan internet mereka.
Sementara itu, hanya 8,12 persen responden yang merasa harga internet 2025 justru lebih murah dari tahun lalu.
Telkomsel Masih Jadi Raja, Tapi Pangsanya Tergerus
Dalam hal preferensi operator, Telkomsel masih menjadi pemimpin pasar dengan 45,79 persen pengguna internet Indonesia.
Angka ini mencakup berbagai layanan Telkomsel baik prabayar seperti Simpati dan ByU, maupun pascabayar seperti Halo.
Meskipun masih dominan, terjadi penurunan dari tahun 2024 yang mencapai 47,71 persen.
Indosat Ooredoo menempati posisi kedua dengan 29,31 persen pengguna, diikuti oleh XL Axiata dan Smartfren.
Persaingan yang semakin ketat ini menunjukkan bahwa pasar operator seluler Indonesia masih sangat dinamis, dengan peluang bagi pemain lain untuk merebut pangsa pasar.
Implikasi bagi Masa Depan Internet Indonesia
Data dari APJII ini bukan sekadar deretan angka, melainkan petunjuk penting tentang arah perkembangan internet Indonesia.
Dominannya pengguna dengan anggaran Rp 50.000-Rp 100.000 menunjukkan bahwa pasar Indonesia masih sangat sensitif terhadap harga.
Penyedia layanan perlu mempertimbangkan faktor ini dalam menyusun strategi bisnis mereka.
Di sisi lain, penurunan pengguna premium bisa menjadi alarm bagi operator untuk mengevaluasi nilai tambah dari paket-paket mahal mereka.
Apakah fitur-fitur yang ditawarkan sebanding dengan harga yang harus dibayar konsumen?
Atau justru paket menengah sudah memberikan pengalaman yang cukup memuaskan?
Dengan semakin banyaknya inisiatif untuk memperluas akses internet cepat di Indonesia, seperti yang dilakukan melalui berbagai kemitraan strategis, diharapkan kualitas layanan internet bisa semakin merata dan terjangkau.
Namun, tantangan harga yang masih dirasakan mahal oleh hampir separuh responden menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.
Laporan APJII 2025 ini akhirnya memberikan kita gambaran yang jelas: masyarakat Indonesia memang semakin sadar akan pentingnya internet, tetapi mereka juga semakin cerdas dalam mengalokasikan anggaran.
Di tengah persaingan yang semakin ketat dan tuntutan kualitas yang semakin tinggi, baik penyedia layanan maupun regulator perlu bekerja sama menciptakan ekosistem internet yang tidak hanya cepat dan andal, tetapi juga terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
.png)

















































