TEMPO.CO, Jakarta - Kota Surakarta alias Solo disebut akan diusulkan menjadi daerah istimewa seiring digelarnya rapat kerja bersama Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negri Akmal Malik dengan Komisi II DPR, pada Kamis, 24 April 2025. Akmal mengatakan ada enam wilayah yang mengusulkan untuk menjadi daerah istimewa.
“Sampai dengan April 2025, kami mendapat banyak pekerjaan rumah. Ada 42 usulan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota. Ada 6 yang meminta daerah istimewa, juga ada 5 yang meminta daerah khusus,” ujar Akmal pada Kamis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Solo, Provinsi Sumatera Barat atau Sumbar juga dikabarkan tengah diusulkan berganti nama jadi Daerah Istimewa Minangkabau atau DIM. Dilansir dari Antara, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar mengatakan ada sejumlah pertimbangan yang dinilai laik menjadikan provinsi itu sebagai daerah istimewa.
“Pertama acuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar yang di dalamnya terdapat poin Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah,” kata Ketua LKAAM Provinsi Sumbar Fauzi Bahar di Padang, Kamis, 17 April 2025, dikutip Antara.
Selain itu, sistem kekerabatan matrilineal atau garis keturunan dari pihak ibu yang dianut masyarakat Minangkabau menjadi sebuah keistimewaan tersendiri. Sistem kekerabatan matrilineal ini, kata Mantan Wali Kota Padang ini, hanya ada tiga di dunia di mana salah satunya di Sumatera Barat.
Dari sisi historis, menurut Fauzi, tanah Minangkabau memiliki keterikatan yang kuat dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Selain Wakil Presiden Pertama Mohammad Hatta yang berasal dari Sumbar, Kota Bukittinggi juga pernah tercatat sebagai Ibu Kota Negara yang dipimpin Mr. Sjafruddin Prawiranegara pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Purnawirawan TNI AL ini menyampaikan LKAAM bersama pihak terkait tengah menyusun atau berencana mengusulkan DIM kepada pemerintah pusat. Langkah ini dinilai tepat mengingat historis dan keunikan yang dimiliki Tanah Minangkabau. Menurutnya, usulan DIM tidak serta merta muncul. Sebab jauh sebelumnya beberapa tokoh di Sumbar telah membahas dan mengkaji tentang kemungkinan pembentukan DIM.
Wacana Sumbar diusulkan menjadi Daerah Istimewa Minangkabau memang telah mencuat sejak 2014 lalu. Rencana ini diperjuangkan oleh Mochtar Naim, seseorang sosiolog yang pernah menjabat anggota DPD RI. Kala itu pengusulan ini didasarkan pada Nagari yang bersifat Istimewa dan memiliki dua kriteria yaitu, nagari mempunyai susunan asli dan nagari mempunyai hak asal usul.
Pada 2021, usulan Sumbar jadi daerah istimewa juga sempat mencuat. Anggota Komisi II DPR RI saat itu, yang membidangi urusan dalam negeri, Guspardi Gaus mengatakan mendukung Sumatera Barat berubah nama menjadi Daerah Istimewa Minangkabau. Guspardi saat itu mengatakan bahkan tim Kerja Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM) telah menyelesaikan naskah akademik.
“Naskah akademik ini merupakan sebuah langkah positif dan maju,” kata Guspardi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 11 Maret 2021.
Politikus PAN ini mengatakan Komisi II memang sedang mengkaji revisi undang-undang beberapa provinsi. Sebab, kata dia, ada beberapa poin yang sudah tak cocok dengan perkembangan zaman. Salah satunya Undang-undang pembentukan Provinsi Sumbar yang berdasarkan Republik Indonesia Serikat 1958. Selain itu, juga beberapa provinsi di Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Bali.
“Sebetulnya Sumbar jauh lebih prioritas jika dibandingkan dengan provinsi lain. Karena Sumbar satu-satunya masyarakat yang berdasarkan matrilineal, kemudian kekhasan adatnya itu berkelindan dengan agama,” katanya.
Namun rencana itu terhalang era Covid-19 di mana pemerintah lebih memprioritaskan penanganan dampak ekonomi dan sosial di Sumbar. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan wacana perubahan nama Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau belum menjadi prioritas pemerintah.
“Prioritas pemerintah sekarang dan ke depan adalah mendorong penguatan pelayanan publik oleh semua jajaran pemerintah daerah, termasuk Provinsi Sumatera Barat,” kata Akmal kepada Tempo, Jumat, 12 Maret 2021.
Kala itu, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah juga memberikan masukan ihwal wacana tersebut. Ia mengemukakan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi ketika suatu daerah ingin mengajukan diri menjadi daerah istimewa.
“Kalau dulu di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, syarat satu adalah ada nilai-nilai sejarah yang terkait khas wilayah tersebut. Seperti sejarah kerajaan atau kemerdekaan,” ujar Trubus saat dihubungi pada Ahad, 14 Maret 2021.
Hal kedua adalah adanya pertimbangan budaya, seperti keunikan budaya yang hanya dimiliki wilayah tersebut. Selanjutnya adalah faktor sumbangsih terhadap kemerdekaan Indonesia. Kemudian juga kehendak dari masyarakatnya juga, ibaratnya pertimbangan kearifan lokal. “Lalu aspek perundang-undangan apakah dimungkinkan atau tidak,” kata Trubus,
Trubus mengingatkan bahwa pemerintah harus melihat seluruh aspek dalam wacana ini. Tidak hanya mempertimbangkan secara sosial dan ekonomi, namun politik juga. Selain itu, penambahan titel daerah istimewa juga harus dikehendaki oleh seluruh masyarakat Provinsi Sumatera Barat.
“Jangan hanya kehendak segelintir tokoh elit saja,” kata dia.
Dian Rahma Fika, Andita Rahma, Dewi Nurita, Friski Riana, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.