TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad mengatakan terdapat penambahan pos jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan hasil pembahasan revisi Undang-Undang TNI antara DPR dan pemerintah. Tapi Dasco tak menyebutkan jumlah penambahan kementerian/lembaga baru dalam revisi UU TNI tersebut.
"Sebelum direvisi ada 10, kemudian ada penambahan karena di masing-masing institusi, di undang-undangnya dicantumkan," kata Dasco dalam konferensi pers di komplek DPR Senayan, Senin, 17 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai dengan dokumen hasil pembahasan DPR dan pemerintah yang diperoleh oleh Tempo, jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI diperluas, dari 10 kementerian/lembaga menjadi 15 kementerian/lembaga. Penambahan jabatan sipil tersebut tertuang dalam hasil revisi Pasal 47 UU TNI. Pada ayat (1) pasal tersebut menyebutkan secara tegas jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI, sebagai berikut:
Daftar lembaga sipil yang dapat diduduki oleh prajurit setelah revisi Undang-Undang TNI:
- Membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.
- Pertahanan negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional.
- Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden.
- Intelijen negara.
- Siber dan atau sandi negara.
- Lembaga ketahanan nasional.
- Search and rescue (SAR) nasional.
- Narkotika nasional.
- Pengelola perbatasan.
- Kelautan dan perikanan.
- Penanggulangan bencana.
- Penanggulangan terorisme.
- Keamanan laut.
- Kejaksaan Republik Indonesia.
- Mahkamah Agung.
Adapun dalam UU TNI sebelum direvisi, hanya terdapat 10 kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh prajurit TNI. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 47 ayat (2), sebagai berikut:
Daftar lembaga sipil yang diduduki oleh prajurit TNI sebelum revisi UU TNI:
- Kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.
- Pertahanan negara.
- Sekretaris militer presiden.
- Intelijen negara.
- Sandi negara.
- Lembaga ketahanan nasional.
- Dewan Pertahanan Nasional.
- Search and rescue (SAR) nasional.
- Narkotika nasional.
- Mahkamah Agung.
Sufmi Dasco Ahmad mencontohkan, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan di Kejaksaan Agung karena dalam Undang-Undang Kejaksaan terdapat pos jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Jabatan tersebut seharusnya dapat diduduki oleh prajurit TNI.
Sedangkan latar belakang penambahan pos jabatan pengelola perbatasan karena adanya tugas dan fungsi yang beririsan antara TNI dengan jabatan terkait. "Ini yang kami masukan, sehingga tidak ada pasal-pasal lain seperti yang banyak beredar di media sosial," kata Dasco.
Sebelumnya, Kelompok Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik usulan perluasan pos jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI ini. Mereka menilai usulan tersebut bertentangan dengan semangat reformasi, yang menghapus dwifungsi ABRI atau dwifungsi TNI.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan usulan penambahan pos jabatan sipil bagi prajurit aktif mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil. "Usulan ini berisiko mengikis prinsip supremasi sipil," kata Isnur.
Menurut dia, penempatan prajurit TNI di luar fungsi sebagai alat pertahanan sudah melanggar Undang-Undang TNI dan berpotensi memperlemah profesionalisme prajurit. Di samping itu, penambahan pos jabatan sipil bagi prajurit tersebut juga akan merusak sistem merit dan karier aparatur sipil negara lantaran TNI diberikan karpet merah untuk menempati jabatan strategis di ranah sipil melalui revisi Undang-Undang TNI.
"Menempatkan TNI pada jabatan sipil jauh dari tugas dan fungsi sebagai alat pertahanan. Ini sama saja dengan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI," kata dia.